Jika sebuah rasa terkuak di antara kesunyian, maka rasakan itu perlahan.
**
Jika di bilang pagi, maka katakanlah iya. Bahkan untuk seorang mario aditya. 06.10 , right? Pagi sekali bukan?
Pemuda itu berkacak pinggang, ia menengadah ke awan. Ah yang benar saja, cuaca akhir-akhir ini labil sekali. Batinya.
Perlahan butriran-butiran kristal itu berjatuhan tepat pada panggal kepalanya, pemuda itu berlari kecil menyusuri koridor utama setelah ia bergegas pergi dari tempatnya mempakirkan si cagiva hitam kesayangan. Ia berkacak pinggang di lihatnya wajah-wajah setiap siswa asing –yang tak di kenalnya- berjalan bergantian melewati koridor tempatnya berdiri.
“seenggaknya gue gak gaduh sama teriakan cewe-cewe gila, ada untungnya juga gue datang pagi ckck” ia mendesah pelan.
“hei gadis-gadis mario aditya ada disini” teriaknya menyusun kegaduhan di setiap sudut koridor.
“tak ada siapa-siapa yah? Tak beruntunglah kalian hari ini” lanjutnya sambil terkekeh pelan.
Pemuda bergigi gingsul itu menoleh diiringi seringai kecil di bibirnya, mulutnya mengatup seketika , ia mengerutkan dahi lalu menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
Lantas pemuda itu berjalan dengan kesepuluh jemarinya berada dalam saku celana. Seperti biasa gaya andalanya yang selalu membuat setiap hawa luluh.
“lagi ngapain lo disitu?” ganti mata pemuda itu menatapi seorang gadis berambut hitam sedikit ikal yang sedang duduk sambil memainkan cipratan air yang turun di sela-sela langit mendung pagi itu.
“lagi main air” jawabnya masih belum berpindah posisisi, rio mendesah pelan sambil mengikuti gerakan jemari si gadis.
“ntar baju lo basah, Mau? ckck”
Gadis itu menghentikan aktifitasnya dan catat setelah ini. Ya gadis itu hanya melirik sekilas ke arah rio lantas melengos pergi meninggalkan seorang pemuda yang masih diam mematung di tempatnya, detik kedua ganti riolah yang menganga.
*
“gue yakin dia cewe yang beda meeeen”
“yakin banget sih lo” sahut Gabriel –sahabatnya
“iya lah, secara seorang cassanova kaya gue yang bahkan cuman beberapa jarak deket sama dia. Dan hey, dia gak respon apa-apa bro! Ckck” gabriel menyeringai kecil di ujung kalimat Rio.
"so? are you seriously want to know about her more?“ rio mengangguk mantap.
“yes, i do”
-
Jika diam adalah jawaban, kan kucari pertanyaan untuknya.
Rio , pemuda itu menyusuri setiap jajaran kelas X di lantai ke koridor paling atas di lantai 3, matanya menyapu setiap siswi yang tak lengang di hadap maupun sampingnya, tiba di kelas paling ujung X5 tak ia temukan juga tanda-tanda seseorang yang di maksud. Ia mendengus sebal, di perhatikanya seorang gadis berkuncir guda yang baru datang dengan tas selempengan yang bergantung di bahu kananya sambil membawa sebuah botol minum di pangkuanya.
“misi kak” ucapnya sopan, rio yang menyadari gadis itu adalah incaran mantapnya, lantas berdiri di ambang pintu sambil memamerkan deretan gigi gingsulnya yang langsung di respon dengan kerutan dahi gadis di hadapanya, heran dengan apa yang di lalukan seniornya.
“mau lewat yahh de...” rio menggantung kalimatnya dan melirik pelan-pelan ke arah seragam seorang siswi. Sedang si empunya hanya menghentakan sepatu lantas mengerucutkan bibir, gak sopan sekali kaka kelasnya ini.
“ada apa sih kak? Aku pengen lewat” ucap gadis itu pada akhirnya, di sertai sebuah nada memohon.
“bentar dulu Ashilla Zahrantiara .. wow! Nama yang cantik, kaya orangnya”
Gadis itu hanya melengos lagi begitu saja, di sertai tatapan tak wajar dari teman-temanya.
Hari kulewati, dengan senyumanmu.. eh gadisku.
Rio –pemuda itu memilih duduk di balkon kamarnya bersama petikan gitar jemari-jemari lincahnya, wajahnya berseri menghangatkan suasana malam. Tubuhnya terasa sangat ringan, matanya menyusuri setiap benda-benda lagit di atas sana, indah sekali –pikirnya seperti perempuan.
Entah kenapa, semakin hari pemuda itu memiliki tekad yang begitu kuat untuk seorang gadis mm katakanlah dia sedang kasmaran, nyatanya bayang dan senyum menawan seorang adik kelas yang –bahkan tak meresponya barang seujung kukupun terus memutar seperti kaset di dalam pikiranya. Itulah satu hal yang membuatnya bertekad oval. Bukan bulat lagi.
*
Hari ini ku lihat dia dengan tawanya.
Suasana SMA budi pertiwi begitu riuh dengan datanganya seorang mario, terutama kaum hawa yang dengan nyata selalu memperlihatkan tindakan ‘anarkis’ teruntuk seorang Mario, the most wanted boy yang bak cassanova itu, hanya kali ini keriuhan itu bukan karena rio memamerkan aura tampanya, tapi karena dengan sigap Rio menghalangi langkah seorang adik kelas berjenis kelamin perempuan secara terang-terangan di depan teman-teman dan fans-fans nya. Lantas semua mata menaruh tajam pada si gadis, dan tatapan pertanyaan pada Rio.
Ashilla –gadis itu hanya mendesah pelan, tanpa ekspresi dan tak membalas tatapan sengit dari siapapun yang melihat ke arahnya.
“permisi kak Rio aku mau lewat” pintanya sedikit dengan nada pemohonan
“you’re very amazing today” dan detik selanjutnya seisi sekolah gaduh dengan gosip teranyar hasil liputan para penghuninya. Rio sedang jatuh cinta.
“yo!”
“hm?”
“lo serius mau deketin tu bocah” rio mengernyitkan dahi
“so, emang kenapa?” ujarnya masih dengan santai
“bangun yo!” gabriel menjetikan jari tengah dan ibu jempolnya tepat di wajah rio
“ke enak jidat tuh yo, dia aja cuek sama lo ckck” lanjutnya menjudge, rio terkekeh pelan
“haha justru itu bro, ada perjuangan! Lo liat aja gue bakal dapetin dia, janji”
-
Hujan saat itu datang bersama impian.
Hujan saat itu –gue menemukan sebuah rasa, dimana akan ada dua pelaku di dalamnya.
Gue dan dia.
Bel pulang SMA budi pertiwi berbunyi, surga untuk siapapun yang telah di jajaki rumus-rumus dari bagaimana monyet bisa bergelantung, atau bagaimana cicak tidak jatuh padahal berada di atap-atap atau bahkan rumus bagaimana terjadinya sebuah goyang langka yang terbaru saat ini, goyang gayung. Ah itu belum seberapa masih banyak rumus-rumus yang mereka lahap, tentunya seperti Rio yang telah siap siaga membawa sebuah payung lipat di genggamanya. Senyum nya terus mengembang selama ia berjalan di koridor, sedang tak jauh di belakangnya seorang siswi dengan cekalan tangan Gabriel terus merutuk sambil berteriak.
“Rio jelekkkk balikin payung gue onyon!”
Sementara yang di maksud hanya melirik ke belakang sambil menyuguhkan cengiran kuda lantas berlari cepat-cepat sebelum misinya gagal.
Rio kini telah berada di lantai tiga tepat di koridor kelas X , dengan santai ia berjalan tanpa mempedulikan tatapan teduh dari kaum hawa yang melihat aksinya. Kebetulan bertepatan dengan bel pulang berbunyi hujan telah dulu mengguyur bumi dengan derasnya, dan sebagian siswa masih meneduh di kelasnya masing-masing, dengan ini pula rio memiliki ide yang di luar dugaan.
Pemuda itu kini telah tiba di depan sebuah kelas, kelas X5 tepatnya dengan satu lengan ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya, dan tangan lainya menenteng sebuah payung lipat. Ia tersenyum dan kemudian masuk tanpa permisi membuat semua penghuni kelas itu terkesiap seketika.
“Ashlla Zahrantiara” serunya lancar
Segerombol gadis yang sedang duduk di meja kedua dan ketiga di dekat jendela ujung saling menyikut lengan Shilla –panggilan dari namanya Ashilla, shilla hanya mengulum senyum kemudian mengedikan bahu pelan. Ada rasa lucu juga yang tiba-tiba ia sisipkan untuk sosok seorang Rio, yang akhir-akhir ini selalu mengganggu hidupnya, ya sedikit-sedikit ia mulai terhibur juga walau terkadang bukan pada waktunya kakak kelasnya itu muncul.
“mau pulang?” tanya Rio gelagapan. Sebenarnya bukan kalimat itu yang ingin ia lontarkan, hanya karena ia terlalu gugup jadilah sebagian kalimat itu yang terlontar. Dan kemudian ia hafal kalimat yang seharusnya ia lontarkan. Kalimat hasil penyusunan playboy kelas kakap –gabriel yang tentu katanya selalu ampuh menaklukan setiap wanita. Sial. Pikir rio sarkatis.
“belum kak, masih hujan di luar nanti aja” rio melongo. Rupanya ia kehabisan kata-kata untuk jawaban Shilla, di garuknya kepalanya yang tidak gatal. Kemudian mengacungkan sebuah payung, memberi isyarat
–sebenernya gue pengen ngajak lo pulang, nih ada payung, kita bisa pake berdua kan- . seperti itulah kira-kira.
“kak rio mau nganterin shilla pulang? Gitu kan kak?” ujar seorang gadis di samping Shilla, Zevana –teman sebangkunya -yang kebetulan mengenal ketua tim basket itu lantaran ia juga mengikuti eskul basket.
“nah” respon rio sambil mengangguk penuh setelah ucapan zevana.
“gimana shill? Kaka bawa payung kok, selama kamu gak jauh-jauh pasti aman” gombal rio
“udahlah shill, terima aja. Siapa tau kamu mendadak famous gara-gara kak rio” bisik keke
“ah aku gak mau, kalian apaan sih”
“kak Rio, Shilla mau tuh!” ujar zevana spontan, pemilik nama shilla membelalak lebar.
“serius ? haha yuk” Rio berjalan menghampiri gadis-gadis itu dan reflek menarik pergelangan tangan kiri shilla, si empunya tak ada penolakan dan dengan dorongan teman-temanya akhirnya masuklah ia dalam perangkap Rio.
SEKOLAH GADUH KEMBALI. Baru saja gosip tadi pagi menjadi trand topic seantero sekolah, kini di tambah lagi dengan perlakuan romantis Rio bersama subjek yang sama –seseorang berjenis kelamin perempuan – yang berjalan berduaan di tengah lapang dengan satu payung. Jadilah sekolah ribut lagi, terutama kaum hawa yang berteriak kira-kira seperti ini
–gue mau juga dong yo!- atau
–ih mereka gak cocok , cocokan sama gue- sisanya hanya siulan dan teriakan
‘cie’ yang membahana.
“lo tenang aja mereka Cuma sirik hehe” shilla menghentikan langkahnya dan melirik rio
“kak ..”
“hm?”
Tiba-tiba pegangan tangan rio atas payung itu kehilangan keseimbangan. Sementara sepasang anak manusia itu masih berada di titik di tengah lapang, detik kemudian payung dalam genggaman rio terbang terhempas angin. Shilla terperanjat kaget, hujan saat itu deras sekali baru 5 detik terkena guyuran hujan, seluruh seragamnya sempurna terkontaminasi kristal-kristal itu. Ingin berlari namun lengan kokoh rio masih menggenggam pergelangan tanganya erat. Jadilah sore itu mereka hujan-hujanan di tengah lapang tanpa ‘niat’.
Rio menengadahkan kepalanya ke atas. Butiran kristal itu berjatuhan menerpa setiap pahatan wajahnya. shilla sesekali mengusap wajahnya dengan telapak tangan kananya. Dan melirik rio pelan-pelan.
“kak neduh aja yu, nanti sakit” ucapnya di sela-sela cipratan air hujan.
“hah gue gak denger?” tanya rio sedikit keras, shilla berdecak pelan
“kita neduh kak, seragam aku basah”dengan gerak cepat rio menarik tangan shilla dan berlarian di antara hujan. Penunggu koridor semakin di suguhi adegan romantis dan menarik di tengah lapang, sedangkan rio menikmati setiap detik waktu yang bergulir dengan gadis dalam genggaman tangan kananya. Dan senyum itu ternyata terukir lebih indah dengan rahasia sang maha pencipta. Gadis itu tersenyum bersamanya dan hujan.
*
Hujan mulai sedikit mereda, siswa/i SMA budi pertiwi pun telah banyak yang meninggalkan sekolah. Sementara di kantin dua pasang adam dan hawa masih larut dalam sisa-sisa hujan membaur bersama senyum dan tawa.
“yo pokoknya gue gak mau tau,tu payung yang terbang kudu balik. Itu kan punya emak gue mana baru kredit juga, di mutilasi gue pulang-pulang” protes Agni yang baru saja kehilangan payung kesayangan ibunya akibat rasa iba yang terlalu berlebihan saat Rio memelas menyewa payung lipatnya, di tambah dengan materi sewa yang menggiurkan. Nyatanya ia-lah kali ini yang jelas-jelas rugi.
“sabar kali Ag. Nih gue ganti, tapi uang muka dulu ya”sogoknya dan mengambil selembar uang 50 ribuan di dompetnya kemudian menyodorkan ke arah Agni.
“hah segini doang? Payung gue? Tetep lo ganti kan?” rio mengangguk malas
“iye bawel udah sana lo balik, besok gue ganti, yel musnahkan tu makhluk di hadpan gue” perintah rio pada Gabriel yang berdiri di samping Agni. Tanpa berpikir panjang Agni menoyor kepala rio dan berlari di ikuti gabriel yang mengekorinya dari belakang.
“sorry ya ada kesalahan teknis, hehe”
Rio menggosok kedua telapak tanganya hingga menghangat dan menempelkanya tangan gadis di hadapanya. shilla menolak halus di ikuti senyum yang terukir di wajahnya.
“makasih yah kak” rio tersenyum tipis, malu juga ternyata.
“gapapa, maafin gue yah?”
“buat?”
“hujan-hujananya” shilla mengangguk dua kali dan tersenyum lagi. Senyum yang selalu membuat getaran halus melewati hatinya. Membuat rongga pernafasanya selalu tertahan.
“udah sore kak, aku pulang yah”
“gue anterin ya de”
**
Seiring dengan berjalanya waktu, rasa itu kian terbaca
Tak juga menimbulkan prahara.
Cinta yang begitu familiar sebutanya, kini miliklah dia
Seseorang yang tinggal memilih pelabuhan hatinya.
*
Segerombol siswa sedang duduk di bangku dekat pohon taman sekolah, satu di antaranya menenteng sebuah gitar akustik, semua disibukan dengan liputan pertandingan bola di ajang sea games, tentunya dengan Gabriel sekalu mandor pemulai perbincangan segerombol makhluk bernama laki-laki itu. Sedang rio belum begitu tertarik dengan obrolan yang jika di lihat sepintas seperti ibu-ibu yang sedang bergosip ria lantaran tetangga barunya yang janda membawa pacar barunya ke rumah. Rio terkekeh pelan, lucu juga kalo –nyata seper itu.
Angin membawa segelintir kesejukan hingga menyusuri setiap jengkal tubuh rio, di tambah subjek yang kini mulai terlihat siluitnya berjalan kian mendekat ke tempatnya duduk bersama teman-teman, karena memang untuk menuju kantin hanya itu satu-satu jalan yang bisa di lewati. Dari jauh pemuda itu sudah tersenyum sumringah menyadari siapa gadis yang kian berjalan mendekat membawa sebuah kotak makan dan botol minum. Dengan siaga Rio mulai memetik senar-senar gitarnya.
Akhirnya akhirnya aku temukan
Wajah yang mengalihkan duniaku
Membuat diriku sungguh-sungguh tak berhenti mengejar pesonanya
Kan ku berikan yang terbaik tuk membuktikan cinta kepadanyanya
Dia dia dia cinta yang ku tunggu- tunggu tunggu
Dia dia dia lengakpi hidupku
Dia dia dia cinta yang kan mampu mampu mampu
Menemaniku mewarnai hidupku
Jrengg!
Petikan terakhir dengan sempurna dan lantang membuat gadis itu terkesiap. Rio kemudian berdiri dan seperti biasa melakukan aksinya.
“lo gak bisa lewat de” shilla tak menjawab, hanya menyodorkan kotak makanya ke arah rio hingga menyentuh bagian perut pemuda itu.
“buat gue? Yee asik, eh terus lo mana?” shilla tak menjawab juga hanya berbalik arah dan meninggalkan rio.
“dek thanks ya!”
*
“aku bosen sama kelakuan kak rio!” koar Shilla di iringi tatapan iba dari teman-temanya.
“tapi kan shill, kak rio Cuma mau temenan sama kamu, salah?” sahut zevana kalem
“engga! Cara dia yang salah, aku bukan mainan”
“lagian masih banyak kok cewek yang bisa dia mainin, kenapa milih aku!”
BUK.
Sebuah kotak makan berwarna biru bercorak micky mouse mendarat di meja Shilla, tanpa melihat subjek di hadapanya pun Shilla lebih dulu tau siapa itu. Entah kenapa kedua matanya seakan memaksa untuk tidak melihat ke arah subjek itu.
“gue udah tau kok, maaf udah sering ganggu de.” Ujar rio datar
Tanpa respon, ia berjalan meninggalkan shilla dan teman-temanya yang masih diam membisu.
Mampus aku. Batin Shilla.
*
“yo, Shilla tuh!” seru Gabriel sambil mengarahkan dagu pada segerombol siswi kelas X yang baru keluar dari kelasnya. Rio melirik malas.
“bodo amat”
Gabriel yang mendengar kalimat sahabatnya itu lantas kembali menarik helm full face yang baru saja ia gunakan.
“demi apa lu? Heuh udah gue duga lo orangnya bosenan, ckck”
“bukan gitu sob, dia gak suka sama gue, buat apa gue nyia-nyiain waktu” lanjutnya dan kemudian menggas laju cagiva hitamnya mendahului gabriel membelah jalanan.
--
Penantian gue gak boleh sia-sia,
keep spirit!
Rio mengatur nafasnya dan berjalan ke tengah lapang sambil membawa sebuah bola basket di tanganya, di lemparnya bola itu ke sembarang arah lantas berjalan menuju segerombol siswa kelas X yang sedang mengikuti jam olahraga. Di lihatnya satu-satu wajah-wajah yang melewati setiap pandanganya, betul ini X5, lantas kemana gadis itu? Boloskah jam ini? Atau..
“dia di ruang musik kak” seru zevana yang menyalip beberapa temanya agar bisa menghampiri rio.
Rio membulatkan suaranya.
“lagi ngapain?”
“tadi sih di suruh latihan buat pembukaan pensi minggu depan”
“thanks ya!” zevana mengangguk cepat kemudian menatapi punggung rio yang kian menjauh
-
Rio memasuki ruangan besar khusus pentas seni SMA budi pertiwi, ruangan ini besar , di dalamnya terdapat kursi yang tersusun rapi dan di depanya ada sebuah panggung seni berukuran luas di lengkapi semua jenis alat musik+tirai merah yang menutupi stage belakang. Rio berjalan dengan kedua lengan ia masukan ke dalam saku celana, gaya andalan cool
-nya. Kemudian matanya tertuju pada seorang gadis yang tengah duduk di balik sebuah grand piano putih sambil memainkan sebuah nada dari salah satu lagu milik musisi indonesia.
Rio meraih sebuah gitar akustik dan berjalan mendekat ke arah gadis itu.
“karena aku selalu denganmu”
Shilla melirik, di sambutnya Rio dengan senyum yang nyatanya hingga kini masih menjadi senjata ampuh bagi sebuah rasa yang melewati hatinya. Tetap sama tak berubah sedikitpun.
“aku minta maaf kak” ujar shilla sambil menunduk dalam. Rio meraih bahu gadis itu.
“lo mm maksud kaka kamu gak salah kok, harusnya kaka yang minta maaf udah sering ganggu kamu”
“kakak gak salah kok, justru ternyata aku kangen sama jail kakak, sehari gak keliatan cukup membuat beban” akunya polos
“haha shil, itu berarti kamu suka sama aku tau” shilla mengerucutkn bibirnya.
“kata siapa kak? Pd banget deeeeh” rio terkekeh pelan dan meraih kedua tangan shilla. Gadis itu tak mampu untuk menyembunyikan kedua pipinya yang merah merona.
“karena aku suka sama kamu, hujan”
“biasa aja kali gak usah gugup” lanjut rio masih dengan tenang. Bahkan tak tersenyum.
“nembak?” tanya shilla hati-hati
“ngga. Cuma minta jadi pacar aja”
“kalo gak mau?”
“gimanapun dan dengan cara apapun harus mau”
“aku gak bisa kak maaf”
“aku gak bisa nolak”
Dan jika semua harus terjadi ya terjadilah.
Hidup itu perjuangan, sama dengan cinta
Tanpa batasan sang maha kuasa
Tertulis nyata milik setiap manusia
“oyah de, hujan telah ngasih banyak harapan buat gue buat bisa dapetin lo, dan itu nyata” rio mengacak poni gadis itu. Keduanya kini bersama dalam sebuah ikatan nyata yang tergugus oleh sang maha kuasa, cinta.
the end -