A...... Lagi?

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar
A....... Lagi?

Fikiran saya entah melayang ke antahberantah mana. Tiba-tiba saja, di akhir cerita hidup saya bagian SMA, dua potong nama berbeda berhuruf depan A mulai terekam nyata dilembar-lembar yang tak menyisakan koma. Diam-diam, nama mereka berikan tinta merah muda lantas tersusun menjadi kalimat-kalimat dengan begitu saja. Mereka, dua orang pemilik nama berhuruf depan A selalu saja menjadi visual dibalik bingai kacamata minus milik saya.
Tidak ingat kapan mereka mulai menjadi potongan nama yang terselip ke dalam cerita saya. Mereka laksana penyusup yang mengeja rasa di hati saya dengan cara sederhana. Tapi, hati saya berkata ini bukan cinta. Cinta tidak mungkin menjadi milik dua orang yang berbeda sekaligus dalam waktu yang sama. Ini seperti...... rasa suka. Rasa ketertarikan. Karena, senyum mereka ber-adiksi terlalu pekat hingga diam-diam saya menyukainya. Seperti magnet yang menarik mata saya untuk terjun langsung menelusuri setiap detail senyum mereka.

Ah, pena. Saya menyukainya.
Tolong atur rasa kagum ini hanya pada batas sewajarnya. Karena saya hanya seorang gadis yang terlampau biasa. Tolong jadikan rasa ini sederhana. Sesederhana saya mulai mengenal senyum mereka.
Tolong pena, jangan terus semaunya merekam jejak-jejak mereka didalam hidup saya.
A.... lagi.
A untuk kesekian kali. Saya, bahkan tidak mengerti mengapa dua orang pemilik nama berhuruf depan A yang berbeda ini, yang saya anggap biasa, yang tidak pernah saya duga, menjadi sepenting rumus matematika.
Bagaimana selanjutnya, pena?
Saya harus diam saja atau terus membiarkan rasa ini menjalar, menjadi akar-belukar sampai palungnya? 
Tapi pada akhirnya, setelah nama mereka saya rekam di memo rasa, mereka masih sama, tidak mengenal saya. Mereka hanya akan dan selalu menjadi subjek sederhana dibalik bingkai kacamata.
Memandanginya sudah cukup daripada tidak, ya?






Regard,
@nitajulio_

Anime picture source from//google. Edited by me.

0503: A little incredible poem❤

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar



Bismillah!

Congratulations penulis otodidak yang amatir for your first omni-book!
Well, apa ya? Sebenernya pengen cuap-cuap dan posting ini dari hari-hari kemaren ketika buku ini launching. But I didn’t have free time –I mean, School need me too much and too often-maklum, katanya, saya adalah salah satu peserta Ujian Nasional yang akhir-akhir ini harus kerja romusha (re: belajar). Get back to the topic, ini cuman postingan yang gak begitu penting, sekedar ungkapan bahagia yang sayang banget buat di lewatin.

Akhirnyaaaaaaa, dengan tanpa berita dan tak pernah di duga, tulisan saya bisa kepilih and then di terbitin oleh Sahabat Pena (Including PT Pos Indonesia). I can’t describe how to say thankyou to them seriously. Dengan cara sederhana, mereka udah ngabulin doa-doa kecil yang selalu saya selipkan. Walaupun sebenarnya tulisan saya yang masuk disana hanya seuntai Puisi, tapi itu sebuah batu loncatan, bukan?

Haha, awal mulanya saya sedang berkutat dengan segunung hafalan dan praktek di sekolah. Kemudian, entah angin dari antahberantah mana saya dipanggil, katanya; Nita selamat tulisan kamu dibukukan oleh sahabat pena judulnya “Cerita dari Sahabat” launchingnya tanggal 5 maret di Bandung. What a notif guys!

A litle history:
Jadi, omnibook ini adalah bunga rampai teman-teman Creative writing garapan PT Pos Indonesia dan majalah Sahabat pena sebagai ajang pelatihan menulis untuk siswa-siwi SMA yang mempunyai bakat dalam bidangnya. Waktu itu, sekolah saya menjadi Tuan Rumah acara tersebut, sekitar awal/akhir Januari 2013. How old is it?
 Sebenernya, saya tidak termasuk kedalam daftar siswa yang menjadi peserta Creative Writing. Tapi, tanpa diduga-duga, kesempatan itu datang. Teman saya, Risti namanya, diam-diam mendaftarkan nama saya untuk menjadi salah satu peserta, itupun dengan usaha memohon yang luarbiasa. Makanya, I will say Thank a lot for my kitty friend-called Risti- for your ‘cute’ opportunity. Mungkin, kalau dulu saya tidak menjadi peserta CW, nama dan karya kecil saya tidak akan terbingkai manis di omnibook itu.
A second thankyou, buat guru saya, Umi Liza, jika beliau tidak merekomendasikan acara tersebut di Purwakarta, mungkin nama saya tidak akan ada pula di omnibook sana. Buat Pak Zahmar, orang pertama yang yang memberitahu kabar cantik ini, juga quality time ke Bandungnya. Terimakasih!!
Untuk teman-teman Creative Writing periode Purwakarta 2014 yang gak bisa disebutin satu-satu. You rock guysssss! Selamat buat kalian yang karyannya kepilih dan bisa terbit bareng-bareng juga. Terutama kalian, 19 teman-teman dari Purwakarta yang rela sempit-sempitan dimobil sampai malem pas ke Bandung.
A next thankyou buat seseorang yang menginspirasi saya menulis puisi itu; Titip rindu. Pak Tedy senada memberikan tema rindu dan voilaaaa akhirnya jadilah puisi absurd yang akhirnya terbit juga.
The last dan the biggest thankyou, for who created me; Allah SWT yang telah menganugrahkan jemari indah yang mampu merekam kata-kata, Best Rabb yang memberikan kesempatan serta hadiah yang cukup manis di saat keadaan saya sedang mentok-mentoknya memikirkan berbagai Ujian Sekolah. Not forget for my little family, yang sangat excited mendengar karya saya akan dibukukan.
Thankyou, Thankyou, Thankyou so much and a lot for all which have been I got.
Kalian adalah alasan terbesar saya hidup dan menulis di dunia ini.  

Here and enjoy read “Cerita dari Sahabat” find my poem in page 66. ^^


Regard,
@nitajulio_

Memoar rasa; Sepekat perasaanku. (Cerpen)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri 0 komentar


**

Sepekat perasaanku.

Ada rasa yang tak biasa..
Menyusup cepat ke dalam dada
Membuahkan tanda, yang kasat mata

Mencoba menerka-nerka
Nyatanya tak ku temukan jua
Ia masih berdiri disana
Dan aku masih dengan insyarat yang sama

Sampai pada akhirnya..
Getar didalam dada ini bimbang
Bersama pekatnya rasa
Yang bahkan nyaris hilang
Dalam gelap malam..

Sepekat perasaanku.

**
Love  isn’t easier thing to show. Doesn’t mean its nothing, its just too hard to understood.

Telapak tangannya nyaris beku–kita asumsikan begitu–akibat udara sore yang begitu dingin. Hujan belum juga reda sejak bel sekolah berdering. Dalam kategori normal, seorang gadis yang menyandarkan punggungnya dibalik pintu gigantis lapang basket indoor sana pasti tergolong dalam kategori melewati batas kewajaran. Karena, sudah dua jam berlalu, gadis itu tak mau berlalu.

Matanya sesekali melirik ke arah koridor, berharap sosok lain lewat sehingga alasan abnormalnya menunggu tidak menjadi hal tabu. Sampai detik terakhir ia menunggu.

Dibalik bingkai kacamata non minus–plus yang membingkai kedua mata bulatnya, ia memperhatikan punggung dua orang yang mulai menjauh dari jangkauan penglihatannya. Salah seorang berbalik arah setelah melambaikan tangan dengan seringai ceria sampai seseorang lain-yang tadi bersamanya-hilang dibalik kaca tunggangan besi yang mulai bergerak pergi.
Ia rupanya berjalan ke tempat seorang gadis berkacamata yang menyandarkan punggungnya dibalik pintu lapang basket indoor tadi. Hanya berkata,
“Mana payungnya?” lalu melengos setelah mendapat apa yang ia butuhkan. Dua minggu ini, entah kali keberapa, si peminta payung itu lupa, dirinya merasa seperti benalu.

Tak sampai lima langkah, sosok itu berbalik lagi, memutar tubuhnya.
“Jangan begini lagi nanti. Tolong jangan menunggu. Hiduplah dengan caramu, May.” Katanya, lantas benar-benar berlalu.

**

Di satu peristiwa.
Yang ia butuhkan hanya Ruru. Ruru miliknya yang selalu menyelipkan sebongkah rindu yang ia tak tahu mulai tumbuh dari akar sebelah mana.

Rusia Anggara. Nama unik tetapi tidak aneh bagi hampir setengah lebih gadis di tiap penjuru sekolah. Rusia seperti gerbang untuk masuk ke dalam wilayah bagi siapa saja gadis yang mulai terjerat pesonanya. Rusia adalah sosok yang hampir bernyawa disetiap orang yang mengenalnya. Termasuk si gadis berkacamata, yang mengangguminya setengah mati.

Mayrena Melodia.

Rusia juga tidak mengerti awal dari tumbuhnya perasaan dihati May, yang jelas ketika Rusia memberinya selapis tisu, May mulai menyadari bahwa Rusia menyodorkan rasa yang selama ini asing dibenakknya. Rasa yang tak pernah May duga sebelumnya. Rasa suka bagi insan normal pada umumnya. May menyukai segala apa yang disodorkan Rusia secara Cuma-Cuma.

Tapi, yang May tak pernah sadari adalah semakin hari perasaannya semakin dalam, semakin pekat, hampir menyalahi aturan. Karena Rusia, pada hakikatnya tidak pernah memiliki rasa yang sama.
Namun, May hanyalah satu dari segelintir orang yang beruntung. Karena kenyataan yang sesungguhnya tak pernah ia ketahui. Karena rasa yang mencumbu hatinya tak ubahnya dawai-dawai kecapi yang menghantarkan nada-nada ringan bersajak kedalam jiwanya. Jiwa yang secara harfiah berbeda dengan orang-orang pada umumnya. May tidak gila. Sekali lagi, ia hanya beruntung, Tuhan tak melukainya dengan dusta. May tak merasakan luka apa-apa. Ia tak peduli hidup dimana, dengan siapa, makan dengan apa. Selama Rusia menjumpainya, ia sudah seperti berada di surga. []

**
“Nak Rusia bawa payung yang kemarin dibawa Melodi?”

Rusia mengangguk, membuka resleting ranselnya lantas mengambil sebuah payung berwarna kuning cerah, yang ternyata berukuran kecil–bahkan tak cukup untuk melindungi dirinya. Rusia tersenyum tipis.

“Maaf ya, nak. Ibu sebenernya bingung kenapa Melodi jadi sering keluar asrama. Mau bagaimana lagi, kalau dilarang pasti mengamuk.” Ujar seorang wanita paruh baya.

“Sudah ibu biang, jangan datang ke sekolah nak Rusia lagi, tapi, ya nak Rusia tahu sendiri keadaan Melodi..” lanjutnya.

“Tidak apa, Bu. Yang namannya rasa suka gak bisa diatur kehendaknya sama kita. Itu mungkin cara yang Tuhan gariskan untuk May. Menyukai saya dalam batas wajar tidak berarti apa-apa.”

Dalam setiap kata yang tersirat ada rasa yang semakin pekat. Namun, ternyata malah berkarat. Rasa milik May, yang Rusia tidak sadari, detik itu juga ucapannya mengalir lewat udara, menyapa gendang telinga May.

Tidak berarti apa-apa.

May bergeming. Menempatkan telapak tangan padan bagian dadanya. Hatinya.
“Sakit..” ringkihnya.

**

Esoknya, May tidak menyerah begitu saja. Dengan membawa aneka kertas lipat yang sudah berbentuk menjadi berbagai macam bentuk benda. May dengan ceria memasuki area sekolah Rusia sejak bel pulang sekolah berdering sepuluh menit lalu. May yang mengambil langkah setengah berlari nyaris tidak terkendali ketika menyandung sebuah batu besar hingga ia terjatuh dalam posisi duduk.

“Ah..” pekiknya.

Kemudian, yang May lihat dibalik rambut panjang yang menjuntai hampir menutupi sebagian wajahnya adalah sepasang kaki jenjang yang sepertinya milik seorang perempuan. May mengangkat wajah, yang ia dapati hanya tampang menyeramkan nan galak dari gadis cantik pemilik kaki jenjang itu. May tersenyum lantas menyodorkan kertas lipat berbentuk bebek-bebekkan. Si gadis meraihnya dengan kasar, melirik sebentar lantas meringkusnya. Kemudian, kertas itu melayang didepan wajah may dengan bentuk yang absurd. May menekuk wajah, digapainya kertas lipat hasil buah tanganya dengan iba.
May belum berdiri, hanya menatap kosong kertas lipatnya.

"Kenapa lo diem?lo ngerti gak maksudnya?" Si gadis tadi, mulai meracau sambil bersedekap.

"Gak tahu kan lo?psiko sih." tambahnya.

Si gadis berjongkok dihadapan May, meraih ujung baju gadis itu dengan jijik.
"Denger ya, kalau sampe lo nginjek area sekolah gue bahkan lo ganggu Rusia lagi, nasib lo bakal kaya kertas sampah itu."

"Pergi sebelum Rusia ngeliat lo dengan tampang jelek gitu, dia gak akan suka." Katanya lantas berdiri, menginjak ujung rok bunga-bunga milik May.

May gelagapan. Ia mulai berdiri dengan sisa tenaga, ditatapnya dua bentuk lain dari kertas lipat digenggamanya.
"Rusia.." Lirihnya.

Pergi sebelum Rusia ngeliat lo dengan tampang jelek gitu, dia gak akan suka.

"Rusia.."
Mai mulai berlari tanpa arah. Ia harus bersembunyi. Ia tak boleh mengizinkan Rusia melihat wajahnya buruk, Rusia tidak akan suka.

Sampai pada akhirnya
Getar didalam dada(nya) bimbang
Bersama pekatnya rasa
Yang bahkan nyaris hilang

May terus berlari tanpa kendali, melewati koridor yang mulai sepi.
May terus berlari, hingga ia tak sadari, selangkah lagi ia berlari, rasa itu tidak akan berarti lagi, rasa milik May bahkan mati.

Ia tak sadarkan diri lagi.

**

Rusia mendengar suara benturan keras yang menyita perhatianya. Orang-orang disekitar mulai berhamburan menepi pada satu titik yang tak terlihat lagi.

Rusia ikut berhambur, didepannya hanya terlihat kerumunan yang begitu antusias untuk bergantian melihat.

Rusia berbalik, hendak mengambil langkah pulang, namun pada akhirnya, ia bergeming, nafasnya seperti berhenti, pikiranya nyaris hilang kendali.

Kalimat yang menyapa gendang telinganya seperti..

"Si cewek gila yang sering nongkrong disekolah kita itu, tadi lari-larian terus ketabrak truk."

Rusia segera berlari.

**

Pemuda itu meraih dua kertas lipat berbentuk pesawat dan hati dalam genggaman tangan May. Kertas lipat berwarna kuning dan ungu itu kini berubah menjadi titik-titik coklat kemerahan yang berbau amis.

Rusia mendapati tulisan tangan yang tak rapi dibaliknya. Tulisan tangan kidal May.

Dibukanya lipatan kertas berbentuk pesawat itu.

Untuk Rusia :-)
Kata bunda, Rusia itu jauh di benua Eropa. Orang orang harus naik pesawat biar sampe kesana. Bunda bohong, buktinya Mai bisa melihat Rusia didepan mata. Rusia jangan jauh-jauh ya May gak mau naik pesawat, takut.

Dikertas lain berbentuk hati. Terlihat tulisan yang sama dengan bentuk hati yang digambar seadanya.

Mai <3 Rusia

Di tetes pertama air mata Rusia, ia berharap May kembali. Melihat dunia bersamanya.

the end-

A night before I get an examination. Let me post this worst story. Leave your comment please :)
Regard,
@nitajulio_



 

Gema Aksara✎ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea