***
Manusia terkadang jatuh cinta pada hal-hal yang cenderung sepele. Seperti aku yang jatuh cinta untuk kali yang kesejuta pada hal-hal sederhana yang menahun sudah terekam dalam sudut ingatan, dimana momen yang kami habiskan tersimpan. Sesederhana saat ia menyisir rambutnya dengan kedua tangan, atau sepele saat ia menggulung lengan kemeja hingga siku. Ratusan hari aku melihat hal yang serupa, pagi, siang bahkan malam, tetapi aku tetap jatuh cinta.
Ia mendominasi semua ingatan yang aku miliki tentang hidup ini. Tentang kali pertama kami bertemu, kencan pertama yang malu-malu, atau sebaris kalimat di malam yang membuatku ragu apa aku masih menginjak bumi atau terbang bersama sisa kewarasanku.
Ia mendominasi semua ingatan yang aku miliki tentang hidup ini. Tentang kali pertama kami bertemu, kencan pertama yang malu-malu, atau sebaris kalimat di malam yang membuatku ragu apa aku masih menginjak bumi atau terbang bersama sisa kewarasanku.
Lalu
memori tentang ia yang gugup saat pertamakali mengucap janji di depan Ayahku,
tubuhnya yang dibalut tuksedo, atau wajahnya yang berseri ketika jari manis
kami terisi. Ingatan itu bergantian datang seperti rol film yang diputar.
Terkadang
ia adalah alasan kenapa aku ingin bangun tidur lebih awal. Hanya untuk merekam
lekuk wajahnya dalam diam dan mendoktrin kepala ini dengan keindahan yang
diberikan Tuhan.
The
morning sunshine waking up the first thing I see
Your
lovely eyes
Staring
straight at me
Stroke
your cheek so softly as I kiss you gently...
You
hold my hands
Smile
at me...
Aku
suka bareface-nya saat pertama kali
dia membuka mata, yang membuatku membisikan terimakasih dalam sunyi karena aku
menjadi manusia paling beruntung yang bisa melihatnya disetiap pagi. Aku juga
suka dekapan hangat saat wajahku terbenam dalam dada bidangnya, atau kecupan
singkat dalam detik yang kami curi sebelum benar-benar bangun untuk
beraktivitas.
Atau
saat ia memeluku dari belakang ketika sedang mempersiapkan sarapan, mengulur
waktu karena pekerjaanku lebih banyak tertahan oleh sikapnya yang kekanakan. Suara
madunya saat ia merengek untuk dibuatkan kopi ketika memilih lembur di malam
hari.
“Sayang, seduhin kopi dong. Aku mau
bergadang.”
Atau saat ia sibuk mencari dasi dan kaus kaki
di pagi hari.
“Sayang.....
dasi aku yang warna navy dimana ya?”
Hal-hal
sederhana yang aku nikmati seperti secangkir kopi di pagi hari tanpa krimer
atau gula namun tetap terasa manis.
I
love the fragrance of your voice
You're
the colour of Loyal,
My
favourite sound is your smile
I'm
intoxicated with joyful
Oh,
I am moved by you
Oh,
I am moved by you
Tapi
aku tidak hanya jatuh cinta oleh tindakan sederhana yang acapkali ia lakukan.
Aku yang melewatkan tahun ketiga di atap yang sama dengannya juga kadang bisa
menjadi cengeng merindukannya saat dia dinas ke luar kota. Atau saat wajah
muramnya karena masalah kantor yang ia bawa sampai ke rumah, yang membuat kami
melakukan perang dingin seharian tetapi aku akhirnya luluh kembali saat ia
menekukkan wajahnya di bahuku, lalu mulai bercerita. Dia manusia yang ingin
berbagi hal indah di dunia denganku, tetapi juga paling pantang untuk
melibatkan aku pada masalah yang ingin dirangkulnya sendiri hanya karena tidak
ingin aku terluka.
Genggaman
tangannya yang erat, jari-jari lembutnya saat ia mengelus buku jariku, emosi
dimatanya, senyum lembut yang setiap kali selalu membuatku melayang. Aku ingin
menyimpannya dalam kotak pandora dan mengabadikannya dalam musium bernama ingatan.
Aku
selalu ingin mengungkapkan perasaan ini secara gamblang, tetapi terkadang aku
ragu karena kami sudah sama-sama tahu. Dia selalu bilang bahwa kata-kata hanya
bagian dari diri manusia yang bisa hilang termakan waktu, tetapi tindakan akan
selamanya ada disetiap sendi ingatan. Pada akhirnya, rangkaian kalimat yang aku
susun seindah puisi hanya melesat ke udara tanpa pernah didengar pemiliknya.
Tetapi,
malam ini aku ingin ia benar-benar tahu, bahwa segala apa yang kami bagi
bersama adalah hal yang paling aku syukuri. Aku ingin berterimakasih karena ia
telah lahir, memilihku untuk menghabiskan sisa hidup bersamanya.
Aku
melihat kali kesekian saat ia menyampirkan jas di kursi meja makan, menggulung
lengan kemeja hingga siku, lalu meminum segelas air putih sebelum kembali
menatapku.
“Sayang?”
Ia berujar dengan lembut.
Aku
balas menatapnya, dan mengatakan, “Aku sayang kamu.” dengan gamblang.
Dia
menatapku dengan air wajah yang tidak bisa aku definisikan. Kami membiarkan
sunyi menang untuk sepersekian detik sebelum aku kembali membuka suara.
“Terimakasih
telah lahir dan menemukanku. Selamat ulang tahun.” Aku berjalan menghampirinya,
memeluknya dengan erat, tidak ingin kehilangan.
Lidahku
yang kelu dan tanganku yang dingin karena gugup, berganti dengan aliran darah
yang menghangat seiring dengan kulit kami yang bersentuhan.
Ia
menarik tubuhnya, lalu menatapku sambil melempar senyumnya yang mematikan.
“Aku
mau terbang.” Cicitnya, kehilangan kesempatan untuk menyembunyikan wajahnya
yang memerah.
“Hadiah
ulang tahunnya mana?” Lanjutnya.
Aku
tertawa kecil sebelum kemudian mendaratkan kecupan singkat dipipi kirinya, yang
membuatnya kembali terkejut.
“Kamu
tahu kan kamu seberharga itu?”
Alih-alih
mengatakan aku sayang kamu, Dia lebih memilih mengatakan kalimat itu. Membuatku
tidak memiliki pilihan lain selain kembali memeluknya. Membiarkannya menerka
detak yang berirama melebihi porsi seharusnya. Memproklamasi bahwa detak itu
selalu miliknya. Di kamis malam saat usianya bertambah, aku bersyukur untuk ada
disana.
**
Untuk
seseorang yang aku sayang, aku mewakili ‘perempuan’ beruntung di masa depanmu;
Selamat
ulang tahun yang ke 23. Semoga kamu selalu tetap bahagia.
Lagu
penghantar dihari bahagiamu dariku:
— Isyana
Sarasvati : All of me
— India
Arie: Moved by You
Regard,
Nita J.
0 komentar:
Posting Komentar