Mendung itu.. (juga kian tak terbaca)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar

Mendung itu, juga kian tak terbaca..

**
Hai..
Mengapa kamu terus menjadi candu bagiku?
Aku kira, seusai kamu merajut jarak dariku itu akan menjadi halau.
Ternyata tidak ya..
Kamu, malah terus berdawai dipikiranku, bahkan hatiku.
Dan, rasa itu terus mendorongku untuk bisa menggapaimu..
Mencari titik dimana kamu berada, hingga aku menemukan potongan puzzle yang malah membuat gemuruh di dadaku bergolak, tak tenang.
Sudahkah kamu membaca mendung itu?

**

Kanaya bergerak pelan, mencari titik nyaman agar duduknya tak lagi menimbulkan gemuruh tak beraturan di dadanya, potongan puzzle yang harus segera dibacanya, agar organ bernama hati itu tidak lagi berdenyut penasaran.

Ia tetap memberi fokus pada layar monitor di hadapanya. Menggerakan mouse hingga tampilan dilayar itu bergerak silih bergantian menampilkan deretan kalimat yang berbeda. Pekerjaan rutin yang kembali ia jalani setelah ia memutuskan me-non-aktifkan akun facebook-nya.

Rupanya, perjuanganya cukup sia-sia..
Nyatanya nama lain itu juga menghuni salah satu jejaring sosial favoritnya. Hhh.. ia menghela nafas berat. Harusnya.. ia tak melakukan ini. Ya, harusnya. "Harusnya" yang hanya berkata di pikiranya, tidak dihatinya, karna pada kenyataan yang berbeda, hatinya malah menguasai pikiran, untuk terus mencari sebuah nama, melihatnya, kemudian menemukan puzzle-puzzle itu.

Ia tak paham mengapa laki-laki yang tak pernah ia duga dihidupnya menjadi sepenting ini, seakan pekerjaan rutin mencari nama itu (walaupun hanya dibalik layar monitor) menjadi kewajiban. Dan, jika sehari saja ia tidak melakukanya, ia merasa akan mati karena tak menemukan oksigen.

Kanaya tidak mengerti, mengapa pemuda itu terus menjadi candu, yang harus setiap saat diburu. Kanaya juga tidak mengerti, mengapa cinta begitu membuatnya semrawut seperti ini.


**

Ternyata, pemuda itu piawai memainkan nada-nada berbeda di pikiran Kanaya. Sebentar-sebentar, ia memainkan nada mengganggu yang kemudian Kanaya tepis, namun disaat yang berbeda ia malah memainkan nada lain, membentuk sebuah melodi yang kini terus mengalun ceria di pikiran Kanaya. Kanaya seperti anak kecil yang bingung menentukan arah kemana ia akan pergi atau terus berlari. Ia seperti dikepung dengan banyak kenyataan dan pilihan yang terus berakar hingga pemiliknya sendiri yang hanya mampu memutuskan.

Hhh, Kanya mendesah lagi. haruskah ia berjuang lagi? dengan segala keabsurdan tentang pilihan hati? Namun, kebimbanganya kini hanya satu, mendung itu.... puzzle-puzzle yang terus mengganggu. Jadi, telahkah pemilik hatinya jatuh cinta?

Virus merah jambu. Tiga suku kata dari potongan puzzle lainya yang menari-nari dipikiran Kanaya. Karena potongan puzzle itu adalah pertanda, bendera, dan fakta bahwa pemilik hatinya sudah tidak di titik yang sama. Ia hendak terbang, menghempaskan segala pendirianya, melonggarkan setiap inci suku kata keyakinanya tentang cinta selama ini, yang Kanaya kagumi. Ia akan segera berubah. Setelah ini.

**

Namun senyumu tetap mengikuti.

Senyum. Senyum. Senyum. Senyum siapa sih yang dia maksud? Sebegitu berartikah senyum itu hingga akan membobrokan pendirianmu, ha? Akankah sosokmu hilang dibalik lembaran baru hidupmu? Akankah kamu mengendurkan setiap kekagumanku?

Potongan puzzle baru. Membuat Kanaya terus merana. Ia tidak ingin memperdulikan itu, tapi...hatinya menentang hebat. Ia terus memerintah dengan seenaknya pada Kanaya, jika otaknya lebih pintar untuk mengendalikan organ tubuhnya yang bernama hati, pasti akan ia lakukan. Melupakan pemuda dan puzzle-puzzle nya yang ia sematkan.

Sudahlah...
Kanaya lelah, ia ingin hidup sesederhana saja, tanpa bayang-bayang pemuda itu. Jika pemuda itu saja bisa melelehkan pendirianya sendiri, mengapa tidak untuk Kanaya?

“My heart still has feeling for you, even if you never know what the feeling about....”

Love.

**

Mendung itu... hanyalah perasaan duka yang menyelimuti Kanaya. Perasaan takut kehilangan. Yang terus bertunas hingga akan tida saatnya benteng itu membentang. Toh, pemuda itu takkan pernah tahu mendung yang Kanaya titipkan lewat setiap benda hitam gendut yang terus berarak di cakrawala. Mendung itu juga, kian tak terbaca bukan? Sarat kekhawatiran iu tak berarti apa-apa. Karena bagi pemuda itu, mungkin sosok Kanaya bukanlah siapa-siapa. Hanya segelintir makhluk kecil yang terus ingin menggenggam potongan namanya. Hingga, pemuda itu pun tak akan peka, selama ini dirinya terus menulis cerita di hati yang tak ia sangka. Dan sampai pada akhirnya ia akan kehilangan hati yang benar-benar menobatkan diri menjadi miliknya, yang tulus menyodorkanya tanpa meminta balasan apa-apa. Hati milik Kanaya.

Mendung itu.... isyarat ketakutan..
Yang tidak berarti apa-apa.

“Pada akhirnya, aku memilih (lagi) diam sebagai penawar satu-satunya, ketika tak ada satu hati pun yang memberitahu apa obatnya. Karena ombak kemarin dan kelabu kini juga tak turut terbaca oleh sepasang matamu. Jika memang aku boleh menjadi tulang rusukmu, takkan pernah ku coba-coba pasangkan atau bahkan ku pinjamkan pada orang lain, demi menjaga keutuhanya untukmu. Ka, jika aku boleh lancang memberitahu, aku akan berkata; aku benar-benar mantap memilihmu, walau kamu tidak pernah sudi memilihku,” –Kay

Untaian kata tak bermakna.

Fyi: Puzzle yang aku maksud di atas adalah berupa potongan-potongan tweet miliknya.
 

Gema Aksara✎ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea