31012012-anniv2RISEDTBR♥

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar

For the first i’ll say :

HAPPY ANNIVERSARY 2ND RiSE INDONESIA.
HOPE US WILL BE BETTER THAN BEFORE,  MORE  COMPACT , CREATIVE AND KEEP TOGETHER :D

Sebelumnya gue mau ucapin selamat hari menetas sodara-sodara sebangsaku. Gak kerasa yah sekarang udah dua tahun kita bernaung dalam satu komunitas, dalam satu kelompok dan satu kebersamaan.

RiSE, merupakan empat huruf yang merangkai menjadi kata ‘RISE’ yang memiliki arti luar biasa.
Satu komunitas kecil dan sederhana.  Gak ada yang bisa aku katakan lagi buat mereka.
Mereka itu the best, luar biasa dan semuanya!
See ? dua tahun kami bertahan buat Rio, dua tahun kami lalui bersama-sama tanpa pandang bulu, tanpa melirik perbedaan. Kami lalui dengan kebersamaan dan harapan.
Mungkin sebagian besar dari kami adalah remaja, yang mungkin jika orang-orang menilai disana, komunitas kita yang beranggotakan anak-anak seumuran labil seperti kita hanya main-main, itu salah besar.
Justru itu menjadikan kami lebih dewasa, belajar saling memahami, belajar arti ketulusan dan semuanya.

Gue tahu dan sadar. Mungkin gue gak terlalu pantas jadi seorang fans, you could quite interest? Gue selama ini belum pernah ketemu Rio sekalipun. Miris kan? Banyak teman-teman gue yang selalu mojokin, yang ngeraguin, yang bikin gue down.
Mereka selalu bilang ke gue, apa gue gak pernah bosen jadi RISE? Apa gue gak cape idolain seorang anak yang bahkan satu tahun lebih muda dari gue? Toh gue belum pernah ketemu, apa yang mesti di pertahanin.
Berkali-kali gue suka renungin, apa semua yang mereka bilang bener?
Gue selalu korbanin dan relain apapun demi Rio dan Rise, terus apa gue dapet kepuasaan dari itu semua? Jawabanya enggak.
Tapi gue pikir, semua itu gak ada hubunganya dan gak perlu jadi alesan gue buat berhenti.

Gue emang belum bisa jadi RISE yang sempurna, belum bisa ngasih yang terbaik buat Rio. Tapi gue punya rasa sayang, gue punya benteng pertahanan buat Rio. Gue akan terus ngasih yang terbaik dan paling baik, gue gak akan berhenti support dia, gue gak akan lelah galau-in dia. Sekalipun dia gak pernah tau dan gak pernah kenal gue.

Satu kebanggaan itu bukan saat kita jadi pemenang, tapi saat kita udah berhasil. Dan gue beserta teman-teman RISE lain udah berhasil. Kita bisa bertahan selama dua tahun, bisa bertahan menjaga benteng kokoh yang mengapit kebersamaan.

Saat langkah membawamu terjatuh ke dalam jurang
Serukan namaku dan aku akan datang..
Saat kau lelah berpetualang
Sebut namaku dan aku akan mengajakmu terbang...

RISE, secuil kata yang bisa aku katakan, segenggam harapan yang bisa aku ucapkan. Sebait doa yang bisa aku persembahkan, serukan kebersamaan bersama sayap-sayap kemenangan.

Biarkanlah kenangan menjadi tonggak awal yang lebih indah, teruslah menjadi RISE yang selalu bisa membuat Rio bangga. Jadikan cacian sebagai pujian terhadap kita.
Kita adalah tiang penyangga untuk Rio, jika kita putus dan roboh. Takkan ada lagi penyangga untuk Rio. Jadi berilah yang terbaik untuk Rio.
Tunjukkan pada mereka jika kita bisa, tunjukan pada mereka jika kita mampu!
Happy anniversary 2nd RISE.
31-01-2012

Dan untuk yang paling spesial :
@riostevadit
@Rise_purwakarta 
RISE INDONESIA
Makasih udah mau kenal aku {{}}
#Anniv2RISEDTBR ! Dare to be Rise!
 Torang samua basudara iyo to iyo to iyo to :)

Purwakarta , Senin, 30 januari
Oleh : Nita Jsukandar putri

liefde (prolog)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar
what the ??


**

Sorot mata tajam milik Rio, di fokuskan pada gadis berkuncir kuda yang mulai berjalan mendekat ke arahnya berdiri bersama teman-temanya. Perlu di ingat tatapan tajam milik Rio kepada gadis itu bukan karena hal memuja. Justru berbanding sebaliknya, ada kebencian tak bermakna hingga saat ini. Kebencian tanpa alasan yang tandas pasti.
Rio menenggelamkan tanganya pada saku celana. Menyungkingkan senyum kecut saat gadis itu justru semakin dekat. Hingga akhirnya Rio membuka suara.
“Gue gak yakin elo bakal bertahan lawan, Gue.” Katanya. Merasa menjadi orang yang di maksud, gadis itu menoleh serta menghujam Rio dengan kedua bening hitamnya. Bahkan lebih tajam.
“Mungkin elo salah orang. Ops tapi yang lewat sini Cuma gue, ya? Dan kalo gak keberatan gue kepedean. Orang yang lo maksud bukan gue kan?” timpalnya. Rio menggeleng keras.
“oh bukan-bukan. Tentu bukan lo nona Ashilla Zahrantiara.”
“Bagus deh. Lo masih bisa ngatur mulut lo buat berucap. Karena gue-“ Gadis itu menunjuk dirinya. “Gak Cuma bakal bertahan. Tapi bakal ngelawan elo, Mario.” Gadis itu pun mendaratkan telunjuknya pada dada bidang Rio.


Seisi koridor yang menonton aksi keduanya hanya menahan nafas, ada pula yang mencengkram seragam atau rok-nya demi menahan ketegangan. Ya, siapa yang tidak kenal mereka berdua. Bahkan seperti sarapan yang wajib di santap oleh penghuni SMA Dwi Martha SBI setiap harinya. Si Raja rumus dan si Nona teori.

**

“Shill, gue denger lo berantem lagi ya sama Rio?” tanya Sivia –teman sebangku Shilla- hati-hati. Shilla mengatur nafasnya yang masih memburu dan mengukir senyum ke arah sahabatnya itu.
“Gue gak apa-apa kok, Vi. Kayak elo gak tau aja deh. Pemandangan biasa kan?” Shilla terkekeh di ujung kalimatnya. Sementara Sivia menggigit bawah bibirnya. Sebenarnya ada hal yang ingin ia katakan. Dan ini sangat krusial, tapi-tapi, apa ini waktu yang pas? Batinya.
“Shill –“ panggil Sivia. “Hm, kenapa sih Vi? Lo kok kaya tegang gitu. Ada yang salah sama gue?”
Sivia menarik nafas dalam. “Gue gak yakin kita masuk kelas ini, Shill.” Kata Sivia.
“Kenapa sih Vi? Ini tuh XI MIPA 1. Kelas dambaan lo sama gue kan? Lagian ini tahun ajaran baru, kok lo kecut begitu. Senyum dong. senyum-senyum cantiikuu” Hibur Shilla. Gadis itu melanjutkan aktifitasnya dengan mempersiapkan alat tulis di atas meja lipat yang terhubung langsung dengan bangkunya.

“Kita sekelas lagi sama Rio, Shill.” Kata Sivia hati-hati.

Takut jika Shilla akan mengeluarkan jurus beringasnya ketika di landa kekagetan. Apalagi pasti sekarang telinganya panas. Spot jantungnya bekerja tak beraturan. Bisa terlihat dari wajahnya yang mulai merah padam juga aksi tanganya yang meremas sebuah tinta penghapus pena tanpa rasa iba.
Sivia menggerutu menyesal. Ngapain juga dia ngasih tau Shilla. Tapi kalau engga, nanti jam istirahat dirinya pula yang akan menerima bertubi-tubi serangan dari sahabat kentalnya itu. Shilla membelalakkan matanya lebar-lebar ke arah Sivia, yang sudah membentuk dua jarinya menjadi huruf V. Di hempaskanya tubuh langsingnya ke belakang. Neraka! Kurang cukup satu tahun sama Rio? Batinya dongkol.

**

Jam pelajaran pertama belum begitu menantang bagi Shilla, maupun Rio. Dua pemilik otak jenius di sekolah ini. Sepasang remaja putra dan putri yang langganan olimpiade mewakili sekolah, dan pulang membawa piala. Rio yang sangat pandai dalam materi proses hitung menghitung, atau Shilla yang paling handal menghapal teori dan pandai dalam praktikum. Sebenaranya keduanya saling melengkapi. Tapi apa jadinya dengan mereka?

Keduanya seperti kutub yang berlawanan. Dan dengan sifat keegosian mereka sendiri dengan caranya yang di sadari, mereka telah membunuh sebuah perasaan yang kasat mata. Sebuah perasaan yang Tuhan titipkan demi mempertahankan gengsi dan gelar permusuhan abadi.

Seberapa lama kah mereka akan terus berlawanan? Atau akankah sebuah Cinta hadir menjadi benteng di antara keduanya? Akan kah mereka bersatu?
Hanya dari masa lalu lah kalian akan temukan jawaban.

Cast :
• Mario stevano aditya haling
 Nama panggilanya Rio. Ketua eskul seni dan kapten tim basket sekolah. Fisiknya yang memang menjadi senjata utama untuk menaklukan setiap pasang mata.  Pintar, tampan, kaya, keren dan teman-temanya di mana-mana. Namun hanya satu yang tak hinggap di hatinya. Cinta. Karena cintanya memang masih senyum  polos milik gadis itu, gadis masa lalunya.

• Ashilla zahrantiara
Shilla. Biasa seperti itulah teman-temanya memanggil. Gadis berkulit putih, tinggi dan langsing ini termasuk gadis paling di incar di sekolah. Sering jadi bahan gosip karena teman laki-lakinya di mana-mana. Gadis ramah, cantik, pintar dan ketua Osis. Rival dari pemuda yang menyandang gelar the most wanted boy di sekolah. Dan memiliki masa lalu yang tak bisa di tebak. Tentang cinta pertamanya.

• Alvin jhonatan sindunata
Prince charming SMA Dwi Martha. Ketua eskul photography yang juga seorang wakil ketua osis dan cucu dari bapak kepala sekolah. Sikapnya yang ramah dan mudah bergaul, tidak memandang teman. Salah satu teman laki-laki yang paling dekat dengan Shilla, dan kerap kali jadi bahan gosip kaum hawa.

• Sivia Azizah
Cantik dan sederhana. Sahabat kental Shilla. Gadis yang memiliki kepribadian nano-nano yang juga penganggum sang wakil ketua Osis. Namun di kuburnya perasaan itu dalam-dalam demi menjaga persahabatanya dengan Shilla. Yang juga menyukai tokoh yang sama.

Other cast :
• Gabriel stevent
• Alyssa saufika
• dll 

follow me @nittaaw :) 

you and the rain (cerpen)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar
Jika sebuah rasa terkuak di antara kesunyian, maka rasakan itu perlahan.


**



Jika di bilang pagi, maka katakanlah iya. Bahkan untuk seorang mario aditya. 06.10 , right? Pagi sekali bukan?
Pemuda itu berkacak pinggang, ia menengadah ke awan. Ah yang benar saja, cuaca akhir-akhir ini labil sekali. Batinya.
Perlahan butriran-butiran kristal itu berjatuhan tepat pada panggal kepalanya, pemuda itu berlari kecil menyusuri koridor utama setelah ia bergegas pergi dari tempatnya mempakirkan si cagiva hitam kesayangan. Ia berkacak pinggang di lihatnya wajah-wajah setiap siswa asing –yang tak di kenalnya- berjalan bergantian melewati koridor tempatnya berdiri.


“seenggaknya gue gak gaduh sama teriakan cewe-cewe gila, ada untungnya juga gue datang pagi ckck” ia mendesah pelan.


“hei gadis-gadis mario aditya ada disini” teriaknya menyusun kegaduhan di setiap sudut koridor.
“tak ada siapa-siapa yah? Tak beruntunglah kalian hari ini” lanjutnya sambil terkekeh pelan.
Pemuda bergigi gingsul itu menoleh diiringi seringai kecil di bibirnya, mulutnya mengatup seketika , ia mengerutkan dahi lalu menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
Lantas pemuda itu berjalan dengan kesepuluh jemarinya berada dalam saku celana. Seperti biasa gaya andalanya yang selalu membuat setiap hawa luluh.


“lagi ngapain lo disitu?” ganti mata pemuda itu menatapi seorang gadis berambut hitam sedikit ikal yang sedang duduk sambil memainkan cipratan air yang turun di sela-sela langit mendung pagi itu.
“lagi main air” jawabnya masih belum berpindah posisisi, rio mendesah pelan sambil mengikuti gerakan jemari si gadis.
“ntar baju lo basah, Mau? ckck”
Gadis itu menghentikan aktifitasnya dan catat setelah ini. Ya gadis itu hanya melirik sekilas ke arah rio lantas melengos pergi  meninggalkan seorang pemuda yang masih diam mematung di tempatnya, detik kedua ganti riolah yang menganga.



*
“gue yakin dia cewe yang beda meeeen”
“yakin banget sih lo” sahut Gabriel –sahabatnya
“iya lah, secara seorang cassanova kaya gue yang bahkan cuman beberapa jarak deket sama dia. Dan hey, dia gak respon apa-apa bro! Ckck” gabriel menyeringai kecil di ujung kalimat Rio.
"so? are you seriously want to know about her more?“ rio mengangguk mantap.
“yes, i do”


-

Jika diam adalah jawaban, kan kucari pertanyaan untuknya.


Rio , pemuda itu menyusuri setiap jajaran kelas X di lantai ke koridor paling atas di lantai 3, matanya menyapu setiap siswi yang tak lengang di hadap maupun sampingnya, tiba di kelas paling ujung X5 tak ia temukan juga tanda-tanda seseorang yang di maksud. Ia mendengus sebal, di perhatikanya seorang gadis berkuncir guda yang baru datang dengan tas selempengan yang bergantung di bahu kananya sambil membawa sebuah botol minum di pangkuanya.

“misi kak” ucapnya sopan, rio yang menyadari gadis itu adalah incaran mantapnya, lantas berdiri di ambang pintu sambil memamerkan deretan gigi gingsulnya yang langsung di respon dengan kerutan dahi gadis di hadapanya, heran dengan apa yang di lalukan seniornya.


“mau lewat yahh de...” rio menggantung kalimatnya dan melirik pelan-pelan ke arah seragam seorang siswi. Sedang si empunya hanya menghentakan sepatu lantas mengerucutkan bibir, gak sopan sekali kaka kelasnya ini.
“ada apa sih kak? Aku pengen lewat” ucap gadis itu pada akhirnya, di sertai sebuah nada memohon.
“bentar dulu Ashilla Zahrantiara .. wow! Nama yang cantik, kaya orangnya”
Gadis itu hanya melengos lagi begitu saja, di sertai tatapan tak wajar dari teman-temanya.


Hari kulewati, dengan senyumanmu.. eh gadisku.

Rio –pemuda itu memilih duduk di balkon kamarnya bersama petikan gitar jemari-jemari lincahnya, wajahnya berseri menghangatkan suasana malam. Tubuhnya terasa sangat ringan, matanya menyusuri setiap benda-benda lagit di atas sana, indah sekali –pikirnya seperti perempuan.
Entah kenapa, semakin hari pemuda itu memiliki tekad yang begitu kuat untuk seorang gadis mm katakanlah dia sedang kasmaran, nyatanya bayang dan senyum menawan seorang adik kelas yang –bahkan tak meresponya barang seujung kukupun terus memutar seperti kaset di dalam pikiranya. Itulah satu hal yang membuatnya bertekad oval. Bukan bulat lagi.



*

Hari ini ku lihat dia dengan tawanya.


Suasana SMA budi pertiwi begitu riuh dengan datanganya seorang mario, terutama kaum hawa yang dengan nyata selalu memperlihatkan tindakan ‘anarkis’ teruntuk seorang Mario, the most wanted boy yang bak cassanova itu, hanya kali ini keriuhan itu bukan karena rio memamerkan aura tampanya, tapi karena dengan sigap Rio menghalangi langkah seorang adik kelas berjenis kelamin perempuan secara terang-terangan di depan teman-teman dan fans-fans nya. Lantas semua mata menaruh tajam pada si gadis, dan tatapan pertanyaan pada Rio.
Ashilla –gadis itu hanya mendesah pelan, tanpa ekspresi dan tak membalas tatapan sengit dari siapapun yang melihat ke arahnya.

“permisi kak Rio aku mau lewat” pintanya sedikit dengan nada pemohonan
“you’re very amazing today”  dan detik selanjutnya seisi sekolah gaduh dengan gosip teranyar hasil liputan para penghuninya. Rio sedang jatuh cinta.



“yo!”
“hm?”
“lo serius mau deketin tu bocah” rio mengernyitkan dahi
“so, emang kenapa?” ujarnya masih dengan santai
“bangun yo!” gabriel menjetikan jari tengah dan ibu jempolnya tepat di wajah rio
“ke enak jidat tuh yo, dia aja cuek sama lo ckck” lanjutnya menjudge, rio terkekeh pelan
“haha justru itu bro, ada perjuangan! Lo liat aja gue bakal dapetin dia, janji”



-



Hujan saat itu datang bersama impian.
Hujan saat itu –gue  menemukan sebuah rasa, dimana akan ada dua pelaku di dalamnya.
Gue dan dia.


Bel pulang SMA budi pertiwi berbunyi, surga untuk siapapun yang telah di jajaki rumus-rumus dari bagaimana monyet bisa bergelantung, atau bagaimana cicak tidak jatuh padahal berada di atap-atap atau bahkan rumus bagaimana terjadinya sebuah goyang langka yang terbaru saat ini, goyang gayung. Ah itu belum seberapa masih banyak rumus-rumus yang mereka lahap, tentunya seperti Rio yang telah siap siaga membawa sebuah payung lipat di genggamanya. Senyum nya terus mengembang selama ia berjalan di koridor, sedang tak jauh di belakangnya seorang siswi dengan cekalan tangan Gabriel terus merutuk sambil berteriak.

“Rio jelekkkk balikin payung  gue onyon!”

Sementara yang di maksud hanya melirik ke belakang sambil menyuguhkan cengiran kuda lantas berlari cepat-cepat sebelum misinya gagal.



Rio kini telah berada di lantai tiga tepat di koridor kelas X , dengan santai ia berjalan tanpa mempedulikan tatapan teduh dari kaum hawa yang melihat aksinya. Kebetulan bertepatan dengan bel pulang berbunyi hujan telah dulu mengguyur bumi dengan derasnya, dan sebagian siswa masih meneduh di kelasnya masing-masing, dengan ini pula rio memiliki ide yang di luar dugaan.
Pemuda itu kini telah tiba di depan sebuah kelas, kelas X5 tepatnya dengan satu lengan ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya, dan tangan lainya menenteng sebuah payung lipat. Ia tersenyum dan kemudian masuk tanpa permisi membuat semua penghuni kelas itu terkesiap seketika.


“Ashlla Zahrantiara” serunya lancar


Segerombol gadis yang sedang duduk di meja kedua dan ketiga di dekat jendela ujung saling menyikut lengan Shilla –panggilan dari namanya Ashilla, shilla hanya mengulum senyum kemudian mengedikan bahu pelan. Ada rasa lucu juga yang tiba-tiba ia sisipkan untuk sosok seorang Rio, yang akhir-akhir ini selalu mengganggu hidupnya, ya sedikit-sedikit ia mulai terhibur juga walau terkadang bukan pada waktunya kakak kelasnya itu muncul.


“mau pulang?” tanya Rio gelagapan. Sebenarnya bukan kalimat itu yang ingin ia lontarkan, hanya karena ia terlalu gugup jadilah sebagian kalimat itu yang terlontar. Dan kemudian ia hafal kalimat yang seharusnya ia lontarkan. Kalimat hasil penyusunan playboy kelas kakap –gabriel yang tentu katanya selalu ampuh menaklukan setiap wanita. Sial. Pikir rio sarkatis.

“belum kak, masih hujan di luar nanti aja” rio melongo. Rupanya ia kehabisan kata-kata untuk jawaban Shilla, di garuknya kepalanya yang tidak gatal. Kemudian mengacungkan sebuah payung, memberi isyarat –sebenernya gue pengen ngajak lo pulang, nih ada payung, kita bisa pake berdua kan- . seperti itulah kira-kira.


“kak rio mau nganterin shilla pulang? Gitu kan kak?” ujar seorang gadis di samping Shilla, Zevana –teman sebangkunya  -yang  kebetulan mengenal ketua tim basket itu lantaran ia juga mengikuti eskul basket.
“nah” respon rio sambil mengangguk penuh setelah ucapan zevana.
“gimana shill? Kaka bawa payung kok, selama kamu gak jauh-jauh pasti aman” gombal rio
“udahlah shill, terima aja. Siapa tau kamu mendadak famous gara-gara kak rio” bisik keke
“ah aku gak mau, kalian apaan sih”


“kak Rio, Shilla mau tuh!” ujar zevana spontan, pemilik  nama shilla membelalak lebar.

“serius ? haha yuk” Rio berjalan menghampiri gadis-gadis itu dan reflek menarik pergelangan tangan kiri shilla, si empunya tak ada penolakan dan dengan dorongan teman-temanya akhirnya masuklah ia dalam perangkap Rio.



SEKOLAH GADUH KEMBALI. Baru saja gosip tadi pagi menjadi trand topic seantero sekolah, kini di tambah lagi dengan perlakuan romantis Rio bersama subjek yang sama –seseorang berjenis kelamin perempuan – yang berjalan berduaan di tengah lapang dengan satu payung. Jadilah sekolah ribut lagi, terutama kaum hawa yang berteriak kira-kira seperti ini –gue mau juga dong yo!- atau –ih mereka gak cocok , cocokan sama gue- sisanya hanya siulan dan teriakan ‘cie’ yang membahana.


“lo tenang aja mereka Cuma sirik hehe” shilla menghentikan langkahnya dan melirik rio
“kak ..”
“hm?”


Tiba-tiba pegangan tangan rio atas payung itu kehilangan keseimbangan. Sementara sepasang anak manusia itu masih berada di titik di tengah lapang, detik kemudian payung dalam genggaman rio terbang terhempas angin. Shilla terperanjat kaget, hujan saat itu deras sekali baru 5 detik terkena guyuran hujan, seluruh seragamnya sempurna terkontaminasi kristal-kristal itu. Ingin berlari namun lengan kokoh rio masih menggenggam pergelangan tanganya erat. Jadilah sore itu mereka hujan-hujanan di tengah lapang tanpa ‘niat’.


Rio menengadahkan kepalanya ke atas. Butiran kristal itu berjatuhan menerpa setiap pahatan wajahnya. shilla sesekali mengusap wajahnya dengan telapak tangan kananya. Dan melirik rio pelan-pelan.
“kak neduh aja yu, nanti sakit” ucapnya di sela-sela cipratan air hujan.
“hah gue gak denger?” tanya rio sedikit keras, shilla berdecak pelan
“kita neduh kak, seragam aku basah”dengan gerak cepat rio menarik tangan shilla dan berlarian di antara hujan. Penunggu koridor semakin di suguhi adegan romantis dan menarik di tengah lapang, sedangkan rio menikmati setiap detik waktu yang bergulir dengan gadis dalam genggaman tangan kananya. Dan senyum itu ternyata terukir lebih indah dengan rahasia sang maha pencipta. Gadis itu tersenyum bersamanya dan hujan.



*

Hujan mulai sedikit mereda, siswa/i SMA budi pertiwi pun telah banyak yang meninggalkan sekolah. Sementara di kantin dua pasang adam dan hawa masih larut dalam sisa-sisa hujan membaur bersama senyum dan tawa.


“yo pokoknya gue gak mau tau,tu payung yang terbang kudu balik. Itu kan punya emak gue mana baru kredit juga, di mutilasi gue pulang-pulang” protes Agni yang baru saja kehilangan payung kesayangan ibunya akibat rasa iba yang terlalu berlebihan saat Rio memelas menyewa payung lipatnya, di tambah dengan materi sewa yang menggiurkan. Nyatanya ia-lah kali ini yang jelas-jelas rugi.
“sabar kali Ag. Nih gue ganti, tapi uang muka dulu ya”sogoknya dan mengambil selembar uang 50 ribuan di dompetnya kemudian menyodorkan ke arah Agni.
“hah segini doang? Payung gue? Tetep lo ganti kan?” rio mengangguk malas
“iye bawel udah sana lo balik, besok gue ganti, yel musnahkan tu makhluk di hadpan gue” perintah rio pada Gabriel yang berdiri di samping Agni. Tanpa berpikir panjang Agni menoyor kepala rio dan berlari di ikuti gabriel yang mengekorinya dari belakang.


“sorry ya ada kesalahan teknis, hehe”
Rio menggosok kedua telapak tanganya hingga menghangat dan menempelkanya tangan gadis di hadapanya. shilla menolak halus di ikuti senyum yang terukir di wajahnya.
“makasih yah kak” rio tersenyum tipis, malu juga ternyata.
“gapapa, maafin gue yah?”
“buat?”
“hujan-hujananya” shilla mengangguk dua kali dan tersenyum lagi. Senyum yang selalu membuat getaran halus melewati hatinya. Membuat rongga pernafasanya selalu tertahan.
“udah sore kak, aku pulang yah”
“gue anterin ya de”


**

Seiring dengan berjalanya waktu, rasa itu kian terbaca
Tak juga menimbulkan prahara.
Cinta yang begitu familiar sebutanya, kini miliklah dia
Seseorang yang tinggal memilih pelabuhan hatinya.


*
Segerombol siswa sedang duduk di bangku dekat pohon taman sekolah, satu di antaranya menenteng sebuah gitar akustik, semua disibukan dengan liputan pertandingan bola di ajang sea games, tentunya dengan Gabriel sekalu mandor pemulai perbincangan segerombol makhluk bernama laki-laki itu. Sedang rio belum begitu tertarik dengan obrolan yang jika di lihat sepintas seperti ibu-ibu yang sedang bergosip ria lantaran tetangga barunya yang janda membawa pacar barunya ke rumah. Rio terkekeh pelan, lucu juga kalo –nyata seper itu.


Angin membawa segelintir kesejukan hingga menyusuri setiap jengkal tubuh rio, di tambah subjek yang kini mulai terlihat siluitnya berjalan kian mendekat ke tempatnya duduk bersama teman-teman, karena memang untuk menuju kantin hanya itu satu-satu jalan yang bisa di lewati. Dari jauh pemuda itu sudah tersenyum sumringah menyadari siapa gadis yang kian berjalan mendekat membawa sebuah kotak makan dan botol minum. Dengan siaga Rio mulai memetik senar-senar gitarnya.

Akhirnya akhirnya aku temukan
Wajah yang mengalihkan duniaku
Membuat diriku sungguh-sungguh tak berhenti mengejar pesonanya
Kan ku berikan yang terbaik tuk membuktikan cinta kepadanyanya

Dia dia dia cinta yang ku tunggu- tunggu tunggu
Dia dia dia lengakpi hidupku
Dia dia dia cinta yang kan mampu mampu mampu
Menemaniku mewarnai hidupku
  
Jrengg!
Petikan terakhir dengan sempurna dan lantang membuat gadis itu terkesiap. Rio kemudian berdiri dan seperti biasa melakukan aksinya.
“lo gak bisa lewat de” shilla tak menjawab, hanya menyodorkan kotak makanya ke arah rio hingga menyentuh bagian perut pemuda itu.
“buat gue? Yee asik, eh terus lo mana?” shilla tak menjawab juga hanya berbalik arah dan meninggalkan rio.
“dek thanks ya!”


*

“aku bosen sama kelakuan kak rio!” koar Shilla di iringi tatapan iba dari teman-temanya.
“tapi kan shill, kak rio Cuma mau temenan sama kamu, salah?” sahut zevana kalem
“engga! Cara dia yang salah, aku bukan mainan”
“lagian masih banyak kok cewek yang bisa dia mainin, kenapa milih aku!”


BUK.
Sebuah kotak makan berwarna biru bercorak micky mouse mendarat di meja Shilla, tanpa melihat subjek di hadapanya pun Shilla lebih dulu tau siapa itu. Entah kenapa kedua matanya seakan memaksa untuk tidak melihat ke arah subjek itu.
“gue udah tau kok, maaf udah sering ganggu de.” Ujar rio datar
 Tanpa respon, ia berjalan meninggalkan shilla dan teman-temanya yang masih diam membisu.
Mampus aku. Batin Shilla.


*

“yo, Shilla tuh!” seru Gabriel sambil mengarahkan dagu pada segerombol siswi kelas X yang baru keluar dari kelasnya. Rio melirik malas.
“bodo amat”
Gabriel yang mendengar kalimat sahabatnya itu lantas kembali menarik helm full face yang baru saja ia gunakan.
“demi apa lu? Heuh udah gue duga lo orangnya bosenan, ckck”
“bukan gitu sob, dia gak suka sama gue, buat apa gue nyia-nyiain waktu” lanjutnya dan kemudian menggas laju cagiva hitamnya mendahului gabriel membelah jalanan.

--

Penantian gue gak boleh sia-sia, keep spirit!


Rio mengatur nafasnya dan berjalan ke tengah lapang sambil membawa sebuah bola basket di tanganya, di lemparnya bola itu ke sembarang arah lantas berjalan menuju segerombol siswa kelas X yang sedang mengikuti jam olahraga. Di lihatnya satu-satu wajah-wajah yang melewati setiap pandanganya, betul ini X5, lantas kemana gadis itu? Boloskah jam ini? Atau..
“dia di ruang musik kak” seru zevana yang menyalip beberapa temanya agar bisa menghampiri rio.
Rio membulatkan suaranya.
“lagi ngapain?”
“tadi sih di suruh latihan buat pembukaan pensi minggu depan”
“thanks ya!” zevana mengangguk cepat kemudian menatapi punggung rio yang kian menjauh


-
Rio memasuki ruangan besar khusus pentas seni SMA budi pertiwi, ruangan ini besar , di dalamnya terdapat kursi yang tersusun rapi dan di depanya ada sebuah panggung seni berukuran luas di lengkapi semua jenis alat musik+tirai merah yang menutupi stage belakang. Rio berjalan dengan kedua lengan ia masukan ke dalam saku celana, gaya andalan cool-nya. Kemudian matanya tertuju pada seorang gadis yang tengah duduk di balik sebuah grand piano putih sambil memainkan sebuah nada dari salah satu lagu milik musisi indonesia.
Rio meraih sebuah gitar akustik dan berjalan mendekat ke arah gadis itu.
“karena aku selalu denganmu”

Shilla melirik, di sambutnya Rio dengan senyum yang nyatanya hingga kini masih menjadi senjata ampuh bagi sebuah rasa yang melewati hatinya. Tetap sama tak berubah sedikitpun.

“aku minta maaf kak” ujar shilla sambil menunduk dalam. Rio meraih bahu gadis itu.
“lo mm maksud kaka kamu gak salah kok, harusnya kaka yang minta maaf udah sering ganggu kamu”
“kakak gak salah kok, justru ternyata aku kangen sama jail kakak, sehari gak keliatan cukup membuat beban” akunya polos
“haha shil, itu berarti kamu suka sama aku tau” shilla mengerucutkn bibirnya.
“kata siapa kak? Pd banget deeeeh” rio terkekeh pelan dan meraih kedua tangan shilla. Gadis itu tak mampu untuk menyembunyikan kedua pipinya yang merah merona.
“karena aku suka sama kamu, hujan”
“biasa aja kali gak usah gugup” lanjut rio masih dengan tenang. Bahkan tak tersenyum.

“nembak?” tanya shilla hati-hati
“ngga. Cuma minta jadi pacar aja”
“kalo gak mau?”
“gimanapun dan dengan cara apapun harus mau”
“aku gak bisa kak maaf”
“aku gak bisa nolak”


Dan jika semua harus terjadi ya terjadilah.
Hidup itu perjuangan, sama dengan cinta
Tanpa batasan sang maha kuasa
Tertulis nyata milik setiap manusia

“oyah de, hujan telah ngasih banyak harapan buat gue buat bisa dapetin lo, dan itu nyata” rio mengacak poni gadis itu. Keduanya kini bersama dalam sebuah ikatan nyata yang tergugus oleh sang maha kuasa, cinta.

the end -

let it be (cerpen bag A)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar
**

Bayangan malam pekat itu kian berubah menjelma menjadi pagi. Lajuardi pun menampakan aura matahari yang masih mengintip malu di cakrawala. Ia tersenyum ramah menyambut hari. Setetes embun menjadi perhatian kedua bening hitam milik seorang gadis yang berjalan turun di undakan demi undakan anak tangga.
Seragam bercorak kotak – kotak coklat dengan balutan blazer senada dengan warna seragamnya. Rambutnya ia kuncir kuda sedangkan ransel ungu bercorak barbie dengan kokoh ia selempengkan di bahu kananya. Ah cantik sekali dia.
Kini ganti ia meraih ponsel yang sedari tadi tergeletak tak berdaya di dalam ransel ungunya. Keningnya berkerut lantas ia mengerucutkan bibirnya ketika sebuah amplop menari – nari di layar ponselnya. Gadis itu segera menekan tombol read dan menyimaki setiap deretan kata yang tertuang di dalamnya.


Eh aszah, lo belum berangkat yah?
Sender : prof.Debo
10 minute ago

Mbasssh lo di mana eee?
Sender : zeze
12 minute ago

Mpoo ! jgan bilang elo kesiangan :p
Sender : achantik
12 minute ago

Eh. Cilok , lo masih ngorok ya? ZzzzZZ-0-
Sender : ojeyyy
15 minute ago


Gaje. Gumam gadis itu lantas menyimpan kembali ponsel ke dalam ranselnya.
Dengan kushyu di tariknya dua lapis roti dan di balut dengan selai nanas. Tubuhnya sedikit bergidik saat sebuah getaran terasa di dalam ranselnya. Ponselnya kembali menandakan sebuah panggilan masuk. Di tekanya tombol accept dan mendekatkan ponselnya ke dekat telinga. Awas aja deh kalo ga penting! Ketusnya dalam hati.


‘hahwlooo’ ujar gadis itu
‘hahwloooo woyy!’
‘heh ? elu zy. Paan? Hah? Acara? Apaan dah. Sial iye iye gue otw sana. Udah ya, bye’
Panggilan yang berdurasi satu menit itu pun berhenti. Di tariknya ransel ungu dan berlari keluar rumah.


“yah buruan deh shilla telattt” gerutunya yang kini tengah duduk sempurna di bangku penumpang depan. Masih dengan posisi mengingat simpul tali sepatunya. Sebentar – sebentar di liriknya jam berwarna ungu yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ia mendengus sebal.
“hah apaan sih aneh – aneh aja di sekolah” ketusnya.


**

Shilla menekuk wajahnya. Di tinjunya bagian setir mobil yang di kemudikan sang Ayah. Dengan ekstra sabar kini ia harus menerima kesialan yang menimpanya. Mobil rush silver Shilla harus berhenti paksa di antrian yang entah keberapa ini. Sudah berapa kali juga gadis itu mengacak – acak rambutnya. Haahh menyebalkan sekali.

“ada apaan sih yah? Pakek macet”
“kayaknya ada kecelakaan deh Shill” sahut sang Ayah. Shilla lagi – lagi mendengus sebal.
“ah ayah mah. Shilla telat nih” dengan nada kepasrahan gadis itu mendorong tubuhnya ke belakang dan membuang nafas. Gila jakarta gue kutuk lama – lama. Protesnya sarkatis.


**

Gerbang kokoh berwarna abu SMA Valleys education itu kini telah tertutup rapat. Sebelumnya Shilla tak pernah datang ‘telat’ seperti hari ini.
Namun karena insiden kecerobohan salah satu pengemudi di dekat jalan merah tadi –yang menyebabkan kecelakaan terjadi- terpaksa ia harus menerima nasib sial, di hari senin pula. Ia menatap dengan jengah gedung bertingkat 4 itu, berharap akan ada keajaiban yang entah kapan datangnya. Gadis itu memilih menyenderkan tubuhnya pada gerbang kokoh itu dan menghentak – hentak kecil sepatu kirinya.


Tid tid tid
Suara klakson mobil menggoyahkan pandanganya, ia melirik kecil ke kanan-kiri lantas menyadari bahwa ialah objek yang sedari tadi di maksud. Dengan gesit ia menjauhkan tubuhnya dari gerbang. Matanya membelalak lebar ketika sebuah sedan metalik berwarna merah di kawal dua mobil volvo hitam di belakang kemudinya memasuki wilayah SMA Valleys education.
Lampu – lampu kuning kini tengah berkeliaran di atas kepalanya. Mengingat sebuah ide baru saja tercetus di otaknya. Gadis itu menyelinap masuk saat mobil volvo terakhir berlalu.

“wow!” ia membulatkan suaranya.

“hmm” seseorang berdehem di belakangnya.
Shilla mengangkat satu alisnya, ia sedikit bergeser dari tempatnya berdiri.

“permisi tuan saya mau lewat”ujar salah satu dari tiga tubuh kekar berseragam hitam di belakang Shilla yang setelah Shilla amati sepertinya mereka seorang bodyguart. Gadis itu menyahut dengan sebuah kerutan di dahinya. Lantas mengangguk dua kali.

Entah terkontaminasi hal ganjal macam apa. Tiba – tiba tubuhnya kaku. Nafasnya terasa tersendat. Bibirnya mengatu rapat – rapat ketika seorang pemuda sebaya denganya berjalan santai ke arah ia berdiri dengan kedua tangan ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya.

Shilla menyadari perubahan gerakanya ketika pemuda itu kian mendekat. Langkahnya terkesan angkuh dan sombong. Matanya belum berpindah hingga suara baritone menyadarkan lamunanya.
“ngapain lo ngeliatin gue?” ujarnya tiba-tiba. Shilla tersentak dan menunjuk dirinya. Meyakinkan.

“sa saya?”

“heuh ya iyalah elo! Dasar katrok!”
Mata gadis itu kini membelalak lebar seraya mencibir pelan.

“ouh gue toh. Eh anak orang kaya bisa gak anda sopan dikit aja”

Pemuda itu berlalu tanpa menghiraukanya. Lantas berjalan masih dengan kedua tangan abadi ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya. Shilla menaruh telunjuknya di jidat seraya mencibir. Sinting. Batinya.


**

Shilla mulai menjauh dan terkejut ketika tepuk tangan membahana seisi lapangan. Ia berlari kecil menyalip barisan-barisan di depanya.
“eh ada apaan sih? Pak komar potong kumis ya? Haha pake di rayain” corocos Shilla ke siapa saja di sampingnya.
“penyambutan pemilik tunggal saham sekolah ini” jawab seorang pemuda sipit berkacama mata di samping kanan Shilla, masih dengan pandangan ke depan.
Shilla mengangguk dua kali. Eh tunggu-tunggu apa kata dia tadi?
“oh. Dia jadi sekolah disini?” tanya Shilla. Pemuda itu mengangguk meng-iyakan.
“iya, baru aja dateng barusan.” jawabnya.

Shilla membelalak lebar di ikuti dahinya yang mulai berkerut.
“barusan, heee jangan-jangaan –“ Shilla memutar kejadian beberapa menit lalu. Pertemuan tak meng-enakanya dengan si haah bodo amat malas sekali membayangkanya. Shilla berusaha membuyarkan wajah polos devil tadi di pikiranya.

**

X-2’s classRoom.

“hallo guys!” koar Acha.
“dari mana lo cha?” tanya Zevana di ikuti sebuah anggukan dari Ozy. Shilla dan Debo belum begitu tertarik melirik Acha, masih sibuk berkutik dengan soal-soal yang di tugaskan pak Duta guru fisika mereka yang kebetulan hari ini beliau berhalangan hadir.
“gue punya calon pacar loh hehe” celetuk Acha. Shilla yang asik-asiknya berkutik dengan rumus-rumus ganti memandangi Acha heran.
“ng ng sapa cha cowo lo?”
“iye tuh, siapa Cha?” ulang Zevana.
“baru calon yaaah teman-teman jangan ngegosip. Dia  Mario stevano aditya haling”
Jawab Acha fasih.

*

Bel istirahat pertama SMA valleys education pun bergema. Surga untuk penghuninya setelah di bubuhi berbagai macam olahan rumus di otaknya. Kantin yang luas dan sebuah caffeteria di dekat taman menjadi pilihan siswa/i. Termasuk Shilla dan kawan-kawan yang tak ingin kelewatan menyerbu santapan yang bahkan sudah melambai-lambai ke arah mereka.

Entah ada angin apa dan komando dari siapa, suasana kantin yang biasanya gaduh dengan suara-suara kelaparan kini tiba – tiba hening.

“HAHA. Sarap lo Zy parah”


Jleb.
Suara lepas milik Shilla membahana memecah keheningan yang baru saja tercipta. Namun kemudian volumenya pun mengecil perlahan, menyadari sejak tadi seluruh pasang mata di kantin maupun caffeteria melirik shilla dengan sinis. Seperti macan di ganggu ketenanganya. Hiiiy. Shilla bergidik ngeri.

“woi apaan sih sepi banget kayak di kuburan” celetuk Shilla

“iya elo yang bakal kita bawa ke kuburan behel”ujar seseorang yang tengah berdiri sambil melipat kedua tanganya didada dari samping kiri. Shilla menoleh ke sumber suara.
“kak kevin” seru Shilla.
“hai kak. Hehe mau minum eeee?” Shilla terkekeh di ujung kalimatnya. Sebenarnya bukan itu yang di takuti hanya saja wajah beringas yang menatapnya itu sudah di ambang batas. Gak apa-apa kan Shilla bergurau dikit?

“nama gue Alvin, nona manis” ketus Alvin di sahut sebuah cekikikan dari teman-temanya.
“kakak kan ga terkenal, sorry aku gak tau. Salah dikit gapapa kan?” bela Shilla.
Tangan lain terulur dari belakangnya menyentuh bahu Shilla. Shilla terkejut dan menoleh cepat.

“apa sih?!” ketusnya

“ELO?” Shilla menunjuk seorang pemuda yang di maksud. Riko mengusir telunjuk Shilla yang masih nongkrong di depan wajah pemuda yang di panggil ‘elo’ itu.

Perlahan pemuda itu menatap manik mata Shilla tajam dan mendekatkan wajahnya. Mengimbangi posisi Shilla yang tengah duduk dan kini hanya berjarak beberapa senti.

“katrok” ujarnya.
Shilla menelan ludah. Tiga detik kemudian kantin yang tadi hening mulai riuh dengan tawa dimana-mana. Hanya dengan satu kata yang dilontarkan pemuda itu membuat wajah Shilla merah padam. Sial malu-maluin banget. Batinya sarkatis.

***

Shilla duduk di balkon kamarnya. Menikmati senja yang tergambar di cakrawala. Memutar kembali kejadian seharian tadi. Gadis itu merapatkan cardigan baby blue di temani secangkir hot chocolatte. Menghirup aroma hangat yang mengepul di atasnya lantas meneguknya perlahan.


Sementara di lain tempat, seorang Pemuda masih asik berkutik dengan laptopnya. Sedetik kemudian air wajahnya berubah di sertai kerutan kecil di dahinya. Sedikit memutar kejadian di hari pertamanya sekolah. Entah perintah dari antah berantah mana, tiba-tiba sekelebat bayangan wajah seorang gadis berlalu di otaknya. Kalau tidak salah dia..

“Lucu juga. Ada lakonya ckck.”

“Hus hus ngapain gue mikirin tu bocah. Cewe katrok”

**

Acha tengah mengimbangi tinggi Ozy. Dengan aksi jailnya, Ozy mengangkat tinggi-tinggi buku diary Acha yang di temukanya di kolong meja. Acha sedikit berteriak menyerukan nama Ozy membuat penghuni lain kelas X-2 hanya menggeleng kecil melihat kelakuan mereka yang bahkan seperti anak SD sedang memperebutkan mainan.


“ehm” seseorang berdehem di ujung pintu kelas X-2 yang di biarkan terbuka. Ozy dan Acha pun menghentikan aktifitasnya dan melirik ke sumber suara. “kak Alvin?” gumam Acha.

“Disini ada yang namanya Ashilla zahra?” tanya Alvin datar.
“Eh eh si Shilla di cariin kak Alvin tuh!” celetuk salah satu siswa.

“Ada gak? Gue gak suka buang-buang waktu nih.” Ketusnya.

Seluruh pasang mata melirik ke arah tempat duduk Shilla, tapi nihil. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Salah satu siswa menggeleng kecil ke arah Alvin. Alvin menarik kedua ujung bibirnya membuat senyum licik.
“Gak ada. Berarti rencana gue berhasil.”

**

Shilla tengah menggeser barang-barang bekas yang telah berdebu di ruangan besar ini. Sesekali ia menutup hidung dan menyapu debu-debu yang berkeliaran di wajahnya.

“sialan. Mana sepatu gue lagi.” Shilla kini ganti menggeser meja reot di hadapanya. Seketika bunyi decit dengan kasar memekakkan telinga Shilla. Raut wajah gadis itu mulai berubah menjadi ekspresi ketakutan. Dan setelah menoleh ia hanya menelan ludah. Benar saja dugaanya. Dan see? Pintu besi tanpa celah itu tertutup rapat. Shilla terkunci di gudang yang menyeramkan ini.

“Woi siapa sih! Buka dong!” Shilla menggedor-gedor pintu gudang. Namun tetap saja tak ada sahutan. Shilla baru menyadari letak gudang ini tidak strategis atau berada di ujung. Sehingga sangat kecil kemungkinan siswa/i yang melewati koridor gudang ini. Dan satu-satunya cara untuk keluar yaitu besok, dimana Pak Ujang –penjaga sekolah- membukanya. Dan bodohnya Shilla meninggalkan ransel di selasar depan. Benar-benar sial. Umpatnya.

**

Debo telah berulang kali menghubungi nomor di layar ponselnya. Namun tak ada jawaban. Sms Zevana pun kian tak ada balasan. Raut kecemasan terpeta di wajah keempatnya. Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir sobat kental leader gank mereka tiba-tiba menghilang seperti di telan bumi. Tanpa kabar atau izin minimal.

“Shilla, lo kemana sih.” Suara Zevana bahkan terdengar lirih.

“Kayaknya mbash pulang deh.” Sahut Acha. Debo menggeleng-geleng pelan.
“Gamungkin guys, dia gak ngikutin semua jam abis istirahat loh.” Lanjut Debo.

“Tapi mungkin aja bener De, siapa tau Shilla PMS terus pulang deh. Mending kita hubungin orang rumahnya aja deh” saran Ozy.
Keempatnya pun mengangguk menyetujui usul Ozy dan bergegas pulang.

*

Pemuda tampan berkulit hitam manis ini berjalan santai di sepanjang koridor kelas. Dengan headphone melingkar di lehernya dan dua lengan yang sengaja ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya, nampak membuatnya begitu cool. Hah siapa juga yang tidak menyerukan kata kagum padanya. Baru beberapa hari menyandang status murid baru ia sudah menjadi trend topic SMA Valleys.

Seusai jam sekolah berakhir, Pemuda itu meminta izin pada kepala sekolah untuk lebih lama mengitari kawasan sekolah swasta bertaraf internasional di bawah naungan keluarga kakeknya, yang juga di ambil alih oleh ayahnya. Dan mungkin untuk selanjutnya ia-lah pewaris tunggal dan tetap atas perusahaan turun temurun kakek buyutnya itu.
Memang sudah jam pulang, jadi tidak banyak siswa/i yang berkeliaran di halaman maupun koridor. Paling-paling hanya sebagian anak ekstakulikuler ataupun pengurus OSIS. Dan ia pun tak mau ambil pusing dengan keberadaan mereka.

Tiba di koridor sebuah ruangan yang terpisah dengan gedung sekolah. Gedung berukuran besar dengan pintu berbahan besi. Yang sudah ia yakini ini ruangan tempat penyimpanan barang bekas.
Kaki panjangnya tiba-tiba terhenti ketika terasa menginjak sesuatu. Pemuda itu melirik ke arah jarum jam enam tepat ke bawah dan melirik sebuah ransel ungu selempengan yang di injaknya.
“Tas siapa tuh?” Gumamnya. Ia lantas mengambil dan mengacungkan di depan wajahnya.

“Sampah!” Lanjutnya. Tangan kokohnya berusaha melempar ransel itu kembali ke permukaan lantai. Namun di urungkan niatnya ketika sebuah getaran terasa di dalamnya.

“Handphone?” Pemuda itu memicingkan matanya dan meraih alat teknologi komunikasi itu dari dalam ransel. Dengan senyum mengejek ia menimbang-nimbang benda mungil di genggamanya. Pasti punya orang biasa. Terbuktilah ponsel di genggamanya memang ber-merk tapi jauh sekali dengan kepunyaanya. Mana karet pelindungnya micky mouse berwarna pink. Haah pasti pemiliknya makhluk berjenis kelamin perempuan. Tebaknya.

“Buka – buka –“ Terdengar suara parau di dalam ruangan itu. Menarik perhatian gendang telinga pemuda itu untuk mendengarnya.
“Masa ada hantu siang bolong begini. Hiiy” Pemuda itu bergidik ngeri lantas mulai melangkah lagi menjauh dari koridor. Langkahnya kembali terhenti ketika suara parau itu terdengar –lagi- bahkan jelas sekali. Ia melirik ke arah pintu gudang, dan entah kenapa Hati kecilnya menyerukan perintah agar pemuda itu membukanya.
Sedikit menimbang-nimbang dengan gerak cepat ia memutar kunci yang bergantung dari luar dan sedikit mendorong pintu itu hingga menimbulkan bunyi denyit dan terbuka leluasa.

Tubuhnya tersentak mendapati seorang Gadis lengkap dengan seragam SMA valleys terkulai lemas di hadapanya. Ia membenahkan posisinya sedikit berjongkok dan menyentuh bahu gadis itu.

“Hei elo ngapain disi–“ Ia menggantung kalimatnya menyadari siapa Gadis yang terkulai di hadapanya.
“Si katrok” Lanjutnya.

Tanpa babibubebo Pemuda itu membopong gadis di pangkuanya keluar ruangan.

**


Shilla membuka matanya perlahan. Masih samar-samar ia memfokuskan matanya pada sekeliling ruangan.
“Non udah sadar?” Tanya lembut seorang wanita paruh baya di samping kirinya.
Shilla melirik cepat. “Ah? Saya dimana?” Timpalnya.
Wanita paruh baya bertubuh gemuk yang sepertinya seorang pembantu itu melayangkan senyum ke arah Shilla.

“Non ada di rumah keluarga Haling. Tadi Den Rio yang bawa Non kesini, kayaknya khawatir banget Non.” Jelas wanita itu antusias sambil meraih segelas air putih dan menyodorkanya ke arah Shilla.
Shilla yang belum begitu mengerti hanya mengernyitkan dahi seraya meneguk sedikit-sedikit air putih di dalam gelas di genggamanya. “Den Rio?” gumamnya.

“Ehm. Elo udah sadar? Baguslah. Kalo gitu elo gak perlu lama-lama di rumah gue.” Ujar seorang Pemuda di ujung pintu sambil menyenderkan punggung datarnya pada batas dinding.

“Heh el? Um maksudnya Kak Rio” Shilla membulatkan suaranya. Astaga jadi ini rumahnya dia.

“Kenapa sama gue?” Tanyanya dingin. Shilla menggeleng dua kali. “Bilang kalo udah enakan. Biar lo di anterin pulang.” Lanjutnya tetap dingin dan berlalu meninggalkan ruangan.

“Em, Non Bibi ke dapur dulu yah, masih banyak kerjaan. Non istirahat aja dulu. Kalo ada perlu panggil bibi aja ya” Kata wanita itu. Shilla menyahut dengan senyuman dan mengangguk dua kali.
Tubuh wanita paruh baya itu sudah hilang di balik pintu jati. Shilla menekuk wajahnya.
“Mimpi apa gue di tolongin dia.” Batinya.

**
Shilla berjalan gontai ke lantai bawah. Hatinya mendengus kesal karena sedari tadi sudah dua  tangga yang ia turuni nyatanya belum juga ia temui dasar dari rumah bertingkat entah berapa ini. Gila ni rumah bikin gue olah raga paksaan. Batin shilla.

“Lo udah baikan?” Shilla melirik ke arah jarum jam 9. Lagi-lagi pemuda itu di temuinya. Dari nadanya bertanya saja Shilla sudah merasakan aura penolakan dari Pemuda itu, lantas kenapa ia menolongnya? Di bawa ke rumahnya lagi.

“Iya. Kenapa Kak? Elo gak suka gue disini? Gue mau pulang kok.” ketus Shilla dan berjalan ke sembarang arah.
“Ngapain Lo kesitu? Mau mandi di kamar atas aja bego” Celetuknya. Shilla tercengang merutuki dirinya yang sok tahu. Ngapain juga dia jalan ke sembarang arah kayak udah tau ruangan ini aja. Shilla masih mempertahankan citra dirinya dan melirik tak acuh pada Rio.
“Iya. Lagian yang di atas airnya mati” Bodoh. Lagi-lagi alasan yang tak masuk akal di lontarakan mulutnya. Aduh bisa di lahap habis-habis sama Rio dia.

“Dasar katrok.”Komentar Rio. Shilla masih mematung di tempatnya hingga kini Rio berjalan mendekat. Ia meraih pergelangan tangan kiri Shilla dengan paksa.

Clek.
Rio membuka pintu utama dan mendorong kecil tubuh langsing Shilla dari belakang.
“Sono lo. Katanya mau pulang” Perintah Rio tegas, tandas.
Shilla membalikan tubuhnya dan melayangkan tatapan tanya pada Rio. Beneran deh masa dia di suruh pulang di tempat asing ini? Gak berprikemanusiaan banget nih cowok. Dumel Shilla dalam hati.
“Sana gak usah lama-lama. Ngotorin istana gue aja” Shilla melengos meninggalkan Rio yang masih berdiri di belakangnya sambil melipat kedua tanganya di depan dada. Raut wajahnya masih datar tanpa ekspresi. Tapi di balik itu semua, Rio bahkan tengah menyembunyikan tawa ledak yang –mungkin akan bergema melihat wajah Shilla yang nampak memelas dan bibirnya yang di majukan.

Setelah beberapa langkah menjauh dari tempat Rio berdiri. Shilla memutar tubuhnya kembali. Walaupun gue dongkol tingkat akud sama tu orang. Tapi Ayah ngajarin gue buat berterima kasih sama siapapun. Tegas Shilla dalam hati.
Shilla mulai membentuk huruf vocal a. “Makasih” ujar Shilla.

Rio mengedikan bahu dari jauh.
“Ngomong apa Lo?” Tanyanya. Shilla memutar kedua bola matanya. Hobby banget tu orang ngerjain Shilla. Dalam hatinya amat sangat dongkol. Dan ada dua kemungkinan yang tersirat. apa suaranya yang kata teman-teman cempreng itu begitu sulit menerpa gendang telinganya? Atau dia yang budek? Shilla terkekeh pelan.

“Makasih kak Rio” Ujarnya lagi. Benar kan lagi-lagi Shilla di buatnya dongkol bukanya memperhatikan Shilla yang sedang mengucapkan terima kasih. Pemuda itu malah acuh menimbang-nimbang Handphone di tangan kirinya. Ingin ia banting juga ponsel itu.

“Heh katrok. Ini ponsel punya Lo kan?” Tanya Rio sambil mengacungkan handphone di tanganya. Buru-buru Shilla membekap mulutnya dengan telapak tangan. Menyesal mengucapkan niat ingin membanting handphone itu. Itu kan miliknya.
Shilla mengukir senyum lega dan berlari kembali menuju titik Rio berdiri. Setidaknya dia bisa menghubungi orang rumah atau teman-temanya untuk menjemput.
“Yah lowbat.” Senyum Shilla luntur seketika. Rio memperhatikan wajah Shilla yang mulai berubah.
“kenapa sama hape lo? Lowbat ya? Sorry tadi gue pake main game S.Mario planet.” Akunya polos.
Shilla membelalakan matanya lebar-lebar lantas menghentakan sepatu kananya kasar.

“Elo gak usah takut gak bisa pulang kali. Tunggu disini” Tegas Rio.

Tak lama sebuah sedan metalik berwarna merah keluar dari bagasi. Sedan mekanik yang Shilla temui tempo hari saat dirinya telat ke sekolah dan kali pertamanya bertemu dengan makhluk menyebalkan itu. Shilla tersadar dari flashback di otaknya saat sebuah bunyi klakson dari mobil Rio menyelubungi indra pendengaranya.

Shilla hendak menarik ancang-ancang membuka pintu penumpang belakang. Ketika itu juga kaca tunggangan besi penumpang depan terbuka.
“Elo duduk di depan aja. Lo kira gue supir” ketus Rio.
Shilla hanya tersenyum tipis dan kini telah duduk manis di bangku penumpang depan bersama Rio yang mengalihkan kemudinya. Hey katakan sekali lagi. Rio. Er I o.

Ya Tuhan semoga ini yang pertama dan terakhir gue di temuin sama orang beku kayak dia. Shilla merapal doa dalam hati. Fokusnya masih milik gedung-gedung tinggi di luar sana yang menjadi khas kota Jakarta sebagai kota metropolitan. Rio melirik sekilas ke arah Shilla dan mengukir senyum. Meski tipis tapi artinya sangat krusial bagi pemiliknya.

**

Layaknya sungai yang mengalir teratur.
Sayap-sayap merpati yang terbang bebas.
Cinta adalah air yang mengalir, tidak berubah dan tidak berakhir.
Seperti sayap-sayap harapan yang mengudara bebas bersama pemiliknya.
Pemilik cinta. Kata suci yang menempati tahta tertinggi.


Sedan metalik milik Rio berhenti dijalan beraspal hitam di depan halaman rumah Shilla. Shilla turun dengan perasaan lega. Seulas senyum terpeta di bibir manisnya. Hingga terhenti ketika sebuah dehem membuatnya terkesiap. Hampir saja ia lupa dengan manusia yang masih duduk tegap di dalam mobil yang begitu pongah jika di lihat dari luar.
“Jangan sampe besok siswa Valleys tau Lo nginjek rumah gue. Bahkan gue anter.” Ujar Rio. Shilla hanya tersenyum tipis.
“Ngapain juga ngumbar kesengsaraan seharian sama elo. Gak guna” Kilah Shilla.

“Bagus deh kalo nyadar.” Shilla menarik ujung bibirnya. Tadinya mau ngucapin makasih dengan nada lembut. Terpaksa di urungkan. Kalau pake nada otoriter lebih cocok sama dia.
“makasih” ketus Shilla.

Belum menyahut ucapan Shilla. Sedan metalik Rio dengan cepat melecit membelah jalanan. Shilla mengedarkan pandanganya. Rese sih. Tapi kayaknya dia punya kepribadian yang lebih baik. Aku shilla.


***

One story with Rio (cerpen)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar
Tittle : one story with Rio
Genre : friendship , romance
cast : Mario, Ashilla, Sivia, Gabriel


enjoy read !


*


Aku duduk di kursi depan sambil membungkukan setengah badanku, ku pasang simpul tali sepatu dengan perlahan, ku lihat dengan ekor mata, bunda sudah mendesah beberapa kali, aku terkekeh pelan, sepertinya bunda mengkhawatirkan hari pertamaku masuk sekolah. Detik selanjutnya aku telah duduk sempurna, menyibak poni yang menghalangi sebagian pandanganku dan menatap bunda dengan tatapan teduh.

“rio belum datang bun?” bunda mendelik dan menatapku balik.
“belum, sudah kamu berangkat duluan saja, nanti kamu kesiangan nungguin si gingsul itu” aku menahan tawa, sebelum ku jawab kembali kalimat bunda dari jauh sudah terdengar bunyi klakson klasik dari kendaraan yang akan menghantarkan tubuhku ke sekolah. Dengan gerak cepat aku meraih tangan bunda dan menciumnya. Lantas membuka pintu pagar seraya menyambut remaja laki-laki yang baru saja merem sepedanya tepat di hadapanku.

“pagi bun” sapanya sopan

“iya, sudah kalian berangkat nanti kesiangan” saran bunda.
Dengan arahan dagu ia mengisyaratkan aku untuk segera mendekat. Aku duduk di depan, setelah berpamitan pada bunda, ku rasakan lengan kirinya melingkar hingga menyentuh bahuku. Hingga kini sepeda yang kami tumpangi melaju membelah jalanan komplek.


**

Ckiit.

Aku tersentak ketika itu ia me-rem sepedanya secara mendadak. Tubuhku sedikit terhempas ke depan dan dagunya yang keras beradu dengan puncak kepalaku. Aku berdecak pelan, dan turun secara paksa, untung saja kini gedung sekolah sudah berada di depan mata.

“kamu ini, gak bisa bawa sepeda apa yo, untung saja kepalaku ini masih normal heuh” ia terkekeh pelan dan menyuguhnya cengiran kudanya yang memperlihatkan deretan gigi gingsulnya. Aku mengernyitkan dahi dan menggeleng pelan. Dasar manusia abnormal.

-

nama saya mario haling, panggil saja saya Rio”


Begitulah namanya, lucu dan menarik. Di sebutkanya nama belakang yang merupakan nama turunan dari keluarga ayahnya yang seorang TNI AD. Cowok berkulit sawo matang keturunan manado. Tubuhnya jangkung, hobbynya bermusik dan basket. Namun hobby paling utamanya ya apalagi kalau bukan menjailiku. Rutin dan wajib, begitu jawabanya ketika secara spontan aku menanyakan hal tak masuk akal seperti itu. Aku berteman denganya dari kecil, jarak tempat tinggal kami kami hanya terhalang beberapa rumah. Tak jarang Rio selalu berkunjung ke rumah hanya untuk menumpang makan. Meskipun ia anak dari orang berada, sikap dan penampilanya sederhana. Bisa di lihat saat ia di beri pilihan untuk memilih sekolah, sekolah negeri seperti inilah pilihanya.


“gimana perkenalanya, shill? “ tanya rio sambil menyodorkan sebotol pulply orange di tanganya.
“biasa saja, eh malu sih soalnya ada cowo yang ngeliatin mulu” rio tersentak dan menatapku nano-nano.
“serius ? haha dasar ya cewek emang gitu, diliatin dikit kegeeran deh”
Aku menatapnya balik, tak salah apa yang di ucapkanya? Aku menarik kedua ujung bibirku dan membuat senyum simpul.
“kamu tak cemburu yo?” godaku yang spontan membuat kedua bola matanya membelalak lebar.
“mbahmu cemburu” serunya dan berlalu.


*

Melewati setiap garis takdir. Kau membawaku mengarungi mimpi. Bertepi untuk menatap hari. Dan kau kenalkan aku mentari.


Rio meracau tak jelas dengan gerakan tangan yang sepertinya dibuat-buat aku meliriknya sebal. Jika urusan ngomong makhluk ini merajai segalanya. Tangan kirinya masih mengapit sebuah komik genre romance. Sedang tangan kananya sesekali menepuk bahuku dan memperagakan ucapanya. Aku yang berjalan di sampingnya hanya mengangguk lantas menyahut dengan senyum tipis –sekali.

Sahabat kau memberiku harapan, dengan semua keterbatasan...

“kau tau yo, mmm aku gak mudeng dengan pembicaraanmu” jujurku di barengi dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V. Rio hanya menatapku datar lantas berjalan lagi mendahuluiku.

“kamu marah? Kayak anak perawan”

“aku gak marah”
“bohong”

“buat apa?” ia menoleh pelan.
“kau di ajari artinya menghargai?” tanyanya datar.
 Sementara aku diam mengatup dan memandangi punggungnya yang kian menjauh.

*


Melewati lembah sunyi, kita bernyanyi..
Senyumanmu membuatku lebih berarti..


Ganti kali ini aku mendapati Rio tengah duduk di bawah pohon trembesi dan masih di temani komiknya. Aku berusaha menghampirinya. Anak-anak rambutnya ia biarkan terbawa angin, menghempaskan setiap udara yang di hirupnya dan membuangnya dengan nada kepasrahan. Dan setelah seperdetik aku mengamati, Rio rupanya sedang tak baik-baik saja.

“sakit?” Rio meliriku dengan ogah-ogahan.

“pertanyaanmu sungguh gak ikhlas” balasnya datar.
“kau kenapa hal?” sejurus aku mendaratkan tubuhku dan duduk di sampingnya.
“penting bagimu zah? Dan stop memanggilku hal, namaku Rio. Haling itu nama ayahku”
Aku terkekeh pelan. Bukanya nama itu selalu di banggakanya. Setiap apapun yang berhubungan dengan pahlawan ayah-nya lah yang di nomor satukan.

“lantas? Kau kenapa?”

Ia merubah posisinya dan balik menatapku tajam. Di dekatkan wajahnya ke arahku, aku berusaha menjauhkan tubuhku. Takut Rio yang seperti – nya sedang labil ini berbuat yang aneh – aneh.
“kau mau apa?” tanyaku bahkan seperti menggumam.
“sepertinya aku galau”
Aku menelan ludah.

“bodoh” ucapku. Aku langsung berdiri dan membersihkan rok panjang lipit satu abu-abuku. Menarik kuncir rambutku dan membuang wajah ke arah rio yang menatapku heran.

“kamu jatuh cinta?” ia mengangguk cepat.
“sama siapa?”

“Sivia. Teman sebangkumu, shill”


**


Sivia berjalan berdampingan di koridor bersama seorang pemuda. Kakak kelas kami gabriel namanya, ia ketua osis sekaligus ketua eskul photography. Dan kebetulan kami –aku dan sivia-  bergabung dalam satu esktakulikuler. Jadinya kami cukup mengenal kak Gabriel dekat. Begitupun kak Gabriel.
Kini aku dan Rio berdiri di ambang pintu kelas X2. Aku tersenyum saat Sivia dan kak Gabriel berhenti di hadapan kami. Sementara Rio hanya melirik tak acuh sambil memainkan dasi abunya yang menjutai tak berdaya.

“hari ini kamu eskul shill?” tanya Sivia si sertai anggukan kak Gabriel. Aku mengedikkan bahu sekali.
“entahlah, kamu?”
“mm jadi justru itu shill, eskul photography hari ini di cancel dulu, kakak sama Sivia mau ambil gambar buat persentasi minggu depan, mau ikut?” saran kak Gabriel.

Aku melirik nyawa di sampingku, kulihat dari ekor mata, bahasa tubuhnya sudah tak karuan. Dan seperti kulihat api mengepul di daun telinga dan di atas kepalanya. membuat wajahnya merah padam.
“aku ada acara, sama Rio nih hehe, kayaknya gak ikut” sivia mengangguk cepat.
“kalau gitu, aku sama kak Iel duluan yah, takut kesiangan hehe”
“duluan ya shill, duluan ya Mario” pamit keduanya.


Rio menatap kedua punggung yang mulai menjauh dari penglihatanya. Dengan ragu aku mengikuti kemana arah manik matanya bertumpu. Rupanya pada benda yang di apit kedua tangan kak Gabriel.


“sivia suka hunting foto shill?”
“bukan suka lagi, tapi pake banget”
“aku tau apa yang harus aku lakuin”


*

Namun sahabat, bukan membantumu untuk menjadi orang lain.
Melainkan untuk berjalan di sampingnya dan menemukan jati dirimu.


Satu minggu ini aku habiskan bersama Rio, ia yang memintaku mengajari semua yang asing untuk dirinya. Dari mulai cara bagaimana menyukai mata pelajaran bahasa inggris, membuat puisi, dan sepertinya hal yang paling krusial adalah mengajarinya tentang photography. Di tambah keganjalan yang di lakukanya adalah ketika ia memintaku untuk mendaftarkanya dalam eskul photography.


Seperti biasa, hari sabtu hanya di fokuskan untuk para siswa mengikuti esktakulikulernya. Pun dengan Rio yang baru
genap menjadi anggota eskul photography. Dengan senyum mengembang ia berjalan ke arahku dan menenteng sebuah ransel mini berwarna hitam yang ia selempengkan di bahu kananya.


“hey shill!” serunya

“ya?” sahutku dengan nada malas-malasan.

Ia mulai membuka resleting ranselnya dan mengeluarkan sebuah benda mengkilat tak asing di hadapanku. Sebuah kamera SLR. Wow! Aku menelan ludah. Baru kali ini aku melihat Rio membawa sebuah barang mewah. Dan kekagetanku terbayar sudah ketika dengan gerak cepat ia menarik pergelangan tangan kiriku dan mengarahkan kameranya pada koridor di lantai atas yang bersebrangan dengan koridor yang kami pijak.
Jepret. Satu gambar ia abadikan. Di tariknya lenganku kembali dan menjauh, dengan sumringah ia melihatkan gambar perdanya padaku.

Gambar seorang gadis berambut sebahu yang sedang tersenyum manis sambil menteng beberapa buku. subjek yang tak asing di penglihatanku. Sivia.


*


Siang ini seluruh anggota eskul photography sedang mengadakan photoroad di daerah yang tak jauh dari sekolahku. Rio yang merupakan anggota baru eskul photograph lah yang memberi usul macam ini, di tambah minat sang ketua –Gabriel-  yang tinggi. Jadilah Rio terbang di buatnya.
Dua jam berlalu. Tak ada hal menarik yang ku dapatkan, hanya saja tingkah laku Rio yang sudah di luar perkiraan yang menjadi daya tariku. Ketika Rio mengikuti setiap pergerakan dan tingkah laku Gabriel percis dan sama. Dan yang lebih membuatku risih, cowok manja itu melakukanya atas dasar menginginkan perhatian Sivia. Aku mendengus sebal dan membuntuti langkahnya dari belakangnya.


Aku melirik sebuah kaleng bekas minuman di dekat sepatuku. Dan melirik Rio dengan senyum licik. Dengan gerak reflek aku menendang kaleng bekas itu hingga mengenai bagian tubuh Rio. Si empunya mengaduh dan melirik ke arahku.

“apa sih?” tanyanya di temani dengan sebuah kerutan di dahinya yang mulai berkeringat.


“aku panas. Beliin minum dong” aku mengibas – ngibaskan tanganku tepat di depan wajah hingga berhenti ketika Rio menariknya.

“Rio!” seru Sivia dari jauh.


 “bentar vi!” sahutnya di jawab sebuah anggukan sivia.

“nih, lo beli sendiri. Jangan ganggu gue sama via deh” bisiknya pelan padaku sambil memindahkan selembar uang dua puluh ribuan dari tanganya pada telapak tanganku, lantas menjawil pipi kananku dan berlalu menghampiri Sivia.
Aku menatapnya punggungnya datar dan berusaha menahan sesak yang kini mulai berkeliaran pada bagian hatiku.

*

Sebuah rasa memanglah milik mereka. Ketika takdir berkata, sayap – sayap itu akan terbang bersama harapan. Dalam setiap gerakan dan nalurinya. Pun dengan kita –aku dan kamu- akan juga terbang bersama sayap – sayap kenangan. Akan menjadi sebuah ingatan. Menjadi sebuah memori. Kelak saat kita dewasa. Kan kurindukan yang pernah ada. Tentang kita.

Kau datang dan pergi sesukamu,
Melupakanku yang rindu akan hadirmu..
Kau telah dewasa, telah mengerti tentang cinta
Dan membutakan semuanya dengan..


“hey!” aku terkesiap dan menutup buku dengan tergesa. Si gingsul lagi. Mau apa dia.
“apa?”
“kau marah ?” terlihat wajah polosnya saat bertanya macam itu, aku memilih memburamkan pandanganku dan pura – pura mengacuhkanya.
“ice cream coklat buat shilla”


Aku berusaha tak tergoda dengan sesuatu yang di ucapkan tadi. Meliriknya pun ogah. Rio menggaruk kepalanya dan menatapi ice cream coklat di genggamanya.
Ku lihat dengan ekor mata ada senyum ganjal yang terukir dari bibirnya. Dan benar saja setelah sekian menit aku mengacuhkanya, ia bertindak dengan leluasa, mengoleskan cream itu ke pipi kananku. Selanjutnya ia terbahak dan menjulurkan lidahnya seraya berlari menjauh. Aku kini tak tahan untuk membalas perbuatanya. Mengekori Rio yang berlari. Tak peduli berapa pasang mata yang melihat kelakuanku denganya.

Rio mulai menyerah dan membungkukan badanya. Ice cream di tanganya sudah lenyap entah kemana. Hanya sedikit yang tersisa. Aku menepuk punggung kokohnya, Rio memutar tubuhya dan tercekat ketika melihat ke arahku.
“ini buat kamu haha” cream yang sama mendarat di hidungnya.
“shilla awas kamu!” Rio menarik lenganku dan memutar tubuhku hingga kini membelakanginya. Ia melingkarkan kedua lengan kokohnya dan menggelitiki badanku. Sesekali aku meninju kecil perutnya dengan sikut. Dan  Seperti itu seterusnya.


“Rio , shilla!” Rio menghentikan gerakanya lantas melirik pemilik suara itu.
“via” dengan gerak cepat ia menjauhkan lenganya dari tubuhku dan tersenyum ke arah gadis impianya. Menghampirinya dan meninggalkanku.


“eh via, um ke kantin yu?” ajak rio basa – basi. Sivia mengarahkan dagu ke arahku. Rio menoleh ke belakang dan mengedipkan mata. Aku mengerti dan segera menjauh dari keduanya. Meninggalkan lagi – lagi hal yang sama.
“tadi shilla mau ke perpus kok. Kita berdua aja yu?” sivia mengangguk dan kemudian keduanya mulai menjauh.


**

Kan ku genggam tanganmu, dan kembali..
Bersamaku sahabat

“aku gak suka kamu yang sekarang, yo” ujarku lirih. Rio tak menjawab.
“jadi kamu minta ajarin semuanya sama aku, Cuma buat sivia semata?” rio pun belum menjawab.
“aku kecewa yo, kecewa” rio kini meraih kedua bahuku dan tersenyum.

“kamu bukan kecewa kan,shill? Kamu Cuma takut kehilangan aku, tenang shill. Kita masih sahabatan kok, walau rasa sayang aku kini terbagi buat via” jelasnya.

Aku semakin kecewa dengan kenyataan yang baru saja ia lontarkan. Aku menggigit bibir bawahku hingga terasa sakit. Mengepalkan tanganku erat-erat. Dan mencoba menahan butiran kristal yang terbendung di kelopak mataku.
“aku gak kecewa karena kamu suka sama via, yo” aku berusaha menjauhkan kedua tangan rio dari bahuku.

“aku kecewa karena kamu berubah, kamu berubah jadi orang lain. Bukan kamu” lanjutku dan berlari dari hadapan Rio.


Sebuah persahabatan akan indah dengan kejujuran.
Dengan keikhlasan, dan senyuman kepastian..


Sudah dua hari ini aku tak kunjung melihat Rio di sekolah. Dan genap dua hari juga aku tak saling sapa denganya, di lingkungan rumah sekalipun. Kejadian seperti ini seringkali hinggap pada persahabatan kami, tapi tak lewat satu jam keadaan sudah mulai kembali seperti biasa. Dan tidak untuk kali ini.

Aku berjalan sempoyongan di koridor. lewat angin yang berhembus memasuki rongga tubuhku, aku baru menyadari arti sebuah kehilangan, arti sebuah rindu dan arti sebuah penyesalan. Apakah hal yang tinggal sejarah itu terlalu keras ku ungkapkan?
Dan dengan bodoh di sertai polos anak remaja aku memaksa Rio untuk tetap seperti inginku? Apa itusalah? Tentu. Aku tau aku bukan siapa-siapa dan tak pernah berhak menyinggung apapun pilihanya. Ya inilah Rio, bahkan aku dengan kasar merenggut sebuah anugrah tuhan untuk umatnya. Sebuah perasaan krusial. Cinta. Dan inilah cerita yang Rio pilih, mencintai sivia dengan kesempurnaan yang harus dimilikinya.

“kamu nangis?”
“kangen gak sama aku?” aku melirik suara itu dan tersenyum.

“rio” kuraih bahu kananya. Ia menatapku lama. Membuat sebuah getaran halus melewati hatiku. Rio menarik lenganku kembali.

“hm shill, maafin aku?” aku mengangguk dua kali, rio memperlihatkan senyumanya lagi.

“maafin aku sahabat. Aku udah sia-sia-in waktu kita Cuma karena cinta, hehe” racaunya, aku menggeleng keras.

“apa sih yo, wajarlah kamu itu suka-sukaan, kamu kan normal”
“shill. Aku tuh gak cinta kok sama via, aku Cuma suka ngeliatnya. Soalnya tipe cewekku ada di dia, dan aku baru nemuin itu pertama di sivia”
Entah kenapa ucapan Rio itu sedikit menohok dan membuat luka di sekitar hatiku. Aku tetap tersenyum dan memberi arti kepadanya.

“naik sepeda yu? Aku mau bilang sesuatu”


*

Setelah kau pergi, ku mohon untuk kembali..
Aku akan menunggumu sahabat.


Rio mengayuh sepedahnya. Seperti biasa aku duduk di depan. Rambutku kubiarkan tergerai terbawa angin, rio memboncengku mengelilingi perkebunan teh. Saat itu hujan mulai memperlihatkan tanda-tandanya, tetap saja rio keukeuh dan terus melajukan cepat sepedanya. Dan dengan cepat, ribuan kristal itu turun bersama pasukanya yang lain. Seragam putih-abu kami sudah sempurna terkontaminasi air Hujan. Tawa rio membahana walau tak sedikit guyuran air hujan yang menerpa indra penglihatanya.

“bodoh, jalanya licin” teriaku. Rio seperti menulikan telinganya dan terus mengayuh dengan laju cepat.

“woyyyy!”

Ckiiitttt.

Ia me-rem sepedanya. Kali ini dengan kedua lenganya yang ia angkat bebas ke udara. Jalan yang kami lalui cukup licin dan membuat sepeda yang kami tumpangi hilang keseimbangan, aku berusaha mengalihkan laju stang, namun segera ku tepis setelah bunyi decit dan kresek terdengar, baru ku angkat tanganku ke udara.

“sial” gerutuku kesal. Sepeda yang kami tumpangi jatuh dan menerobos pada pada semak - semak teh. Keningku beradu dengan pangkal hidung rio, sementara yang empunya hidung hanya tertawa terbahak walau kini posisinya tertindih oleh tubuhku.

“ini gila rio. Huuuh” aku berusaha bangkit namun tangan kokoh rio lebih dulu menahanya.

“aku sayang kamu shilla”

Untung saja saat itu rambut ku biarkan tergerai dan posisi wajahku tak tertangkap oleh kedua matanya.
Rio mendorong tubuhku dan membantuku berdiri. Ia menyibak rambutku dan menautkanya pada daun telinga, lantas menyeka air hujan yang membasahi wajahku.

“kamu tau, ini yang aku rinduin yo” rio mengangguk pelan.
“aku seneng bisa nikmatin masa putih abu pertamaku bareng kamu shill”

Aku membalas tatapan matanya dengan teduh. Namun detik setelahnya ia menekuk sedikit wajahnya.
“tapi – “ ia menggantung kalimatnya.

“aku  harus pergi” mataku membelalak lebar di ikuti dengan jeritan hatiku yang memaksa rio menghentikan ucapanya.

“maksud kamu?”
“aku harus ke pulang ke manado. Papa pindah tugas lagi, shill”
Rio menarik tubuhku, aku membenamkan wajah pada bahu kokohnya. Pelukan pertama yang aku dapat dari seorang adam setelah ayah-ku.

“jangan nakal ya shill” bisiknya pelan.
Seakan ucapan perpisahan itu semakin terdengar nyata. Aku mencoba menepis kasar dan menulikan pendengaranku. Namun nyatanya suara lembut Rio mampu mengalahkan deburan keras manapun yang berusaha menolaknya.

“kita tetap sahabat shill” ia mengacungkan jari kelingkingnya.

“sahabat” ujarku.

“Ini ada puisi buat kamu shill” rio merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kertas berwarna merah ati.

Sahabatku sayang, shilla
Melewati setiap garis takdir. Kau membawaku mengarungi mimpi. Bertepi untuk menatap hari. Dan kau kenalkan aku mentari.
Sahabat kau.. memberiku harapan, dengan semua keterbatasan...
 Melewati lembah sunyi, kita bernyanyi..
Senyumanmu membuatku lebih berarti..
Sebuah persahabatan akan indah dengan kejujuran.
Dengan keikhlasan, dan senyuman kepastian..
Setelah kau pergi, ku mohon untuk kembali..
Aku akan menunggumu sahabat.
Menjadi dan mewujudkan mimpi kembali

Terntanda –mario :) 


*

Kini aku berjalan sendiri. Bukan dengan bayangnya sekalipun. Karena kini ia adalah satu cerita bersamaku, kenangan indah di masa putih – abu. Satu cerita bersama Rio.


The end-
 

Gema Aksara✎ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea