Sebelum
memulai kalimat untuk mereview novel ajaib ini, sekiranya saya hendak
berterimakasih kepada saudari Alipia Noor Rizki dan temannya, Rahma, karena
telah menghantarkan novel ini hingga mendarat di Purwakarta (Maaf, bahasanya
ketularan Ukun).
Okaay,
akhirnya saya menyelesaikan novel ini dalam waktu kurang dari dua hari. Ngebut,
karena benar-benar penasaran ‘isi’ sesungguhnya dari keseluruhan cerita yang
katanya –Bang Andrea Hirata bahkan membutuhkan waktu sampai enam tahun untuk
menyelesaikan novel ini (Informasi ini saya baca dari beberapa artikel di
internet).
Cerita
ini berawal dari Sabari si tokoh utama yang malang ditinggal istri (mungkin
bisa mantan istri, kita sebut saja begitu) dan seorang putra yang amat di sayanginya,
Zorro. Dalam kesendiriannya, yang hanya ditemani sepi dan seekor kucing yang
bernasib sama namun setia pada majikannya, Abu Meong. Sabari mengingat
masa-masa perjuangannya untuk mendapatkan gadis yang amat dicintainya, Marlena
Binti Markoni.
Awalnya,
terus mengikuti alur cerita yang di bab-bab awal menggambarkan tiga sudut
cerita, yang saya kira juga mungkin mereka tokoh utama, rupanya ini hanyalah
awal mula bagaimana ‘benang’ akan terus terajut hingga menjadi kain. Maksudnya,
cabang-cabang yang nantinya akan membentuk suatu cerita, di tempat yang sama
bersama si tokoh utama.
Di
bab-bab awal, menceritakan bagaimana kehidupan Sabari sebagai anak dari seorang
Ayah puitis, bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia SD yang menurunkan bakatnya
pada Sabari. Juga menceritakan kisah Amiru, yang amat menyayangi Ayah, kedua
adiknya dan Ibundanya yang sering sakit-sakitan, hingga rela bekerja paruh
waktu demi menebus radio (Mister Philips) yang digadaikan Amirza untuk biaya
rumah sakit Ibunya. Dan, di tempat lain, menceritakan bagaimana seorang Ayah
bernama Markoni yang acapkali menyesali masa lalunya karena tidak penurut
kepada orangtua, kini justru mati-matian berjuang agar anak-anaknya mengecap
bangku pendidikan agar tidak menyesal seperti dirinya, meski kadang usahanya
selalu gulung tikar (sekarang sudah sukses dengan CV Batako, terinspirasi dari
anak-anak sekolah –awalnya saya kira akan mendirikan usaha percetakan buku,
Bang Hirata justru membelokan ceritanya dan malah akhirnya unik haha). Namun
sayang seribu sayang, karena sikapnya yang keras dalam mendidik, justru anak
bungsunya yang perempuan malah menjadi pemberontak, Marlena.
Darisanalah
benang mulai terajut, Sabari dan Marlena bertemu dalam ujian masuk SMA Negeri,
Sabari jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis yang bahkan mencontek
kertas jawaban bahasa Indonesianya, lalu meninggalkan sebatang pensil sebagai
kenang-kenangan.
Dan
perjuangan Sabari mengejar cinta Marlena dimulai. Saya amat kagum bagaimana
Bang Hirata benar-benar menjelaskan secara detail kehidupan SMA dengan
benih-benih cinta yang biasa terjadi di dalamnya. Sabari, meski acapkali
ditolak dan tidak pernah diacuhkan oleh Lena, tidak pantang menyerah, ia terus
berusaha menarik perhatian Lena dengan selalu mengiriminya puisi-puisi dan ia juga
selalu berusaha berjuang menjadi orang hebat dengan mengikuti berbagai demi
mencuri perhatian Lena, meski juga tak kunjung ia dapatkan hingga mereka tamat
SMA.
Ini
adalah bagian yang paling saya suka, sampai ketawa bacanya. Ketika Sabari ikut-ikutan melakukan segala sesuatu
yang Lena suka. Seperti berkirim surat dengan sahabat Pena.
Bang
Hirata juga banyak menyelipkan humor dalam novel ini, terutama pada tiga karakter
Ukun, Tamat dan Toharun yang didedikasikan sebagai sahabat Sabari yang banyak
membantu.
Singkat
cerita, setelah tamat SMA Sabari bekerja di Tanjong Pandan bersama dua kawannya
Ukun dan Tamat. Namun tak lama ia memiliki rencana untuk pindah bekerja ke
Belantik demi mengejar Lenanya. Disana ia bekerja di Pabrik Batako milik
Markoni, bos keras yang sangat disiplin sekaligus Ayah Lena.
Sama
seperti di SMA, perjuangannya berlanjut, ia terus mencuri perhatian Lena dan
berjuta-juta kali juga gadis itu menolaknya, Sabari tidak menyerah. Sampai
suatu hari, adalah sebuah kecelakaan yang mengharuskan Lena segera bersuami,
karena wanita itu memang terkenal sering banyak main dengan lelaki, Sabari yang
mendengar kabar itu juga berani berkorban untuk Lena, ia akhirnya menikah setelah
mendapat restu dari Markoni, walaupun terpaksa karena untuk menutupi aib
keluarganya.
Rumah
tangga yang dijalani Sabari tidak pernah bisa dikatakan seperti rumah tangga
pada umumnya. Marlena bahkan jarang pulang. Namun sejak kehadiran Zorro, orbit
hidup Sabari berpindah kepada putra kesayangannya. Ia rela berhenti bekerja
hanya demi merawat Zorro seorang diri.
Singkat
cerita, setelah pernikahannya kandas di meja sidang, Marlena membawa Zorro
pergi dan hal itu menyebabkan hidup Sabari berubah total. Hidup Sabari menjadi
berantakan. Tidak memiliki pekerjaan, meninggalkan rumah dan hidup di jalan ke
jalan hanya demi mencari anaknya. Marlena sendiri hidupnya nomaden, dan sering
menikah-cerai. Sedangkan Zorro tumbuh dari waktu ke waktu, kenangan masa
kecilnya perlahan memudar dan hanya menyisakan ingatan tentang seseorang yang
bahkan hanya mampu ia dekap lewat sehelai baju lusuh.
Hal
itu pula yang akhirnya mengetuk hati Ukun dan Tamat sehingga mereka berniat
mencari Marlena dan Zorro demi sahabatnya. Perjalanan panjang sebagai misi
pencarian dimulai. Saya benar-benar menikmati bab-bab terakhir ini. Tertawa,
terharu, dan greget di waktu yang
bersamaan. Bang Hirata sangat apik dalam menyusun setiap alur. Meski di bab-bab
akhir masih sedikit bingung dengan tokoh lain yang diceritakan (Amiru) dan
disini saya mulai mengerti. Akhirnya Ukun dan Tamat menuju tempat pencarian
terakhir, setelah banyak bertemu dengan orang-orang yang terikat benang dengan
Marlena. Di Singkep, pencarian itu menemukan hasil.
Unpredicted,
saya gak mengira ternyata Amiru adalah Zorro. Saya terpukau dengan bagaimana
cara Bang Hirata menyusun puzzle sedikit demi sedikit. Baru saya sadar, ketika
di bagian cerita Marlena mendaftaran Zorro ke sekolah, dan nama asli Zorro
berawalan hurup depan A.
Ya,
benar-benar novel yang luar biasa. Saya kehabisan kata-kata. Bahkan rasanya sulit
menulis review ini. Ceritanya benar-benar alami. Kalimat-kalimatnya mudah
dimengerti. Dua jempol untuk novel ini.
Dan
untuk teman-teman yang belum membaca, saya rekomendasi untuk segera membaca!
Kulalui sungai
yang berliku
Jalan panjang
sejauh pandang
Debur ombak yang
menerjang
Kukejar bayangan
sayap elang
Di situlah
kutemukan jejak-jejak untuk pulang
Ayahku, kini aku
telah pulang
Ayahku,
lihatlah, aku sudah pulang
-Zorro
Salam
hakunanitata!❥
Regard,
@nitajulio_
Saya masih bingung ttg tokoh amirza.siapa sebenarnya dy?
BalasHapusAmirza itu suami terakhir Marlena, karena dalam novel diceritakan Marlena beberapa kali menikah. Jadi bisa dibilang ayah tiri Zorro/Amiru.
HapusAyah biologis Zorro/Amiru itu siapa ya?
BalasHapusBogel Leboi yang tampan tapi bergajulan?
Tidak dibahas ya? Atau disorientasi ya saking banyaknya Marlena berhubungan, jadi gak tau benih dari lelaki mana yang jadi Zorro/Amiru.
Ampun ah, saya sampai bolak balik baca, ternyata Amiru alias Zorro usia 11 tahun dan ibunya yang sakit-sakitan, Amirza, Amirta, Amirna, tinggal di Dabo, Singkep, Kepulauan Riau.
Dan novel ini ternyata seperti yang dikisahkan Amiru kepada Ikal waktu ia bertugas sebagai tukang sortir kartu pos di Bogor.
Andrea Hirata ... Novel Ayah ini sedikit mengobati kekecewaan sewaktu membaca Maryamah Karpov.