pelangi dan janji (cerpen)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar
Pelangi & janji


Ada sepasang merpati terbang meniti pelangi, ada sepasang hati terbang meniti janji.


Ketika sepasang hati terikat menjadi satu jiwa, mengusir luka, membawa cinta, ketika janji tergugus pasti akan ada waktu yang menjadi saksi.


*

Sambil berkacak pinggang, seorang remaja laki-laki dengan balutan seragam putih-abu itu menatap matahari di ufuk barat yang sudah lelah bersembunyi terkalahkan oleh sang hujan , menyongsong waktu yang kian berputar akan menjadi malam. Di temani seorang gadis berperawakan seadanya, ia terlihat begitu bahagia. Ia melangkah kembali dan duduk di samping kiri gadis itu, matanya menyusuri setiap pahatan sempurna sang pencipta alam, gadis itu- ingin sekali ia selalu bersamanya hingga akhir nanti.
“kamu sangat cantik shilla” aku rio
“ga usah gombal mario”


Sementara remaja laki-laki bernama Rio itu terkekeh sendiri, sulit sekali rasanya untuk tidak tersenyum jika sedang bersama gadis itu, gadis yang sebulan lalu berhasil merebut seonggok hatinya, yang menghipnotis kedua telaga beningnya dengan senyum sederhana. Saat hujan tiba-tiba datang bersama pasukan kristal membekukan tubuh rio yang saat itu ikut berteduh di sebuah saung kecil dekat perkebunan teh, gadis itu datang membawa sepucuk kehangatan.


“shill” gadis itu melirik cepat
“aku pengen bersama kamu cuman dua waktu, sekarang dan selamanya”


Tujuh warna sempurna terlukis di langit sana, pelangi. Sore itu baru saja langit selesai menjalankan tugasnya membasahi bumi, ketujuh warna itu tergambar indah menyapu setiap sisi awan yang kelabu, bagai rencana yang di bubuhkan tuhan untuk menyempurnakan kalimatnya tadi.

“aku janji shill, kita akan bersama selamanya”


Dua jari kelingking anak manusia itu terpaut di tengah-tengah pelangi kala hujan sore itu.



*


Ketulusan cinta sejati bukanlah di cari, tapi cobalah di resapi, di pahami dan di mengerti.


Detik kian tersaru waktu.
Tiga tahun kemudian


Waktu berjalan begitu cepat, merubah keadaan, merubah perasaan.

Bingkai kacamata melindungi kedua telaga beningnya, sepasang kaki panjang  melangkah di atas aspal yang masih basah dengan genangan air sisa hujan sore itu, tak ada hal banyak yang berubah dari penampilanya. Hanya saja ia tampak begitu dewasa di banding tiga tahun sebelumnya saat ia masih berusia 15 tahun.


“aku harus ketemu shilla” tekadnya dalam hati.




Sementara di lain tempat, seorang gadis duduk di dekat sebuah pusara, matanya berkaca-kacata, menyusuri tempat peristirahatan terakhir orang yang paling ia kasihi.
Satu tahun lalu, saat dirinya baru saja lulus di bangku SMA, kebahagiaan itu terenggut sudah ketika sang takdir meminta harta paling berharganya berpulang. Hatinya mencelos, kikuk pedih meresapi sampai tulang-belulang, ia rindu sosok itu, sosok yang selalu menjadi semangatnya, ibu.


Waktu berjalan membawa cerita, bersama roda putar waktu pada porosnya.


Sebuah rasa tergoyahkan sudah, bersama lajuardi malam ia bermimpi. Akankah kebahagiaan itu datang kembali? Tidak, maksudnya ia telah lebih bahagia dengan semua ini, hanya saja, masih ada janji yang membebani, janji bersama pelangi, di sore itu.


Shilla –gadis itu, satu bulan setelah kepergian ibunda tercintanya, ada dua malaikat yang memberi terang hidupnya, jonathan, yang tak lain adalah sahabat ibundanya semasa SMA, sahabat yang sudah ia anggap saudara, yang juga punya janji tersendiri dengan almarhum ibunda shilla, kelak jika mereka sudah memiliki keluarga masing-masing, dan lahirlah keturunan dari mereka, jika jonathan memiliki seorang putri, maka akan ia jodohkan dengan putra dari ibunda shilla, begitupun sebaliknya. Dan janji itu tergugus pasti.
Saat inilah, saat shilla tinggal menepati janji sang bunda, bagaimanapun hatinya harus bisa mengadaptasi dengan seonggok hati yang nanti akan menjadi sepasang dengan miliknya, seonggok hati milik putra tunggal jonathan.


“shilla” pekik seorang pemuda sipit
“hey”

“malam-malam di luar, masuk yu” ajaknya, shilla menggeleng pelan
“masih pengen liat bintang vin”
“cantik” pemuda itu menggenggam jemari shilla
 “besok aku bawain bintang ke hati kamu” ujarnya tulus

Angin malam melewati setiap sel tubuhnya, membekukan setiap kata yang ingin ia lontarkan, ah, pemuda ini terlalu baik untuknya, mudah sekali bukan untuk mencintainya?
Tidak, itu yang shilla rasakan, semakin pemuda itu berbuat baik padanya semakin sulit untuk shilla mencoba terbuka, singkatnya, ia tak mau jika nanti hatinya hanya pandai berbohong untuk seorang malaikat sebaik sesempurna pemuda di hadapanya.


“aku gak butuh bintangnya vin” seru shilla sambil menyebutkan potongan nama pemuda itu.
“aku cuman mau terus sama kamu di bawah cahayanya” lanjutnya, berbohong.



**

Kota jakarta mulai melakukan aktifitasnya seperti biasa, macet. Hal paling menyebalkan untuk siapapun yang sedang di kejar waktu, sama seperti yang di rasakan Rio, sudah dari 15 menit lalu rush hitamnya tak berkutik, tak tahu juga mobilnya berada di antrian keberapa, membanting stir dan menekan klakson berkali-kali pun rupanya tak menumbuhkan hasil.

“ck, sial”


‘tin tin’ lagi-keseklian kalinya suara klakson itu berbunyi tak sedikit juga para pengemudi yang geleng-geleng melihatnya.


Merasa risih, seorang pemuda sipit turun dari mobil jazz biru  yang berada tepat di depan vios hitam milik rio dan menghampirinya, hanya ingin menegur –cobalah sabar sedikit, begitu niatnya.

“maaf” ia mengetuk kaca mobil sebelah kanan milik rio.
“kenapa?”

Mata keduanya bertemu. Rio terkesiap.
“alvin!” serunya
“rio”
Dengan gerak cepat rio beralih keluar dari mobilnya dan merangkul bahu kanan alvin, yang tak lain adalah –sahabat kecil rio. Ia masih ingat betul mata sipit alvin, kulitnya yang putih seperti susu, begitu pemikirian rio kecil dulu. Dan dunia memanglah sempit. Dengan rencana tersendiri dua nyawa ini bertemu kembali di sebuah pertemuan yang tak terduga.

“lo udah pulang dari Belanda! Gila ya lo ga ngasih tau gue” Alvin meninju pelan bagian bahu kanan alvin, sedang si empunya hanya terkekeh pelan.
“maksud lo? Heh lo pikir lo siapa gue ha? Haha ” gidik Rio
“eh yo. Lo kok masih item? Makin jelek lagi”
Rio mengatup mulutnya.

‘tin tin’
Rio melirik kecil.
“eh kapan kita bisa ngobrol sambil ngopi?hehe kangen gue sama ceramah lo” tanya rio sambil sedikit-sedikit masuk ke dalam mobilnya kembali, mengingat teguran dari para pengendara di belakang kemudinya.
“nih! telfon gue ya” Alvin melempar sebuah kertas berukuran kecil ke arah rio dan segera berbalik ke arah mobilnya.


**

Di sini haru waktu memberinya jawaban.


Shilla telah berulang-ulang mengetuk pintu jati kamar seorang alvin, namun nihil tak ada sahutan, akhirnya dengan berat hati shilla membuka kenop pintu kamar dan masuk ke dalamnya.
Harum bunga lavender kamar alvin memanjakan setiap udara yang shilla hirup, tak ada kehidupan disini, kemana pemuda itu? Batin shilla. Padahal ia membawa sekotak cake hasil jerih payahnya untuk alvin cicip.

 Shilla berjalan mendekat ke arah balkon dan membuka tirai gorden abu, dan saat itu cahaya mentari menerpa setiap jengkal tubuh shilla.


drrtt drrrrt

Shilla menarik tubuhnya kembali dan berjalan ke arah bedcover alvin, ah memang pemuda itu selalu saja lupa membawa barang paling krusial yang setiap insan miliki. Ponselnya ia biarkan tergeletak tak berdaya, shilla meraih dan mengeja beberapa digit nomor di panggilan baru itu.
“angkat gak ya?” gumam shilla
“ini kan telfon buat alvin, tapi siapa tau penting, yaudah angkat deh” tambahnya dalam hati.


haloo?’

“hai vin, lemot lo lama banget angkat telfon gue”

Shilla diam mematung, entah kenapa tiba-tiba tubuhnya terpaku mendengar suara milik seseorang di ujung telefon sana.

“vin? Are you okay bro?”

‘ka kamu siapa?’

“gue mario, masa lo gak kenal hey? Terus suara lo kenapa jadi kaya cewe gitu ck”


‘rio haling?’ tiba-tiba sebuah pertanyaan terlontar dari bibir shilla tanpa perintah apa-apa.

“iya”


Tut tut tut. Shilla menekan tombol reject berwarna merah di ponsel alvin. Gadis itu tertegun, tubuhnya dingin, organ paling krusial miliknya pun terasa mencelos. Katakan ini hanya mimpi.


--

Shilla merebahkan tubuhnya di kasur, matanya sudah begitu sulit untuk membendung cairan itu untuk tidak mengalir. Namun apa daya, ia hanyalah seonggok hati yang sedang rapuh. Bahwasanya sebuah kenyataan baru saja ia dengar. Sebuah memori yang telah lama ia kubur hadir kembali di ingatanya, sebuah kenyataan bahwa janji itu telah nyata harus ia gali kembali.

“penjahat” gumam shilla di sela-sela tangisanya.


*


Rio mengatur nafasnya, lima belas menit sudah lewat dari jam yang di janjikan. Rio mengacak bagian rambut ikalnya, bosan sekali menunggu. Dan tak lama sebuah tangan kokoh meraih bahu rio.

“pyuhh sorry bro gue telat” ujarnya di sertai sengiran kuda khasnya.
“liat noh pantat gue udah jamuran nungguin elo” ketus rio
“sorry bro, tadi gue nungguin bintang gue hehe eh taunya dia udah duluan ke tempat golf”
Rio mengerutkan dahi.
“siapa yang ngasih lo bintang, gila keren”
“dia cewe gue bego” sahut alvin dan berlalu mendahului rio, sedang rio hanya menggaruk tengkuk dan mengekori alvin dari belakang.

-

“cewe lo mana vin?”

“bentar katanya dia mau kesini kok”
Rio mengangguk dan melanjutkan permainanya.

“maaf vin aku telat” ganti rio yang segera melirik ke sumber suara itu.
Gadis itu tersenyum sambil memainkan ujung rambutnya yang baru saja mendapat pujian dari pemuda di hadapnya.

Rio tersenyum masam.

“ehm” keduanya melirik cepat.

Deg. Luka hati yang menganga itu mengelupas sekejap.
Sebuah desiran berlalu di masing-masing organ krusial milik seorang pemuda dan seorang gadis. Senyum milik seorang pemuda jangkung itu terukir, senyum kepahitan.

“hay shilla”

Shilla diam mematung, tubuhnya bergetar tak karuan, matanya terasa panas. Bibirnya mengatup rapat. Dia Rio. Ejanya dalam hati.

“gue Mario, hm panggil aja rio. Lo shilla kan , calon tunanganya alvin?” belum mendapat jawaban, rio melirik ke sembarang arah dengan tak acuh. Sedang alvin hanya memutar kedua bola matanya, menepuk bahu shilla pelan. Dan tersenyum.
“aku Ashilla, calon tunanganya Alvin, mario” ujarnya dengan fasih.


*


PRAAAANG!

Pemuda itu melempar beberapa lusin barang-barang keramik ke sembarang arah, wajahnya beringas, tubuhnya sudah tak pantas di katakan –tidak apa-apa, karena memang ialah hati yang sedang kacau, gelisahnya memuncak, amarahnya tak berbendung. Para pekerja di rumah besar milik orang tuanya hanya menggeleng-geleng seraya memasang wajah cemas, iba dan khawatir terhadap tuan muda tunggal mereka.

“sudah den Rio, jika tuan haling dan nyonya tahu bagaimana”
Hanya angin lalu, begitulah setiap ucapan yang terlontar dari pembantu-pembantu di rumahnya, pemuda itu terus nampak acuh.

“diem lo semua! Atau mau gue pecat ha?”
“aarrrrrgghhh” erangnya dan berlalu meninggalkan setiap jengkal kecemasan para pembantunya.


Mario haling’s bedroom.

Message tone ponsel Rio berbunyi, pemuda itu mengarahkan dagu pada benda di atas meja panjang sana, kakinya melangkah pelan sempoyongan dan meraihnya.

From : AlvinJo
Bro. Please Tonight come to my parent’s party ya?
Dengan lincah jemarinya mengetik balasan dari pesan Alvin.

To : AlvinJo
Yeaah. Sure :)


*

Ruangan bernuansa ungu ini mengindahkan setiap pasang mata yang hadir di dalamnya. Pesta yang di adakan oleh keluarga Jonathan. Acara anniversary pernikahan orang tua Alvin yang ke 25. Rio turut di undang malam itu, mengingat ia adalah sahabat alvin, dan Haling adalah sahabat karib ayah Alvin. Haling –ayah rio.

“can you give me a drink dear?” rio menarik perhatian sepasang mata di sampingnya.
“tinggal ambil, apa susahnya” sahut seorang gadis acuh.
“gue mau lo yang ambil, shilla. Seperti lo yang udah ambil hati gue sampai saat ini” bisik rio pada telinga kanan shilla dan kemudian melangkahkan kedua kaki panjangnya perlahan. Shilla mencekalnya erat. Tubuh rio tertarik hingga tinggal berjarak beberapa senti dari titik shilla berdiri, namun dengan gerak cepat shilla segera memberi jarak antara mereka.


“jangan asal ngomong tuan muda Rio, saya tak pernah mengambil hati anda. Sedikitpun”
Rio terkekeh pelan dan menatap kedua mutiara shilla dengan tajam.
“bilang sekali lagi dan tatap mata gue nona shilla”
“i never do it” rio mendekatkan tubuhnya ke arah shilla, untung saja malam itu mereka berada di luar ruangan, tepatnya di dekat taman yang sepi di kunjungi para tamu, lampu di sana juga tak seterang di dalam ruangan, jadilah rio bisa bertingkah dengan leluasa.
“dont approach me” seru shilla. Rio semakin tertarik dengan ucapan gadis itu dan kembali mendekatkan tubuhnya hingga punggung shilla mencapai batas dinding.
“please go away from me, rio” shilla tersenyum kecut. Mulai rasa takut itu merajalela pada dirinya, menyadari tak ada jarak yang tersisa saat ini. Bahkan rio mengurung tubuh gadis itu  dengan kedua lengan kokohnya.
Rio memiringkan wajahnya, dan perlahan telunjuknya menyusuri tengkuk shilla. Sebuah desiran hangat kembali melewati setiap sel organ krusial keduanya. Hati. Bahkan shilla -gadis itu bungkam, tak berkutik sedikitpun, hanya menatap dalam dua danau milik rio. Rindu.


