let it be (cerpen bag A)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri
**

Bayangan malam pekat itu kian berubah menjelma menjadi pagi. Lajuardi pun menampakan aura matahari yang masih mengintip malu di cakrawala. Ia tersenyum ramah menyambut hari. Setetes embun menjadi perhatian kedua bening hitam milik seorang gadis yang berjalan turun di undakan demi undakan anak tangga.
Seragam bercorak kotak – kotak coklat dengan balutan blazer senada dengan warna seragamnya. Rambutnya ia kuncir kuda sedangkan ransel ungu bercorak barbie dengan kokoh ia selempengkan di bahu kananya. Ah cantik sekali dia.
Kini ganti ia meraih ponsel yang sedari tadi tergeletak tak berdaya di dalam ransel ungunya. Keningnya berkerut lantas ia mengerucutkan bibirnya ketika sebuah amplop menari – nari di layar ponselnya. Gadis itu segera menekan tombol read dan menyimaki setiap deretan kata yang tertuang di dalamnya.


Eh aszah, lo belum berangkat yah?
Sender : prof.Debo
10 minute ago

Mbasssh lo di mana eee?
Sender : zeze
12 minute ago

Mpoo ! jgan bilang elo kesiangan :p
Sender : achantik
12 minute ago

Eh. Cilok , lo masih ngorok ya? ZzzzZZ-0-
Sender : ojeyyy
15 minute ago


Gaje. Gumam gadis itu lantas menyimpan kembali ponsel ke dalam ranselnya.
Dengan kushyu di tariknya dua lapis roti dan di balut dengan selai nanas. Tubuhnya sedikit bergidik saat sebuah getaran terasa di dalam ranselnya. Ponselnya kembali menandakan sebuah panggilan masuk. Di tekanya tombol accept dan mendekatkan ponselnya ke dekat telinga. Awas aja deh kalo ga penting! Ketusnya dalam hati.


‘hahwlooo’ ujar gadis itu
‘hahwloooo woyy!’
‘heh ? elu zy. Paan? Hah? Acara? Apaan dah. Sial iye iye gue otw sana. Udah ya, bye’
Panggilan yang berdurasi satu menit itu pun berhenti. Di tariknya ransel ungu dan berlari keluar rumah.


“yah buruan deh shilla telattt” gerutunya yang kini tengah duduk sempurna di bangku penumpang depan. Masih dengan posisi mengingat simpul tali sepatunya. Sebentar – sebentar di liriknya jam berwarna ungu yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ia mendengus sebal.
“hah apaan sih aneh – aneh aja di sekolah” ketusnya.


**

Shilla menekuk wajahnya. Di tinjunya bagian setir mobil yang di kemudikan sang Ayah. Dengan ekstra sabar kini ia harus menerima kesialan yang menimpanya. Mobil rush silver Shilla harus berhenti paksa di antrian yang entah keberapa ini. Sudah berapa kali juga gadis itu mengacak – acak rambutnya. Haahh menyebalkan sekali.

“ada apaan sih yah? Pakek macet”
“kayaknya ada kecelakaan deh Shill” sahut sang Ayah. Shilla lagi – lagi mendengus sebal.
“ah ayah mah. Shilla telat nih” dengan nada kepasrahan gadis itu mendorong tubuhnya ke belakang dan membuang nafas. Gila jakarta gue kutuk lama – lama. Protesnya sarkatis.


**

Gerbang kokoh berwarna abu SMA Valleys education itu kini telah tertutup rapat. Sebelumnya Shilla tak pernah datang ‘telat’ seperti hari ini.
Namun karena insiden kecerobohan salah satu pengemudi di dekat jalan merah tadi –yang menyebabkan kecelakaan terjadi- terpaksa ia harus menerima nasib sial, di hari senin pula. Ia menatap dengan jengah gedung bertingkat 4 itu, berharap akan ada keajaiban yang entah kapan datangnya. Gadis itu memilih menyenderkan tubuhnya pada gerbang kokoh itu dan menghentak – hentak kecil sepatu kirinya.


Tid tid tid
Suara klakson mobil menggoyahkan pandanganya, ia melirik kecil ke kanan-kiri lantas menyadari bahwa ialah objek yang sedari tadi di maksud. Dengan gesit ia menjauhkan tubuhnya dari gerbang. Matanya membelalak lebar ketika sebuah sedan metalik berwarna merah di kawal dua mobil volvo hitam di belakang kemudinya memasuki wilayah SMA Valleys education.
Lampu – lampu kuning kini tengah berkeliaran di atas kepalanya. Mengingat sebuah ide baru saja tercetus di otaknya. Gadis itu menyelinap masuk saat mobil volvo terakhir berlalu.

“wow!” ia membulatkan suaranya.

“hmm” seseorang berdehem di belakangnya.
Shilla mengangkat satu alisnya, ia sedikit bergeser dari tempatnya berdiri.

“permisi tuan saya mau lewat”ujar salah satu dari tiga tubuh kekar berseragam hitam di belakang Shilla yang setelah Shilla amati sepertinya mereka seorang bodyguart. Gadis itu menyahut dengan sebuah kerutan di dahinya. Lantas mengangguk dua kali.

Entah terkontaminasi hal ganjal macam apa. Tiba – tiba tubuhnya kaku. Nafasnya terasa tersendat. Bibirnya mengatu rapat – rapat ketika seorang pemuda sebaya denganya berjalan santai ke arah ia berdiri dengan kedua tangan ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya.

Shilla menyadari perubahan gerakanya ketika pemuda itu kian mendekat. Langkahnya terkesan angkuh dan sombong. Matanya belum berpindah hingga suara baritone menyadarkan lamunanya.
“ngapain lo ngeliatin gue?” ujarnya tiba-tiba. Shilla tersentak dan menunjuk dirinya. Meyakinkan.

“sa saya?”

“heuh ya iyalah elo! Dasar katrok!”
Mata gadis itu kini membelalak lebar seraya mencibir pelan.

“ouh gue toh. Eh anak orang kaya bisa gak anda sopan dikit aja”

Pemuda itu berlalu tanpa menghiraukanya. Lantas berjalan masih dengan kedua tangan abadi ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya. Shilla menaruh telunjuknya di jidat seraya mencibir. Sinting. Batinya.


**

Shilla mulai menjauh dan terkejut ketika tepuk tangan membahana seisi lapangan. Ia berlari kecil menyalip barisan-barisan di depanya.
“eh ada apaan sih? Pak komar potong kumis ya? Haha pake di rayain” corocos Shilla ke siapa saja di sampingnya.
“penyambutan pemilik tunggal saham sekolah ini” jawab seorang pemuda sipit berkacama mata di samping kanan Shilla, masih dengan pandangan ke depan.
Shilla mengangguk dua kali. Eh tunggu-tunggu apa kata dia tadi?
“oh. Dia jadi sekolah disini?” tanya Shilla. Pemuda itu mengangguk meng-iyakan.
“iya, baru aja dateng barusan.” jawabnya.

Shilla membelalak lebar di ikuti dahinya yang mulai berkerut.
“barusan, heee jangan-jangaan –“ Shilla memutar kejadian beberapa menit lalu. Pertemuan tak meng-enakanya dengan si haah bodo amat malas sekali membayangkanya. Shilla berusaha membuyarkan wajah polos devil tadi di pikiranya.

**

X-2’s classRoom.

“hallo guys!” koar Acha.
“dari mana lo cha?” tanya Zevana di ikuti sebuah anggukan dari Ozy. Shilla dan Debo belum begitu tertarik melirik Acha, masih sibuk berkutik dengan soal-soal yang di tugaskan pak Duta guru fisika mereka yang kebetulan hari ini beliau berhalangan hadir.
“gue punya calon pacar loh hehe” celetuk Acha. Shilla yang asik-asiknya berkutik dengan rumus-rumus ganti memandangi Acha heran.
“ng ng sapa cha cowo lo?”
“iye tuh, siapa Cha?” ulang Zevana.
“baru calon yaaah teman-teman jangan ngegosip. Dia  Mario stevano aditya haling”
Jawab Acha fasih.

*

Bel istirahat pertama SMA valleys education pun bergema. Surga untuk penghuninya setelah di bubuhi berbagai macam olahan rumus di otaknya. Kantin yang luas dan sebuah caffeteria di dekat taman menjadi pilihan siswa/i. Termasuk Shilla dan kawan-kawan yang tak ingin kelewatan menyerbu santapan yang bahkan sudah melambai-lambai ke arah mereka.

Entah ada angin apa dan komando dari siapa, suasana kantin yang biasanya gaduh dengan suara-suara kelaparan kini tiba – tiba hening.

“HAHA. Sarap lo Zy parah”


Jleb.
Suara lepas milik Shilla membahana memecah keheningan yang baru saja tercipta. Namun kemudian volumenya pun mengecil perlahan, menyadari sejak tadi seluruh pasang mata di kantin maupun caffeteria melirik shilla dengan sinis. Seperti macan di ganggu ketenanganya. Hiiiy. Shilla bergidik ngeri.

“woi apaan sih sepi banget kayak di kuburan” celetuk Shilla

“iya elo yang bakal kita bawa ke kuburan behel”ujar seseorang yang tengah berdiri sambil melipat kedua tanganya didada dari samping kiri. Shilla menoleh ke sumber suara.
“kak kevin” seru Shilla.
“hai kak. Hehe mau minum eeee?” Shilla terkekeh di ujung kalimatnya. Sebenarnya bukan itu yang di takuti hanya saja wajah beringas yang menatapnya itu sudah di ambang batas. Gak apa-apa kan Shilla bergurau dikit?

“nama gue Alvin, nona manis” ketus Alvin di sahut sebuah cekikikan dari teman-temanya.
“kakak kan ga terkenal, sorry aku gak tau. Salah dikit gapapa kan?” bela Shilla.
Tangan lain terulur dari belakangnya menyentuh bahu Shilla. Shilla terkejut dan menoleh cepat.

“apa sih?!” ketusnya

“ELO?” Shilla menunjuk seorang pemuda yang di maksud. Riko mengusir telunjuk Shilla yang masih nongkrong di depan wajah pemuda yang di panggil ‘elo’ itu.

Perlahan pemuda itu menatap manik mata Shilla tajam dan mendekatkan wajahnya. Mengimbangi posisi Shilla yang tengah duduk dan kini hanya berjarak beberapa senti.

“katrok” ujarnya.
Shilla menelan ludah. Tiga detik kemudian kantin yang tadi hening mulai riuh dengan tawa dimana-mana. Hanya dengan satu kata yang dilontarkan pemuda itu membuat wajah Shilla merah padam. Sial malu-maluin banget. Batinya sarkatis.

***

Shilla duduk di balkon kamarnya. Menikmati senja yang tergambar di cakrawala. Memutar kembali kejadian seharian tadi. Gadis itu merapatkan cardigan baby blue di temani secangkir hot chocolatte. Menghirup aroma hangat yang mengepul di atasnya lantas meneguknya perlahan.


Sementara di lain tempat, seorang Pemuda masih asik berkutik dengan laptopnya. Sedetik kemudian air wajahnya berubah di sertai kerutan kecil di dahinya. Sedikit memutar kejadian di hari pertamanya sekolah. Entah perintah dari antah berantah mana, tiba-tiba sekelebat bayangan wajah seorang gadis berlalu di otaknya. Kalau tidak salah dia..

“Lucu juga. Ada lakonya ckck.”

“Hus hus ngapain gue mikirin tu bocah. Cewe katrok”

**

Acha tengah mengimbangi tinggi Ozy. Dengan aksi jailnya, Ozy mengangkat tinggi-tinggi buku diary Acha yang di temukanya di kolong meja. Acha sedikit berteriak menyerukan nama Ozy membuat penghuni lain kelas X-2 hanya menggeleng kecil melihat kelakuan mereka yang bahkan seperti anak SD sedang memperebutkan mainan.


“ehm” seseorang berdehem di ujung pintu kelas X-2 yang di biarkan terbuka. Ozy dan Acha pun menghentikan aktifitasnya dan melirik ke sumber suara. “kak Alvin?” gumam Acha.

“Disini ada yang namanya Ashilla zahra?” tanya Alvin datar.
“Eh eh si Shilla di cariin kak Alvin tuh!” celetuk salah satu siswa.

“Ada gak? Gue gak suka buang-buang waktu nih.” Ketusnya.

Seluruh pasang mata melirik ke arah tempat duduk Shilla, tapi nihil. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Salah satu siswa menggeleng kecil ke arah Alvin. Alvin menarik kedua ujung bibirnya membuat senyum licik.
“Gak ada. Berarti rencana gue berhasil.”

**

Shilla tengah menggeser barang-barang bekas yang telah berdebu di ruangan besar ini. Sesekali ia menutup hidung dan menyapu debu-debu yang berkeliaran di wajahnya.

“sialan. Mana sepatu gue lagi.” Shilla kini ganti menggeser meja reot di hadapanya. Seketika bunyi decit dengan kasar memekakkan telinga Shilla. Raut wajah gadis itu mulai berubah menjadi ekspresi ketakutan. Dan setelah menoleh ia hanya menelan ludah. Benar saja dugaanya. Dan see? Pintu besi tanpa celah itu tertutup rapat. Shilla terkunci di gudang yang menyeramkan ini.

“Woi siapa sih! Buka dong!” Shilla menggedor-gedor pintu gudang. Namun tetap saja tak ada sahutan. Shilla baru menyadari letak gudang ini tidak strategis atau berada di ujung. Sehingga sangat kecil kemungkinan siswa/i yang melewati koridor gudang ini. Dan satu-satunya cara untuk keluar yaitu besok, dimana Pak Ujang –penjaga sekolah- membukanya. Dan bodohnya Shilla meninggalkan ransel di selasar depan. Benar-benar sial. Umpatnya.

**

Debo telah berulang kali menghubungi nomor di layar ponselnya. Namun tak ada jawaban. Sms Zevana pun kian tak ada balasan. Raut kecemasan terpeta di wajah keempatnya. Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir sobat kental leader gank mereka tiba-tiba menghilang seperti di telan bumi. Tanpa kabar atau izin minimal.

“Shilla, lo kemana sih.” Suara Zevana bahkan terdengar lirih.

“Kayaknya mbash pulang deh.” Sahut Acha. Debo menggeleng-geleng pelan.
“Gamungkin guys, dia gak ngikutin semua jam abis istirahat loh.” Lanjut Debo.

“Tapi mungkin aja bener De, siapa tau Shilla PMS terus pulang deh. Mending kita hubungin orang rumahnya aja deh” saran Ozy.
Keempatnya pun mengangguk menyetujui usul Ozy dan bergegas pulang.

*

Pemuda tampan berkulit hitam manis ini berjalan santai di sepanjang koridor kelas. Dengan headphone melingkar di lehernya dan dua lengan yang sengaja ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya, nampak membuatnya begitu cool. Hah siapa juga yang tidak menyerukan kata kagum padanya. Baru beberapa hari menyandang status murid baru ia sudah menjadi trend topic SMA Valleys.

Seusai jam sekolah berakhir, Pemuda itu meminta izin pada kepala sekolah untuk lebih lama mengitari kawasan sekolah swasta bertaraf internasional di bawah naungan keluarga kakeknya, yang juga di ambil alih oleh ayahnya. Dan mungkin untuk selanjutnya ia-lah pewaris tunggal dan tetap atas perusahaan turun temurun kakek buyutnya itu.
Memang sudah jam pulang, jadi tidak banyak siswa/i yang berkeliaran di halaman maupun koridor. Paling-paling hanya sebagian anak ekstakulikuler ataupun pengurus OSIS. Dan ia pun tak mau ambil pusing dengan keberadaan mereka.

Tiba di koridor sebuah ruangan yang terpisah dengan gedung sekolah. Gedung berukuran besar dengan pintu berbahan besi. Yang sudah ia yakini ini ruangan tempat penyimpanan barang bekas.
Kaki panjangnya tiba-tiba terhenti ketika terasa menginjak sesuatu. Pemuda itu melirik ke arah jarum jam enam tepat ke bawah dan melirik sebuah ransel ungu selempengan yang di injaknya.
“Tas siapa tuh?” Gumamnya. Ia lantas mengambil dan mengacungkan di depan wajahnya.

“Sampah!” Lanjutnya. Tangan kokohnya berusaha melempar ransel itu kembali ke permukaan lantai. Namun di urungkan niatnya ketika sebuah getaran terasa di dalamnya.

“Handphone?” Pemuda itu memicingkan matanya dan meraih alat teknologi komunikasi itu dari dalam ransel. Dengan senyum mengejek ia menimbang-nimbang benda mungil di genggamanya. Pasti punya orang biasa. Terbuktilah ponsel di genggamanya memang ber-merk tapi jauh sekali dengan kepunyaanya. Mana karet pelindungnya micky mouse berwarna pink. Haah pasti pemiliknya makhluk berjenis kelamin perempuan. Tebaknya.

“Buka – buka –“ Terdengar suara parau di dalam ruangan itu. Menarik perhatian gendang telinga pemuda itu untuk mendengarnya.
“Masa ada hantu siang bolong begini. Hiiy” Pemuda itu bergidik ngeri lantas mulai melangkah lagi menjauh dari koridor. Langkahnya kembali terhenti ketika suara parau itu terdengar –lagi- bahkan jelas sekali. Ia melirik ke arah pintu gudang, dan entah kenapa Hati kecilnya menyerukan perintah agar pemuda itu membukanya.
Sedikit menimbang-nimbang dengan gerak cepat ia memutar kunci yang bergantung dari luar dan sedikit mendorong pintu itu hingga menimbulkan bunyi denyit dan terbuka leluasa.

Tubuhnya tersentak mendapati seorang Gadis lengkap dengan seragam SMA valleys terkulai lemas di hadapanya. Ia membenahkan posisinya sedikit berjongkok dan menyentuh bahu gadis itu.

“Hei elo ngapain disi–“ Ia menggantung kalimatnya menyadari siapa Gadis yang terkulai di hadapanya.
“Si katrok” Lanjutnya.

Tanpa babibubebo Pemuda itu membopong gadis di pangkuanya keluar ruangan.

**


Shilla membuka matanya perlahan. Masih samar-samar ia memfokuskan matanya pada sekeliling ruangan.
“Non udah sadar?” Tanya lembut seorang wanita paruh baya di samping kirinya.
Shilla melirik cepat. “Ah? Saya dimana?” Timpalnya.
Wanita paruh baya bertubuh gemuk yang sepertinya seorang pembantu itu melayangkan senyum ke arah Shilla.

“Non ada di rumah keluarga Haling. Tadi Den Rio yang bawa Non kesini, kayaknya khawatir banget Non.” Jelas wanita itu antusias sambil meraih segelas air putih dan menyodorkanya ke arah Shilla.
Shilla yang belum begitu mengerti hanya mengernyitkan dahi seraya meneguk sedikit-sedikit air putih di dalam gelas di genggamanya. “Den Rio?” gumamnya.

“Ehm. Elo udah sadar? Baguslah. Kalo gitu elo gak perlu lama-lama di rumah gue.” Ujar seorang Pemuda di ujung pintu sambil menyenderkan punggung datarnya pada batas dinding.

“Heh el? Um maksudnya Kak Rio” Shilla membulatkan suaranya. Astaga jadi ini rumahnya dia.

“Kenapa sama gue?” Tanyanya dingin. Shilla menggeleng dua kali. “Bilang kalo udah enakan. Biar lo di anterin pulang.” Lanjutnya tetap dingin dan berlalu meninggalkan ruangan.

“Em, Non Bibi ke dapur dulu yah, masih banyak kerjaan. Non istirahat aja dulu. Kalo ada perlu panggil bibi aja ya” Kata wanita itu. Shilla menyahut dengan senyuman dan mengangguk dua kali.
Tubuh wanita paruh baya itu sudah hilang di balik pintu jati. Shilla menekuk wajahnya.
“Mimpi apa gue di tolongin dia.” Batinya.

**
Shilla berjalan gontai ke lantai bawah. Hatinya mendengus kesal karena sedari tadi sudah dua  tangga yang ia turuni nyatanya belum juga ia temui dasar dari rumah bertingkat entah berapa ini. Gila ni rumah bikin gue olah raga paksaan. Batin shilla.

“Lo udah baikan?” Shilla melirik ke arah jarum jam 9. Lagi-lagi pemuda itu di temuinya. Dari nadanya bertanya saja Shilla sudah merasakan aura penolakan dari Pemuda itu, lantas kenapa ia menolongnya? Di bawa ke rumahnya lagi.

“Iya. Kenapa Kak? Elo gak suka gue disini? Gue mau pulang kok.” ketus Shilla dan berjalan ke sembarang arah.
“Ngapain Lo kesitu? Mau mandi di kamar atas aja bego” Celetuknya. Shilla tercengang merutuki dirinya yang sok tahu. Ngapain juga dia jalan ke sembarang arah kayak udah tau ruangan ini aja. Shilla masih mempertahankan citra dirinya dan melirik tak acuh pada Rio.
“Iya. Lagian yang di atas airnya mati” Bodoh. Lagi-lagi alasan yang tak masuk akal di lontarakan mulutnya. Aduh bisa di lahap habis-habis sama Rio dia.

“Dasar katrok.”Komentar Rio. Shilla masih mematung di tempatnya hingga kini Rio berjalan mendekat. Ia meraih pergelangan tangan kiri Shilla dengan paksa.

Clek.
Rio membuka pintu utama dan mendorong kecil tubuh langsing Shilla dari belakang.
“Sono lo. Katanya mau pulang” Perintah Rio tegas, tandas.
Shilla membalikan tubuhnya dan melayangkan tatapan tanya pada Rio. Beneran deh masa dia di suruh pulang di tempat asing ini? Gak berprikemanusiaan banget nih cowok. Dumel Shilla dalam hati.
“Sana gak usah lama-lama. Ngotorin istana gue aja” Shilla melengos meninggalkan Rio yang masih berdiri di belakangnya sambil melipat kedua tanganya di depan dada. Raut wajahnya masih datar tanpa ekspresi. Tapi di balik itu semua, Rio bahkan tengah menyembunyikan tawa ledak yang –mungkin akan bergema melihat wajah Shilla yang nampak memelas dan bibirnya yang di majukan.

Setelah beberapa langkah menjauh dari tempat Rio berdiri. Shilla memutar tubuhnya kembali. Walaupun gue dongkol tingkat akud sama tu orang. Tapi Ayah ngajarin gue buat berterima kasih sama siapapun. Tegas Shilla dalam hati.
Shilla mulai membentuk huruf vocal a. “Makasih” ujar Shilla.

Rio mengedikan bahu dari jauh.
“Ngomong apa Lo?” Tanyanya. Shilla memutar kedua bola matanya. Hobby banget tu orang ngerjain Shilla. Dalam hatinya amat sangat dongkol. Dan ada dua kemungkinan yang tersirat. apa suaranya yang kata teman-teman cempreng itu begitu sulit menerpa gendang telinganya? Atau dia yang budek? Shilla terkekeh pelan.

“Makasih kak Rio” Ujarnya lagi. Benar kan lagi-lagi Shilla di buatnya dongkol bukanya memperhatikan Shilla yang sedang mengucapkan terima kasih. Pemuda itu malah acuh menimbang-nimbang Handphone di tangan kirinya. Ingin ia banting juga ponsel itu.

“Heh katrok. Ini ponsel punya Lo kan?” Tanya Rio sambil mengacungkan handphone di tanganya. Buru-buru Shilla membekap mulutnya dengan telapak tangan. Menyesal mengucapkan niat ingin membanting handphone itu. Itu kan miliknya.
Shilla mengukir senyum lega dan berlari kembali menuju titik Rio berdiri. Setidaknya dia bisa menghubungi orang rumah atau teman-temanya untuk menjemput.
“Yah lowbat.” Senyum Shilla luntur seketika. Rio memperhatikan wajah Shilla yang mulai berubah.
“kenapa sama hape lo? Lowbat ya? Sorry tadi gue pake main game S.Mario planet.” Akunya polos.
Shilla membelalakan matanya lebar-lebar lantas menghentakan sepatu kananya kasar.

“Elo gak usah takut gak bisa pulang kali. Tunggu disini” Tegas Rio.

Tak lama sebuah sedan metalik berwarna merah keluar dari bagasi. Sedan mekanik yang Shilla temui tempo hari saat dirinya telat ke sekolah dan kali pertamanya bertemu dengan makhluk menyebalkan itu. Shilla tersadar dari flashback di otaknya saat sebuah bunyi klakson dari mobil Rio menyelubungi indra pendengaranya.

Shilla hendak menarik ancang-ancang membuka pintu penumpang belakang. Ketika itu juga kaca tunggangan besi penumpang depan terbuka.
“Elo duduk di depan aja. Lo kira gue supir” ketus Rio.
Shilla hanya tersenyum tipis dan kini telah duduk manis di bangku penumpang depan bersama Rio yang mengalihkan kemudinya. Hey katakan sekali lagi. Rio. Er I o.

Ya Tuhan semoga ini yang pertama dan terakhir gue di temuin sama orang beku kayak dia. Shilla merapal doa dalam hati. Fokusnya masih milik gedung-gedung tinggi di luar sana yang menjadi khas kota Jakarta sebagai kota metropolitan. Rio melirik sekilas ke arah Shilla dan mengukir senyum. Meski tipis tapi artinya sangat krusial bagi pemiliknya.

**

Layaknya sungai yang mengalir teratur.
Sayap-sayap merpati yang terbang bebas.
Cinta adalah air yang mengalir, tidak berubah dan tidak berakhir.
Seperti sayap-sayap harapan yang mengudara bebas bersama pemiliknya.
Pemilik cinta. Kata suci yang menempati tahta tertinggi.


Sedan metalik milik Rio berhenti dijalan beraspal hitam di depan halaman rumah Shilla. Shilla turun dengan perasaan lega. Seulas senyum terpeta di bibir manisnya. Hingga terhenti ketika sebuah dehem membuatnya terkesiap. Hampir saja ia lupa dengan manusia yang masih duduk tegap di dalam mobil yang begitu pongah jika di lihat dari luar.
“Jangan sampe besok siswa Valleys tau Lo nginjek rumah gue. Bahkan gue anter.” Ujar Rio. Shilla hanya tersenyum tipis.
“Ngapain juga ngumbar kesengsaraan seharian sama elo. Gak guna” Kilah Shilla.

“Bagus deh kalo nyadar.” Shilla menarik ujung bibirnya. Tadinya mau ngucapin makasih dengan nada lembut. Terpaksa di urungkan. Kalau pake nada otoriter lebih cocok sama dia.
“makasih” ketus Shilla.

Belum menyahut ucapan Shilla. Sedan metalik Rio dengan cepat melecit membelah jalanan. Shilla mengedarkan pandanganya. Rese sih. Tapi kayaknya dia punya kepribadian yang lebih baik. Aku shilla.


***

0 komentar:

Posting Komentar

 

Gema Aksara✎ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea