Kotak (cerpen)
Oleh: Nita J.
Siang itu, setelah
empat tahun kita berjauhan karena jarak semesta, kamu kembali dari Oxford,
membawa gelar magister dan kemapanan yang telah kamu janjikan. Dengan smirk andalan yang biasa kamu tunjukan,
kamu melemparkan sebuah kotak beludru warna merah kepadaku, aku spontan
menangkap kotak kecil itu, tanpa memprediksi maksud lain di balik semua ini.
Diam-diam, aku
mengamati kotak kecil itu penuh dengan minat. Lantas, sesuatu menyelinap tanpa
permisi, suatu kemungkinan yang aku simpulkan dari kotak yang kamu lempar ini.
Namun, aku berpikir dua kali, apa kamu benar melamarku dengan cara tidak masuk
akal seperti ini? Melempar kotak beludru itu tak kenal ragu, tanpa adegan
layaknya roman picisan sama sekali?
Aku mengerling.
Lalu, kamu menghampiri.
Mengambil kembali kotak beludru yang kamu lempar tadi. Kamu membukanya di
depanku, sementara aku menunggu detik-detik itu dengan penuh ambigu.
Kotak beludru warna
merah itu telah kamu buka sepenuhnya. Namun, aku tidak menemukan apa-apa. Kotak
itu kosong, benda berkilau yang seharusnya tersemat di sana tidak ada. Jelas
tidak ADA, aku melihatnya dengan dua mata. Lantas, aku semakin yakin pada
kesimpulan yang kedua, kamu hanya bermain-main saja.
Kamu menunduk,
sepersekian detik dengan ekspresi yang tidak aku pahami. Kemudian, kamu
menyelami saku jasmu, mengeluarkan sesuatu. Itu adalah sebuah kotak yang
berbeda, lebih besar dari si kotak beludru wana merah menyebalkan yang sebelumnya
membawa harapan. Sebuah kotak pensil.
Oh! Kamu melempar kotak
pensil itu, sebuah adegan melempar yang sama kembali kepadaku, dan aku spontan
menangkapnya untuk yang kedua kali.
Aku bergeming, tidak
berminat membuka kotak pensil yang kamu beri –Maaf bold, – lempar tadi. Namun, kamu yang berdiri
setengah meter di depanku, memerintah agar aku membukanya, mengeluarkan mungkin
sebuah pensil dan balpoin dari sana.
Dugaanku benar, di
dalamnya ada sebuah pensil dan sebuah balpoin, lalu terselip secarik kertas
yang sudah dilipat sedemikian rupa. Aku mengeluarkan semuanya, si pensil, si balpoin
dan si kertas, kamu memerintahku untuk membacanya. Sebuah tulisan tangan yang
aku kenali, menyemut rapi di atas kertas tadi.
Jika
pensil dan balpoin identik dengan belajar. Maka belajarlah untuk menjadi
istriku. Maukah kamu?
Laki-laki
yang menunggu jawabanmu, - K.
Satu detik kemudian aku
mengerti. Senyumku terukir dengan sendiri.
…………
……………..
Balpoin itu tergerak
oleh jemariku.
Aku menuliskan sesuatu,
di bawah tulisan tanganmu. Jawabanku.
“I will.”
**
And the question after
this story is:
What about –propose
marriage- you want to get?
Hihi flash fiction yang saya tulis di rabu
berhujan, efek galau karena novel belum mendarat juga di rumah (Please dude,
saya ingin segera berpetualang dengan Alfa-nya Mbak Dee). Can’t imagine, hanya sebuah kata ‘kotak’ yang terlintas begitu saja
akhirnya bisa berakar menjadi sebuah cerita. Saya memang gila, selalu ingin
menuliskan apa saja yang menyelinap di benak saya. And u can see the result of! Selamat datang di dunia pena Nita.
Ps 1: inisial K di sana
bukan kode atau inisial nama cowok yang aku suka ya, itu original ceritanya
inisial si tokoh cowok. Oke ini gak penting.
NB: Doakan ya, dua flash fiction saya sedang berjuang
bersama karya-karya ajaib dari teman-teman lainnya di project Diva Press-Titik
Temu dan Pena Meta Kata
Wish
of the week: semoga Nita mempunyai kekuatan super
seperti Elektra Wijaya. (the most
favorite character in supernova-
keping petir)
Enjoy it readdarlings!
Salam hakunanitata!❥
![]() |
Btw ini ambil dari film favoritku First kiss (Thai Movie) |