Memoar rasa; Sepekat perasaanku. (Cerpen)

Diposting oleh Nita Julianti Sukandar Putri


**

Sepekat perasaanku.

Ada rasa yang tak biasa..
Menyusup cepat ke dalam dada
Membuahkan tanda, yang kasat mata

Mencoba menerka-nerka
Nyatanya tak ku temukan jua
Ia masih berdiri disana
Dan aku masih dengan insyarat yang sama

Sampai pada akhirnya..
Getar didalam dada ini bimbang
Bersama pekatnya rasa
Yang bahkan nyaris hilang
Dalam gelap malam..

Sepekat perasaanku.

**
Love  isn’t easier thing to show. Doesn’t mean its nothing, its just too hard to understood.

Telapak tangannya nyaris beku–kita asumsikan begitu–akibat udara sore yang begitu dingin. Hujan belum juga reda sejak bel sekolah berdering. Dalam kategori normal, seorang gadis yang menyandarkan punggungnya dibalik pintu gigantis lapang basket indoor sana pasti tergolong dalam kategori melewati batas kewajaran. Karena, sudah dua jam berlalu, gadis itu tak mau berlalu.

Matanya sesekali melirik ke arah koridor, berharap sosok lain lewat sehingga alasan abnormalnya menunggu tidak menjadi hal tabu. Sampai detik terakhir ia menunggu.

Dibalik bingkai kacamata non minus–plus yang membingkai kedua mata bulatnya, ia memperhatikan punggung dua orang yang mulai menjauh dari jangkauan penglihatannya. Salah seorang berbalik arah setelah melambaikan tangan dengan seringai ceria sampai seseorang lain-yang tadi bersamanya-hilang dibalik kaca tunggangan besi yang mulai bergerak pergi.
Ia rupanya berjalan ke tempat seorang gadis berkacamata yang menyandarkan punggungnya dibalik pintu lapang basket indoor tadi. Hanya berkata,
“Mana payungnya?” lalu melengos setelah mendapat apa yang ia butuhkan. Dua minggu ini, entah kali keberapa, si peminta payung itu lupa, dirinya merasa seperti benalu.

Tak sampai lima langkah, sosok itu berbalik lagi, memutar tubuhnya.
“Jangan begini lagi nanti. Tolong jangan menunggu. Hiduplah dengan caramu, May.” Katanya, lantas benar-benar berlalu.

**

Di satu peristiwa.
Yang ia butuhkan hanya Ruru. Ruru miliknya yang selalu menyelipkan sebongkah rindu yang ia tak tahu mulai tumbuh dari akar sebelah mana.

Rusia Anggara. Nama unik tetapi tidak aneh bagi hampir setengah lebih gadis di tiap penjuru sekolah. Rusia seperti gerbang untuk masuk ke dalam wilayah bagi siapa saja gadis yang mulai terjerat pesonanya. Rusia adalah sosok yang hampir bernyawa disetiap orang yang mengenalnya. Termasuk si gadis berkacamata, yang mengangguminya setengah mati.

Mayrena Melodia.

Rusia juga tidak mengerti awal dari tumbuhnya perasaan dihati May, yang jelas ketika Rusia memberinya selapis tisu, May mulai menyadari bahwa Rusia menyodorkan rasa yang selama ini asing dibenakknya. Rasa yang tak pernah May duga sebelumnya. Rasa suka bagi insan normal pada umumnya. May menyukai segala apa yang disodorkan Rusia secara Cuma-Cuma.

Tapi, yang May tak pernah sadari adalah semakin hari perasaannya semakin dalam, semakin pekat, hampir menyalahi aturan. Karena Rusia, pada hakikatnya tidak pernah memiliki rasa yang sama.
Namun, May hanyalah satu dari segelintir orang yang beruntung. Karena kenyataan yang sesungguhnya tak pernah ia ketahui. Karena rasa yang mencumbu hatinya tak ubahnya dawai-dawai kecapi yang menghantarkan nada-nada ringan bersajak kedalam jiwanya. Jiwa yang secara harfiah berbeda dengan orang-orang pada umumnya. May tidak gila. Sekali lagi, ia hanya beruntung, Tuhan tak melukainya dengan dusta. May tak merasakan luka apa-apa. Ia tak peduli hidup dimana, dengan siapa, makan dengan apa. Selama Rusia menjumpainya, ia sudah seperti berada di surga. []

**
“Nak Rusia bawa payung yang kemarin dibawa Melodi?”

Rusia mengangguk, membuka resleting ranselnya lantas mengambil sebuah payung berwarna kuning cerah, yang ternyata berukuran kecil–bahkan tak cukup untuk melindungi dirinya. Rusia tersenyum tipis.

“Maaf ya, nak. Ibu sebenernya bingung kenapa Melodi jadi sering keluar asrama. Mau bagaimana lagi, kalau dilarang pasti mengamuk.” Ujar seorang wanita paruh baya.

“Sudah ibu biang, jangan datang ke sekolah nak Rusia lagi, tapi, ya nak Rusia tahu sendiri keadaan Melodi..” lanjutnya.

“Tidak apa, Bu. Yang namannya rasa suka gak bisa diatur kehendaknya sama kita. Itu mungkin cara yang Tuhan gariskan untuk May. Menyukai saya dalam batas wajar tidak berarti apa-apa.”

Dalam setiap kata yang tersirat ada rasa yang semakin pekat. Namun, ternyata malah berkarat. Rasa milik May, yang Rusia tidak sadari, detik itu juga ucapannya mengalir lewat udara, menyapa gendang telinga May.

Tidak berarti apa-apa.

May bergeming. Menempatkan telapak tangan padan bagian dadanya. Hatinya.
“Sakit..” ringkihnya.

**

Esoknya, May tidak menyerah begitu saja. Dengan membawa aneka kertas lipat yang sudah berbentuk menjadi berbagai macam bentuk benda. May dengan ceria memasuki area sekolah Rusia sejak bel pulang sekolah berdering sepuluh menit lalu. May yang mengambil langkah setengah berlari nyaris tidak terkendali ketika menyandung sebuah batu besar hingga ia terjatuh dalam posisi duduk.

“Ah..” pekiknya.

Kemudian, yang May lihat dibalik rambut panjang yang menjuntai hampir menutupi sebagian wajahnya adalah sepasang kaki jenjang yang sepertinya milik seorang perempuan. May mengangkat wajah, yang ia dapati hanya tampang menyeramkan nan galak dari gadis cantik pemilik kaki jenjang itu. May tersenyum lantas menyodorkan kertas lipat berbentuk bebek-bebekkan. Si gadis meraihnya dengan kasar, melirik sebentar lantas meringkusnya. Kemudian, kertas itu melayang didepan wajah may dengan bentuk yang absurd. May menekuk wajah, digapainya kertas lipat hasil buah tanganya dengan iba.
May belum berdiri, hanya menatap kosong kertas lipatnya.

"Kenapa lo diem?lo ngerti gak maksudnya?" Si gadis tadi, mulai meracau sambil bersedekap.

"Gak tahu kan lo?psiko sih." tambahnya.

Si gadis berjongkok dihadapan May, meraih ujung baju gadis itu dengan jijik.
"Denger ya, kalau sampe lo nginjek area sekolah gue bahkan lo ganggu Rusia lagi, nasib lo bakal kaya kertas sampah itu."

"Pergi sebelum Rusia ngeliat lo dengan tampang jelek gitu, dia gak akan suka." Katanya lantas berdiri, menginjak ujung rok bunga-bunga milik May.

May gelagapan. Ia mulai berdiri dengan sisa tenaga, ditatapnya dua bentuk lain dari kertas lipat digenggamanya.
"Rusia.." Lirihnya.

Pergi sebelum Rusia ngeliat lo dengan tampang jelek gitu, dia gak akan suka.

"Rusia.."
Mai mulai berlari tanpa arah. Ia harus bersembunyi. Ia tak boleh mengizinkan Rusia melihat wajahnya buruk, Rusia tidak akan suka.

Sampai pada akhirnya
Getar didalam dada(nya) bimbang
Bersama pekatnya rasa
Yang bahkan nyaris hilang

May terus berlari tanpa kendali, melewati koridor yang mulai sepi.
May terus berlari, hingga ia tak sadari, selangkah lagi ia berlari, rasa itu tidak akan berarti lagi, rasa milik May bahkan mati.

Ia tak sadarkan diri lagi.

**

Rusia mendengar suara benturan keras yang menyita perhatianya. Orang-orang disekitar mulai berhamburan menepi pada satu titik yang tak terlihat lagi.

Rusia ikut berhambur, didepannya hanya terlihat kerumunan yang begitu antusias untuk bergantian melihat.

Rusia berbalik, hendak mengambil langkah pulang, namun pada akhirnya, ia bergeming, nafasnya seperti berhenti, pikiranya nyaris hilang kendali.

Kalimat yang menyapa gendang telinganya seperti..

"Si cewek gila yang sering nongkrong disekolah kita itu, tadi lari-larian terus ketabrak truk."

Rusia segera berlari.

**

Pemuda itu meraih dua kertas lipat berbentuk pesawat dan hati dalam genggaman tangan May. Kertas lipat berwarna kuning dan ungu itu kini berubah menjadi titik-titik coklat kemerahan yang berbau amis.

Rusia mendapati tulisan tangan yang tak rapi dibaliknya. Tulisan tangan kidal May.

Dibukanya lipatan kertas berbentuk pesawat itu.

Untuk Rusia :-)
Kata bunda, Rusia itu jauh di benua Eropa. Orang orang harus naik pesawat biar sampe kesana. Bunda bohong, buktinya Mai bisa melihat Rusia didepan mata. Rusia jangan jauh-jauh ya May gak mau naik pesawat, takut.

Dikertas lain berbentuk hati. Terlihat tulisan yang sama dengan bentuk hati yang digambar seadanya.

Mai <3 Rusia

Di tetes pertama air mata Rusia, ia berharap May kembali. Melihat dunia bersamanya.

the end-

A night before I get an examination. Let me post this worst story. Leave your comment please :)
Regard,
@nitajulio_



0 komentar:

Posting Komentar

 

Gema Aksara✎ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea