**
Sepekat
perasaanku.
Ada rasa yang tak biasa..
Menyusup cepat ke dalam dada
Membuahkan tanda, yang kasat mata
Mencoba menerka-nerka
Nyatanya tak ku temukan jua
Ia masih berdiri disana
Dan aku masih dengan insyarat yang sama
Sampai pada akhirnya..
Getar didalam dada ini bimbang
Bersama pekatnya rasa
Yang bahkan nyaris hilang
Dalam gelap malam..
Sepekat perasaanku.
**
Love isn’t easier thing to show. Doesn’t mean
its nothing, its just too hard to
understood.
Telapak tangannya
nyaris beku–kita asumsikan begitu–akibat udara sore yang begitu dingin. Hujan
belum juga reda sejak bel sekolah berdering. Dalam kategori normal, seorang
gadis yang menyandarkan punggungnya dibalik pintu gigantis lapang basket indoor
sana pasti tergolong dalam kategori melewati batas kewajaran. Karena, sudah dua
jam berlalu, gadis itu tak mau berlalu.
Matanya sesekali
melirik ke arah koridor, berharap sosok lain lewat sehingga alasan abnormalnya
menunggu tidak menjadi hal tabu. Sampai detik terakhir ia menunggu.
Dibalik bingkai
kacamata non minus–plus yang membingkai kedua mata bulatnya, ia memperhatikan
punggung dua orang yang mulai menjauh dari jangkauan penglihatannya. Salah
seorang berbalik arah setelah melambaikan tangan dengan seringai ceria sampai
seseorang lain-yang tadi bersamanya-hilang dibalik kaca tunggangan besi yang
mulai bergerak pergi.
Ia rupanya berjalan ke
tempat seorang gadis berkacamata yang menyandarkan punggungnya dibalik pintu
lapang basket indoor tadi. Hanya berkata,
“Mana payungnya?” lalu
melengos setelah mendapat apa yang ia butuhkan. Dua minggu ini, entah kali
keberapa, si peminta payung itu lupa, dirinya merasa seperti benalu.
Tak sampai lima
langkah, sosok itu berbalik lagi, memutar tubuhnya.
“Jangan begini lagi
nanti. Tolong jangan menunggu. Hiduplah dengan caramu, May.” Katanya, lantas
benar-benar berlalu.
**
Di satu peristiwa.
Yang ia butuhkan hanya
Ruru. Ruru miliknya yang selalu menyelipkan sebongkah rindu yang ia tak tahu
mulai tumbuh dari akar sebelah mana.
Rusia Anggara. Nama unik
tetapi tidak aneh bagi hampir setengah lebih gadis di tiap penjuru sekolah.
Rusia seperti gerbang untuk masuk ke dalam wilayah bagi siapa saja gadis yang
mulai terjerat pesonanya. Rusia adalah sosok yang hampir bernyawa disetiap
orang yang mengenalnya. Termasuk si gadis berkacamata, yang mengangguminya
setengah mati.
Mayrena Melodia.
Rusia juga tidak
mengerti awal dari tumbuhnya perasaan dihati May, yang jelas ketika Rusia
memberinya selapis tisu, May mulai menyadari bahwa Rusia menyodorkan rasa yang
selama ini asing dibenakknya. Rasa yang tak pernah May duga sebelumnya. Rasa
suka bagi insan normal pada umumnya. May menyukai segala apa yang disodorkan
Rusia secara Cuma-Cuma.
Tapi, yang May tak
pernah sadari adalah semakin hari perasaannya semakin dalam, semakin pekat,
hampir menyalahi aturan. Karena Rusia, pada hakikatnya tidak pernah memiliki
rasa yang sama.
Namun, May hanyalah
satu dari segelintir orang yang beruntung. Karena kenyataan yang sesungguhnya
tak pernah ia ketahui. Karena rasa yang mencumbu hatinya tak ubahnya
dawai-dawai kecapi yang menghantarkan nada-nada ringan bersajak kedalam
jiwanya. Jiwa yang secara harfiah berbeda dengan orang-orang pada umumnya. May
tidak gila. Sekali lagi, ia hanya beruntung, Tuhan tak melukainya dengan dusta.
May tak merasakan luka apa-apa. Ia tak peduli hidup dimana, dengan siapa, makan
dengan apa. Selama Rusia menjumpainya, ia sudah seperti berada di surga. []
**
“Nak Rusia bawa payung
yang kemarin dibawa Melodi?”
Rusia mengangguk,
membuka resleting ranselnya lantas mengambil sebuah payung berwarna kuning
cerah, yang ternyata berukuran kecil–bahkan tak cukup untuk melindungi dirinya.
Rusia tersenyum tipis.
“Maaf ya, nak. Ibu
sebenernya bingung kenapa Melodi jadi sering keluar asrama. Mau bagaimana lagi,
kalau dilarang pasti mengamuk.” Ujar seorang wanita paruh baya.
“Sudah ibu biang,
jangan datang ke sekolah nak Rusia lagi, tapi, ya nak Rusia tahu sendiri
keadaan Melodi..” lanjutnya.
“Tidak apa, Bu. Yang
namannya rasa suka gak bisa diatur kehendaknya sama kita. Itu mungkin cara yang
Tuhan gariskan untuk May. Menyukai saya dalam batas wajar tidak berarti
apa-apa.”
Dalam setiap kata yang
tersirat ada rasa yang semakin pekat. Namun, ternyata malah berkarat. Rasa
milik May, yang Rusia tidak sadari, detik itu juga ucapannya mengalir lewat
udara, menyapa gendang telinga May.
Tidak
berarti apa-apa.
May bergeming.
Menempatkan telapak tangan padan bagian dadanya. Hatinya.
“Sakit..” ringkihnya.
**
Esoknya, May tidak
menyerah begitu saja. Dengan membawa aneka kertas lipat yang sudah berbentuk
menjadi berbagai macam bentuk benda. May dengan ceria memasuki area sekolah
Rusia sejak bel pulang sekolah berdering sepuluh menit lalu. May yang mengambil
langkah setengah berlari nyaris tidak terkendali ketika menyandung sebuah batu
besar hingga ia terjatuh dalam posisi duduk.
“Ah..” pekiknya.
Kemudian, yang May
lihat dibalik rambut panjang yang menjuntai hampir menutupi sebagian wajahnya
adalah sepasang kaki jenjang yang sepertinya milik seorang perempuan. May
mengangkat wajah, yang ia dapati hanya tampang menyeramkan nan galak dari gadis
cantik pemilik kaki jenjang itu. May tersenyum lantas menyodorkan kertas lipat
berbentuk bebek-bebekkan. Si gadis meraihnya dengan kasar, melirik sebentar
lantas meringkusnya. Kemudian, kertas itu melayang didepan wajah may dengan
bentuk yang absurd. May menekuk wajah, digapainya kertas lipat hasil buah
tanganya dengan iba.
May belum berdiri,
hanya menatap kosong kertas lipatnya.
"Kenapa lo
diem?lo ngerti gak maksudnya?" Si gadis tadi, mulai meracau sambil
bersedekap.
"Gak tahu
kan lo?psiko sih." tambahnya.
Si gadis
berjongkok dihadapan May, meraih ujung baju gadis itu dengan jijik.
"Denger ya,
kalau sampe lo nginjek area sekolah gue bahkan lo ganggu Rusia lagi, nasib lo
bakal kaya kertas sampah itu."
"Pergi
sebelum Rusia ngeliat lo dengan tampang jelek gitu, dia gak akan suka."
Katanya lantas berdiri, menginjak ujung rok bunga-bunga milik May.
May gelagapan. Ia mulai berdiri dengan sisa tenaga,
ditatapnya dua bentuk lain dari kertas lipat digenggamanya.
"Rusia.."
Lirihnya.
Pergi sebelum Rusia ngeliat lo dengan tampang jelek
gitu, dia gak akan suka.
"Rusia.."
Mai mulai
berlari tanpa arah. Ia harus bersembunyi. Ia tak boleh mengizinkan Rusia
melihat wajahnya buruk, Rusia tidak akan suka.
Sampai pada akhirnya
Getar didalam dada(nya) bimbang
Bersama pekatnya rasa
Yang bahkan nyaris hilang
May terus berlari tanpa kendali, melewati koridor yang
mulai sepi.
May terus berlari, hingga ia tak sadari, selangkah lagi
ia berlari, rasa itu tidak akan berarti lagi, rasa milik May bahkan mati.
Ia tak sadarkan
diri lagi.
**
Rusia mendengar
suara benturan keras yang menyita perhatianya. Orang-orang disekitar mulai
berhamburan menepi pada satu titik yang tak terlihat lagi.
Rusia ikut
berhambur, didepannya hanya terlihat kerumunan yang begitu antusias untuk
bergantian melihat.
Rusia berbalik,
hendak mengambil langkah pulang, namun pada akhirnya, ia bergeming, nafasnya
seperti berhenti, pikiranya nyaris hilang kendali.
Kalimat yang
menyapa gendang telinganya seperti..
"Si cewek
gila yang sering nongkrong disekolah kita itu, tadi lari-larian terus ketabrak
truk."
Rusia segera
berlari.
**
Pemuda itu
meraih dua kertas lipat berbentuk pesawat dan hati dalam genggaman tangan May. Kertas lipat berwarna kuning dan ungu itu kini berubah
menjadi titik-titik coklat kemerahan yang berbau amis.
Rusia mendapati
tulisan tangan yang tak rapi dibaliknya. Tulisan tangan kidal May.
Dibukanya
lipatan kertas berbentuk pesawat itu.
Untuk Rusia :-)
Kata bunda,
Rusia itu jauh di benua Eropa. Orang orang harus naik pesawat biar sampe
kesana. Bunda bohong, buktinya Mai bisa melihat Rusia didepan mata. Rusia
jangan jauh-jauh ya May gak mau naik pesawat, takut.
Dikertas lain
berbentuk hati. Terlihat tulisan yang sama dengan bentuk hati yang digambar
seadanya.
Mai <3 Rusia
Di tetes pertama
air mata Rusia, ia berharap May kembali. Melihat dunia bersamanya.
the end-
A night before I get an examination. Let me post this worst story. Leave your comment please :)
Regard,
@nitajulio_