“gue masih sayang elo Ashilla, gue masih pegang janji kita” ujar rio dengan tulus, setulus-tulusnya tanpa kiasan kata apapun. Shilla tertegun. Sebuah kristal mulai mengalir di pelupuk matanya.

“aku gak..”


“Rio Shilla!”
Shilla mengerjap dan mendorong tubuh Rio dengan kasar, lantas berlari menuju seorang pemuda yang tengah berdiri dengan raut wajah kecewa tak jauh dari tempat keduanya tadi berdiri, sedang rio menunduk dalam-dalam, kembali ia harus menelan harapan itu bulat-bulat.

“maafin aku vin, aku...”
“ssstt” Alvin mendekatkan telunjuknya ke arah shilla tanpa sebulir ekspresi apapun.
“rio” dari jauh pemilik nama itu mengangkat wajahnya perlahan dan menatapi alvin dengan nanar, memohon ampun sedalam-dalamnya atas perilaku bodoh yang tadi ia lakukan.

“lo pulang aja” lanjut alvin dan berlalu.


*

Jika boleh ia meminta pada tuhan, detik ini ia ingin sekali mengunjungi tempat sang bunda berada. Ingin menumpahkan rasa yang merenggut kekecewaan dua nyawa sekaligus. Dan sialnya dua nyawa itu memiliki ikatan yang kuat, dan pasti saja ia akan ada sebuah kesalahan untuk jalan manapun yang nantinya ia akan pilih.

“lihatlah bunda, betapa bodoh anakmu ini, yang bahkan belum bisa menjadi apa-apa tapi telah dengan sempurna mengecewakan malaikat yang bunda titipkan” ujarnya di temani kerlap-kerlip bintang mengisyaratkan bahwa ia tengah melakukan interaksi dengan bundanya.

“bunda, shilla gak tau harus gimana.. shilla capek bund. Shilla gak mau gini bund” lanjutnya dengan isakan tangis senada dengan isi hatinya.
“kasih tau shilla bunda, jalan mana yg harus shilla pilih?”


*
Rio’s doing otp -
‘luna ?’
‘hah? Jangan ngomong sembarangan kamu’
‘haaah luna aku gak mau’
‘itu kan urusan kamu pribadi, aku juga ada masalah sama alvin’
‘ayolah lun’
‘luna?’

Rio melirik ponselnya. Ah panggilan itu terputus.
“si luna balik dari singapore? Emang bego tu cewe” gumam rio.
Sedikit tentang Luna, gadis itu adalah mantan kekasih Alvin. Sahabat rio sejak SMA. Jadilah perkenalan itu membuat sebuah hubungan yang cukup serius, hingga saat luna duduk di kelas 2 SMA hubungan itu mulai goyah, dan luna meninggalkan alvin tanpa tanda.

Sebenarnya cara yang tuhan bubuhkan untuk keempatnya sama. Ada yang di tinggalkan dan ada yang meninggalkan, dan kau akan tahu seberapa jarak bisa membuat pertahanan cinta itu dengan kuat.

“luna udah balik dari singapore” mata alvin membelalak lebar
“jangan bercanda lo yo, tau darimana lo?”
“gue kan temenya , lo lupa?” ganti alvin memandangi sosok sahabat di hadapanya.
“gue gak bisa balik ke dia, gue udah punya shilla yo”
“shilla milik gue, lo egois vin”
BUG. Sebuah tamparan mendarat di wajah rio.
“elo yang egois yo, jangan pernah lo pikir gue mainin perasaan cewe, luna itu masa lalu gue, dan shilla adalah masa depan gue, gue bakal lupain luna sejauh mungkin. Begitupun elo, lo harus bisa lupain masa lalu elo, shilla”
Manik mata rio membunuh tatapan tajam dari mata alvin, keduanya tengah di ambang emosi.
“gue bakal rebut shilla dari lo” pekik rio dan berlalu meninggalkan alvin yang masih diam mematung.

=====
Dan dengan cara tuhan, cinta itu tumbuh bersama keping-keping harapan. Bersama sisa-sisa penantian, dan dengan jalan takdir yang tuhan gariskan. Ada banyak rencana dan kita tak tau akan seperti apa setelahnya.
Begitupun dengan janji, tuhan punya rencana tersendiri. Dua takdir yang saling melengkapi.

“luna siapa vin?” shilla meraih ponsel alvin dengan –tak sopan. Pemiliknya segera berlari dan merebut dengan kasar benda miliknya di genggaman shilla, hati shilla mencelos. Pasti alvin kecewa untuk kesekian kalinya pada gadis itu, ah bodoh mengapa juga ia harus mengambil barang yang jelas-jelas bukan miliknya, tapi niatnya kan hanya ingin memberikan pada alvin, apa itu salah?

“maaf vin, aku gak maksud”
“stop bilang maaf, udah lah bukan dari siapa-siapa kok, umm kamu keluar aja shill, aku mau ganti baju” potong alvin, shilla mengangguk dan melangkahkan kakinya ke arah pintu.

“eh shill?” shilla menoleh lagi ke arah alvin yg masih membilas rambutnya dengan handuk.
“lain kali jangan ambil barang milik orang lain sembarangan, gak sopan”

-
BUG. Shilla membanting pintu jati kamarnya ia terduduk lemas, membenamkan wajahnya di antara tumpuan lengan di atas lututnya. Benar-benar sudah tak kuat dengan keadaan seperti ini, rio yang tiba-tiba hadir kembali dalam kehidupanya, dan Alvin yang jelas-jelas menjadi dingin terhadapnya.

*

Saat ini akan di temukan jawaban.

“ini luna pah. Makin cantik yah” ujar Alvin. Di sana nampak hadir kedua orang tuanya yang juga menyambut antusias gadis di samping putranya.

Di tempat yang tak jauh Shilla menunduk. Rupanya kali ini ia memang benar-benar telah salah, membuat Alvin begitu cepat melupakanya. Entah kenapa rasa kecewa itu terobati dengan rasa lega. Dan pikiranya saat ini mencetuskan nama rio. Tolong katakan sekali lagi. RIO! Tidak.

-

 Shilla berlari di antara guyuran pasukan kristal hujan sore itu. Angin menerpa kulitnya dengan kasar. Di ringkuhnya sebuah nama dalam hati kecilnya. Ia harus bertemu Rio. Harus.

Hujan itu berhenti. Menjelma menjadi langit berwarna jingga yang indah. Gadis itu menangis sekencang-kencangnya, ingin sekali meluapkan buncahan emosi yang mengganjal di hatinya.
“dasar cewe, bawaanya melow terus yah? Ckck ntar kamu sakit gimana coba”
Shilla terkesiap. Di hapusnya air mata itu dengan kasar oleh kedua telapak tanganya. Ia mencari sumber suara itu dengan cepat. Ah rio!
Dengan gerak cepat shilla menubruk tubuh pemuda di sampingnya. Ada kehangatan tulus yang terasa, ada kerinduan yang mendalam.
Rio balas merengkuh dekapan gadisnya itu, di genggamnya tangan shilla erat-erat. Katakan pada Tuhan bahwa ini memang jalanya. Shilla adalah miliknya.
“dont leave me again , rio”
“aku janji shill, janji dan janji kita akan bersama terus, maafin aku udah pernah sia-sia-in waktu kita kemaren”
Shilla menarik tubuhnya.
“janji?”
“janji” dan untuk janji ini tuhan berikan jawaban atas terpautnya dua kelingking anak manusia ini, kembali bersama pelangi. Goresan tuhan dengan tujuh warna indah. Melengkapi kisah, dua insan ini. Dengan kepastian yang terbayar sudah.


Tentang janji bersama pelangi.
 

Gema Aksara✎ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea