Hi, there.
Akhirnya bisa nulis hal-hal diluar cerpen atau puisi lagi. YAY. Yet, I think the title for this blog is
better “A bowl of Supernova (within flavor mixed of: a bit review, outpouring
and some of tragic reader’s emotions)”. But, I keep the title as simple as I
can, because I think that keyword is easy to find. So, here we go!
SUPERNOVA.
Saya memang bukan merupakan penggemar lama, bisa dikatakan saya adalah freshman yang mengikuti serial ini.
Mungkin, dulu kali pertama supernova KPBJ terbit, saya masih anak ingusan. A five years old girl. Pertama kali tahu
seri supernova adalah ketika saya kelas satu SMA, itupun karena saya lihat
judul-judulnya yang unik dan tidak biasa, dan dua judul supernova yang saya
tahu pertama kali adalah akar dan petir. Honestly,
itupun karena saya baru jadi anak SMA iseng yang unduh-unduh e-book illegal di situs yang saya sendiri gak inget apa. Waktu itu, saya
belum tertarik karena pas saya buka covernya, sama unik, saya nggak ngerti,
dulu kan sebagai teenager, bahan
bacaan saya hanya di genre teenlit
saja.
Baru,
di kelas dua SMA akhir saya mulai tertarik baca. Itu pun karena saya pertama
kali baca novelnya Dee yang perahu kertas, sibuk cari sana-sini karena gak
berhasil nonton filmnya. Dan… saya ketagihan tulisan Dee. Saya yang mulai
mencintai berat dunia membaca-menulis itu teringat satu hal. Saya punya e-book Dee di laptop. Akhirnya, e-book ilegal dari situs antah
berantah tidak tahu rimbanya dengan judul petir pdf itu iseng saya buka di
laptop.
Saya masih belum paham. Akhirnya cuma baca puisinya saja. Dan saya lanjut membaca karya Dee lain selain Supernova. Satu tahun kemudian, ketika saya duduk di kelas 12, saya iseng ketik keyword ‘supernova Dee lestari’ di search engine. Dan terkejutlah saya, betapa kecil pengetahuan saya tentang serial Dee yang satu itu. Akhirnya saya mulai gila dan penasaran mencari tahu tentang novel serial itu dan mulai mencari urutan mana seri pertama, kedua dan selanjutnya. Karena di laptop saya hanya ada e-book ilegal akar dan petir, akhirnya saya mulai baca seri akar dahulu. And that was so… incredible. I asked myself, “What was I read? Is that really a story? Why does it so fuckin’ awesome?” dan itu adalah kali pertama saya mulai 'menggilai' supernova. Ketika saya tamat akar, saya mulai baca petir. Kesan pertama saya baca petir adalah: ANJIR ELEKTRA. Saya ngakak, senyum-senyum sendiri, kadang bengong dan sejuta ekspresi lainnya. Tapi sungguh sayang, petir tidak seberuntung akar, dia menggantung dihalaman entah keberapa pokoknya pas Elektra melakukan operasi pandu jaya. Nita was so deeply in sad. Setelah itu… jeda cukup panjang memberi jarak antara Nita dan Si Supernova. UN, SNMPTN, SBMPTN dan tetek bengek urusan kuliah lainnya menjadi prioritas saya. Saya putus dengan supernova.
Saya masih belum paham. Akhirnya cuma baca puisinya saja. Dan saya lanjut membaca karya Dee lain selain Supernova. Satu tahun kemudian, ketika saya duduk di kelas 12, saya iseng ketik keyword ‘supernova Dee lestari’ di search engine. Dan terkejutlah saya, betapa kecil pengetahuan saya tentang serial Dee yang satu itu. Akhirnya saya mulai gila dan penasaran mencari tahu tentang novel serial itu dan mulai mencari urutan mana seri pertama, kedua dan selanjutnya. Karena di laptop saya hanya ada e-book ilegal akar dan petir, akhirnya saya mulai baca seri akar dahulu. And that was so… incredible. I asked myself, “What was I read? Is that really a story? Why does it so fuckin’ awesome?” dan itu adalah kali pertama saya mulai 'menggilai' supernova. Ketika saya tamat akar, saya mulai baca petir. Kesan pertama saya baca petir adalah: ANJIR ELEKTRA. Saya ngakak, senyum-senyum sendiri, kadang bengong dan sejuta ekspresi lainnya. Tapi sungguh sayang, petir tidak seberuntung akar, dia menggantung dihalaman entah keberapa pokoknya pas Elektra melakukan operasi pandu jaya. Nita was so deeply in sad. Setelah itu… jeda cukup panjang memberi jarak antara Nita dan Si Supernova. UN, SNMPTN, SBMPTN dan tetek bengek urusan kuliah lainnya menjadi prioritas saya. Saya putus dengan supernova.
Baru,
setelah saya mulai masuk ke dunia kuliah di bulan september tahun 2014, saya mulai mencari lagi
jejak supernova. Tahun itu, tahun dimana Gelombang lahir. Itu adalah tahun
pertama dan kali pertama saya punya wujud asli supernova dalam bentuk cetak.
Saya mulai gencar e-shopping di
beberapa toko buku online, dan
ditahun itu, saya pertama kali kenal dengan Alfa dan Zarah secara bersamaan.
Iya, karena partikel adalah seri yang belum saya baca, saya memutuskan untuk
menyicil beli. Gelombang dan Partikel ada dalam rengkuhan saya.
Singkat
cerita, naluri manusia saya mulai muncul. Rasa puas. Saya belum puas baca
supernova. Akhirnya, saya bertemu jodoh saya. Rental novel dan komik dekat
Kampus yang direkomendasikan teman, menjodohkan saya dengan KPBJ dan Petir—yang
sempat kena jeda panjang akibat e-book ilegal gak kumplit dan masa-masa akhir
SMA—ohoooo! Saya girang setengah mati, apalagi lihat covernya, it was the first cover of KPBJ and Petir! Saya lihat dan baca langsung
novelnya di edisi cover pertama. Meski bukunya saya yakin sudah berumur
tahunan, tapi Vajra Pondok Bacaan merawatnya dengan apik, saya seperti bertemu
kawan lama. Elektra I miss you!
So,
akhirnya saya bisa menamatkan 5 series supernova ditahun yang sama dengan Alfa
lahir. Dan jika diurutkan, merekalah kawan-kawan supernova yang menyapa saya; dimulai dengan Akar, Petir (Setengah), Partikel, Gelombang, KPBJ, Petir lagi
(kumplit) dan Gelombang yang saya re-read
sampai lima kali dari pertama kali beli.
Setelah
itu, saya mulai e-shopping
novel-novel, setiap bulan, minimal saya dapat dua novel, dan supernova series
nyelip di setiap keranjang belanja. Petir adalah kawan yang harus saya rangkul
duluan, karena saya cinta Elektra amat sangat. She like my sister. Saya harus punya supernova series sendiri,
karena rental di pondok buku hanya bisa dua minggu. Selanjutnya, KBJP dan Akar
menyusul, mereka menyapa rak buku saya bersamaan. Dan beruntungnya, saya selalu
kebagian stock. The power of e-shopping! Thank
you toko buku langganan, pengenbuku.net dan bukabuku.com (Mmm, anggap aja endorse gratis karena jasa mereka saya
bisa dapat buku-buku yang gak ada di Purwakarta).
Butuh
waktu satu tahun lebih untuk bertemu seri akhir Supernova. Saya menunggu
kelahiran IEP dengan ritual membaca ulang Supernova dari awal. Kegiatan re-read ini sudah bermulai dari sejak
versi cetak mereka menghuni rak buku, lalu mulai intensif lagi satu bulan
ketika pengumuman Supernova IEP akan lahir. Partikel adalah novel yang menyita
waktu paling lama. Bahkan, saya mulai re-read
Gelombang untuk menyambut IEP adalah tiga hari terakhir pra IEP lahir, dan
belum tamat bahkan sampai Pak Kurir yang anter IEP edisi TTD Mamak Suri ke
Rumah tanggal 26 febuari ba'da ashar.
Btw,
sangat butuh perjuangan menunggu IEP hadir. Saya harus rela memendam rindu pada
supernova, sekaligus bersiap-siap untuk salam perpisahan. Saya tidak
menyia-nyiakan kesempatan, ketika pre-order
dimulai dan hastag #SupernovaIEP menjadi trend
topic, siangnya saya langsung order,
satu bulan kemudian IEP hadir ke pangkuan saya, meskipun harus rela di anak
tirikan karena saya berusaha re-read Gelombang
sampai tamat. Dan alhasil, IEP dibaca dua hari kemudian, tanggal 28 febuari dan
habis dalam 3 hari. Niat awalnya, saya bersumpah akan nyicil agar tidak terlalu
cepat tamat, tapi dihari ketiga, sepulang kuliah, saya baca IEP gila-gilaan,
ngebut, selang mandi, makan dan sholat lalu tamat sampai malam.
Ini
berbagai (mind-comment) saya ketika
baca IEP:
“ASTAGFIRULLAH!”
“YA
ALLAH”
“Eh geuning Pak Kas mah asa tukang foto yang ngajarin Zarah tea?” (Cepat-cepat buka novel partikel buat memastikan).
“Eh geuning Pak Kas mah asa tukang foto yang ngajarin Zarah tea?” (Cepat-cepat buka novel partikel buat memastikan).
“Anjir
Bu Sati dan Pak Simon, anjiiiir anjiiiir gak nyangka!”
“EUUUUUH
Greget pisan ka si Etra.”
“Boa edan
ini mah,”
*Ketawa-ketawa
sendiri* (Nggak bisa dihitung berapa kali, mungkin sudah bisa didiagnosa jadi
gila.)
“Sumpah
kenapa jadi geleh pisan ke si Ishtar,”
“Aduh
bromance-nya Alfa dan Bodhi,”
*Bentar-bentar
nge-google istilah/tempat-tempat yang disebutkan karena penasaran*
*Ngestalk
twitter dan IG mak Suri karena penasaran komentar readers yang lain padahal belum tamat baca.*
*Lanjut
baca*
“ANJJJJIIIIIIIIIRRRRRR!”
Dan
masih banyak komentar-komentar dalam pikiran yang tidak bisa dituliskan semua.
Begitulah emosi naluriah seorang pembaca yang nyaris gila. Saya benar-benar
terpukau dengan IEP sekaligus kesal karena nagih lanjutannya. Tolong Mak, saya
butuh hari pembebasan.
Ini
hanya cuap-cuap supernova ala Nita. Meskipun sudah tamat dari dua mingguan yang
lalu, tapi rasanya belum pas jika belum posting sesuatu ke blog. So, ini hanya
kilas cerita tentang bagaimana saya jatuh cinta pada Supernova. Bagaimana
saya dan Alfa saling jatuh cinta, dan bagaimana saya jadi pembaca gila yang
bermula dari pengunduh e-book ilegal
sampai punya versi cetaknya sendiri. Terkadang, melalui proses yang tidak
biasa, disitulah awal bagaimana kita bisa jatuh cinta sedemikian dalam terhadap
satu hal. And that’s how I love
Supernova.
Ps: Sampai saat ini peretas idola saya tetap teteh Etra Wijaya, karena pesonanya bahkan bisa mengalahkan Alfa dan Gio yang ganteng sekalipun. Salam dari anak Ekonomi, teh! Aku akan menyusulmu jadi Sarjana Ekonomi!
Ps: Sampai saat ini peretas idola saya tetap teteh Etra Wijaya, karena pesonanya bahkan bisa mengalahkan Alfa dan Gio yang ganteng sekalipun. Salam dari anak Ekonomi, teh! Aku akan menyusulmu jadi Sarjana Ekonomi!
Saya
akan membuat tulisan khusus review Supernova IEP di kesempatan berbeda. But for now, enjoy this blog.
Regard,
@nitajulio_
0 komentar:
Posting Komentar