Menghampiri lantas pergi. Is that weird?

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri

Satu kata ketika saya membaca kalimat ini adalah “Weird”. Kenapa? Banyak yang perlu saya jelaskan dibalik kata weird itu sendiri. Aneh, ketika kamu barusaja merasakan apa itu datangi, lalu ditinggalkan lagi. Aneh, ketika kamu sudah meneguhkan hati bahwa dia adalah pengganti si pemilik lama ‘hati ini’ namun kemudian memilih pergi. Aneh, ketika ia yang menyapa kali pertama kemudian hilang begitu saja. Dan masih banyak jutaan aneh yang bersemayam di hati dan pikiran saya tentang sesuatu bernama datang dan pergi.
Dari kalimat itu, kita bisa menemukan “Getting close to somone for a while..” for a while, ya, saya selalu miris ketika menyadari sesuatu berubah sekejap mata dengan begitu nyata di hidup saya. U know what, I felt those. Rasanya... tidak tahu seperti apa. Tidak terasa luka, namun selalu ada yang mengganjal dihati saya. Mungkin ini yang banyak dikatakan remaja dewasa ini, mungkin ini rasanya diberi harapan palsu. HAHAHA dunno what I said, eh, but it’s a fact.
Saya selalu bertanya kepada angin, berharap gelombangnya menepi pada si pemberi harapan, dua kalimat saja, “Mengapa kamu menghampiri jika kamu kemudian memilih pergi? Dan mengapa kamu terkadang kembali dengan sebongkah harapan yang membuatku terbuai akan mimpi?”
Kamu tidak menjawab, ya aku tahu. Kamu juga mungkin tidak menyadari selama ini ada sebongkah hati yang kamu tabrak-tabrakan sesuka hati.
Jujur saja, saya sempat jatuh cinta. Kepadanya.  Siapa yang tidak bisa jatuh cinta. Ketika kamu sedang berada dalam titik mengagumi tanpa dicintai seseorang dalam waktu terhitung tiga tahun lamanya, dia datang, membawa segenggam harapan yang membuatmu bangkit dari keterpurukkan.
Dia datang, dengan segala kesederhanaan. Dan tidak butuh waktu lama, dia bisa membunuh perasaan pekat saya untuk seseorang dimasa lama dengan begitu hebatnya. Lalu, membuat saya jatuh cinta kepadanya dalam sekali tepuk saja. Seolah ia memiliki sebuah mantra.
Tapi itu hanya berlaku dua minggu saja. Setelah dengan bodohnya mencuri rasa saya dari orang dimasa lama, dia pergi tanpa kata, hilang ditelan ketidaktahuan dan pergi tanpa permisi.
Lalu saya sempat bertanya pada diri sendiri. Apa selama ini saya hanyalah persinggahan saja? Kenapa pula ia seolah benar-benar berniat ke arah sana. Mengirimkan saya hal-hal manis, memberi perhatian dan teguran yang begitu magis, seolah bersamanya hidup saya tidak akan hanya statis, tapi bisa dinamis.
Dinamis.. ya satu kata lain yang kemudian menjungkirbalikan segalanya. Dinamis.. berubah-ubah. Tidak di tempat. Dia berubah. Setelah apa yang dia berikan akhirnya berdampak pada perasaan saya, dia pergi, dengan segala pertanyaan rumit dihati.
Saya lalu bertanya; apa salah saya? Dia hanya menjawab tidak apa-apa. Begitu seterusnya hingga saya jenuh. Saya jenuh karena seolah saya berbicara dengan orang asing. Bukan seperti dia yang kali pertama menyapa. Dia hilang, membuat saya bimbang. Bimbang untuk terus berjalan, atau berhenti. Karena dua pilihan yang berbeda, hasilnya tetap akan sama. Saya sama-sama akan terluka.
Lalu saya menemukan jawaban dari segalanya... dan jika dianalogikan sebagai tiang. Ia adalah sebuah tiang yang entah mengapa saya bersandar tanpa sengaja disana. Tiang ini tidak begitu memiliki arsitektur yang indah, namun memiliki aura yang sangat nyata dan menjanjikan kenyamanan ketika saya bersandar kepadanya. Tiang ini.. memiliki pondasi sekuat baja, seolah terbuat dari materi yang tahan gempa. Dan unsur ketidaksengajaan itu kini berubah menjadi... saya suka bersandar berlama-lama disana.
Tapi rupanya saya salah persepsi. Saya terlalu memuja tiang ini dan tidak ingin pindah lagi karena saya merasa nyaman disana. Saya salah, justru kenyamanan yang diberikan tiang ini rupanya ia berikan kepada orang lain jua. Kepada orang berbeda. Dan saya akhirnya sadar, tiang ini sepertinya tidak ingin saya berlama-lama bersandar disana. Dia tidak ingin lama menginginkan saya, dia ingin orang lain melihat kesempurnaannya memberikan kenyamanan ketika mereka singgah kepadanya. Saya salah sangka, dia tidak senyaman yang saya kira.
Lalu jawaban kedua, mungkin, karena saya  orang yang tidak seperti dia harapkan. Saya terlalu menutup diri ketika ia ingin merangkul saya lebih jauh lagi. Dia salah.. saya hanya.. butuh lebih banyak waktu untuk meyakinkan hati. Tapi mungkin dia tidak mengerti, dia menyimpulkan semuanya secepat kilat, dan dia mungkin sedang cepat-cepat, sehingga dia tidak mau lagi berada di tempat. Dia lagi-lagi tidak mengerti, jika sedetik lagi ia bisa menunggu, saya dan dia mungkin... sudah bisa merajut sebuah benang baru.
Tidak apa.. karena saya tidak ingin terlihat seperti gadis yang mudah diraih. Karena...
Because I’m not easy. But I think he had give up on me.
Its up to him. I know, every guy are actually looking for a nice girl to be his. But once again, I won’t be easy... because my heart is too worth for someone who didn’t want to struggle.
Dan atau mungkin... karena persinggahan barunya kini lebih baik dari saya. Dan dia merasa nyaman disana, saya hanya bisa mengucapkan. Hi you:
Lalu saya berhenti sampai disini. Meski saya, sejujurnya pernah mencintai.

Diantara fajar yang berhujan,
Saya tidak berharap kamu kembali.

Dari yang pernah kau datangi,

@nitajulio_

0 komentar:

Posting Komentar

 

Gema Aksara✎ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea